Doa Ziarah Kubur

Doa Ziarah Kubur

TA’ZIAH (MELAWAT)
Ta’ziah atau melawat adalah berkunjung ke rumah orang yang sedang tertimpa musibah kematian, untuk menghiburnya. Dalam hal ini kita dianjurkan menguatkan mental mereka dan menasehatinya agar mereka tetap bersabar. Selain itu kita dianjurkan memberikan sumbangan baik berupa uang maupun makanan. Sebab keluarga yang tertimpa musibah sibuk dengan kesedihan masing-masing, sehingga tidak sempat menjamu para tamu yang datang. Abdullah bin Jafir ra. mengatakan, sewaktu datang berita terbunuhnya Rosulullah saw. bersabda, "Hendaklah kamu membuat makanan untuk keluarga Ja'far, karena telah datang kepada mereka sesuatu yang menyibukkan mereka". (HR. Imam yang lima, kecuali Nasai)

Etika orang berta’ziah, anta lain: 
1. menyampaikan doa: "adhomallaahu ajroka wa ahsana azaka, waghofaro limayyitika." (Semoga Allah mengagungkan pahalamu, membaguskan kesabaranmu, dan memberi ampun kepada mayatmu yaitu orang yang meninggal); 

2. hindari perbicaraan yang menambah sedih keluarga yang tertimpa musibah; 

3. hindari canda-tawa, apalagi sampai terbahak-bahak; 

4. usahakan turut mensholati mayat dan mengantar ke pemakaman hingga selesai mayat dikuburkan. 

ZIARAH KUBUR 
Maksud utama ziarah (mengunjungi) kubur adalah mendoakan mayat dalam kubur yang diziarahi. Penziarah juga boleh mem bacakan surat-surat tertentu dalam Al-Qur'an yang pahalanya dihadiahkan kepada mayat penghuni kubur tersebut. Syeikh Imam Abu Muhammad bin Qudamah Al-Maqdisi menerangkan pada akhir bab jenazah dalam kitabnya Al-Mughni, bahwa membaca di kuburan itu diperbolehkan. Beliau mengutip pernyataan Imam Ahmad, "Jika kalian memasuki kuburan, bacalah ayat kursi dan Al-Ikhlas (masing-masing) tiga kali, lalu nyatakan: Ya sesungguhnya pahalanya untuk para penghuni kubur ini." 

Manfaat ziarah kubur itu agar kita ingat pada kematian. Abdulk bin Buroidah ra. mengungkapkan, Muhammad Rosulullah saw. bersabda, "Dulu aku melarang (kalian) berziarah kubur. Sekarang berziarahlah, karena itu akan mengingatkan kalian pada akhirat." (HR. Ahmad dan Muslim) Dulu Nabi Muhammad Rosulullah saw. melarang para sahabat berziarah kubur, karena masih dekatnya mereka dengan zaman Jahiliyah. Baru setelah mereka memahi ajaran Islam dengan baik, diizinkanlah mereka oleh syarai berziarah kubur. 

Kalau Nabi Muhammad Rosulullah saw. saja memerintahkan umatnya agar berziarah kubur, mengapa kita harus melarangnya? Hal ini penulis pertanyaan karena sudah ada segelintir ustadz yang melarang keras umat Islam untuk berziarah ke makam para wali. Bahkan mereka berani memvonis ziarah ke makam wali itu bid’ahsesat. 

Jadi kalau ada orang yang melarang kita berziarah kubur, abaikan saja. Sebab dengan menziarahi kubur orang tua kita dan orang-orang yang berjasa terhadap pengembangan Islam tidak hanya membuat kita teringat akhirat. Melainkan juga akan menginspirasi dan memotivasi kita untuk lebih berani mendakwahkan Islam terutama kepada orang-orang yang belum beriman. 
Etika berziarah kubur, antara lain. 
1. Sesampai di pintu makam ucapkanlah salam. Buroidah ra. menginformasikan, Muhammad Rosulullah saw. sering mengajarkan kepada para sahabat agar jika berziarah kubur mengucapkan: Assalaamu ‘alaikum ahlad diyaari minal mukminiina wal muslimiina wal muslimiina innaa insyaa Allaahu bikum Laachiquun. As alullaaha lanaa walakumul ‘aafiyah (Salam sejahtera semoga terlimpahkan atas kalian wahai penghuni perkampungan orang-orang mukmin dan muslim, dan kami insya Allah akan menyusul kalian. Semoga Allah melimpahkan keselamatan kepada kami dan kepada kalian." (HR. Muslim
2. Sesampai di makam yang dituju hendaklah memberi salam secara khusus. "Assalamu’alaika …. (sebut namanya) 
3. Jangan berjalan melangkahi kuburan 

4. Jangan duduk pada nisan makam; dan 

5. bacalah surat Yasin atau tahlii dan hadiahkan pahalanya kepada mereka, serta doakan agar penghuni kubur diampuni dosa-dosanya oleh Allah SWT.

Tata Cara Mengurus Jenazah

Tata Cara Mengurus Jenazah

Apabila si sakit telah meninggal dunia, maka:

1. Pejankanlah matanya, dan mohonkanlah ampun kepada Allah SWT. Muhammad Rosulullah saw. bersabda, "Apabila kamu menghadapi orang mati, maka pejamkanlah matanya, karena sesungguhnya mata mengikuti ruh. Dan ucapkanlah yang baik-baik (mendoakannya). Sungguh si mayat dipercayai menurut apa yang diucapkan oleh ahlinya." (HR. Ahmad dan Ibnu Majah dari Syadda bin Aus ra.)

2. Tutuplah seluruh badannya dengan kain sebagai penghormatan dan agar tidak kelihatan auratnya. Aisyah ra. menuturkan, "Sungguh ketika Rosulullah saw. wafat ditutup dengan kain." (HR Bukhori Muslim)

3. Orang-orang yang sangat menyayanginya boleh berduka cita atas kematiannya, dan tidak dilarang menciumnya. ‘Aisyah mengungkapkan, "Rosulullah saw. telah mencium Utsman bin Mazh'un ketika dia meninggal dunia, sehingga air mata tampak mengalir di wajah beliau." (HR. Ahmad, dan Tirmidzi)

4. Keluarga si mayat hendaklah segera melunasi hutang-hutangnya jika ada, baik dari harta peninggalannya maupun dari sumbangan. Muhammad Rasulullaoh saw. bersabda “Diri orang mukmin itu tergantung (tidak sampsampai ke hadirat Allah) karena utangnya, sampai dibayar lebih dulu utangnya (oleh keluarganya)." (HR. Ahmad dan Tirmidzi dari Abu Huroiroh)

Apabila seorang muslim meninggal dunia, ada empat perkara fardhu kifayah yang harus dilakukan oleh orang-orang muslim lainnya.

1. Memandikan, dengan syarat si mayat Islam, didapati tubuhnya, dan bukan mati syahid, yakni mati dalam menegakkan agama Allah. Berikut tata cara memandikan mayat:
a. di tempat tertutup;
b. mayat diletakkan di tempat yang tinggi seperti dipan;
c. dipakaian kain basahan seperti sarung agar auratnya tidak terbuka;
d. mayat didudukkan dan disandarkan pada sesuatu, lantas disapu perutnya sambil ditekan pelan agar keluar semua kotorannya, lantas dicebokkan dengan tangan kiri memakai sarung tangan. Dalam hal ini boleh memakai wangi-wangian agar tidak terganggu bau kotoran mayat;
e. lalu ganti sarung tangan dan bersihkan mulut dan giginya;
f. bersihkan semua kotoran dan najis;
g. mewudhukan, kemudian basuhlah seluruh badannya sebanyak tiga sampai lima kali.

Air untuk memandikan mayat sebaiknya dingin, kecuali udara sangat dingin atau terdapat kotoran yang sulit dihilangkan, boleh memakai air hangat. Jika mayatnya seorang pria, maka yang memandikannya haruslah orang-orang pria kecuali wanita muhrim atau istrinya. Begitu juga sebaliknya.

Orang yang memandikan mayat hendaklah menutupi aib si mayat. Muhammad Rosulullah saw. bersabda, "Barang siapa memandikan mayat, dan tidak menceritakannya pada orang lain apa-apa yang dilihat pada mayat itu, bersihlah ia dari dosanya seperti keadaannya sewaktu dilahirkan. Yang mengepalai (memandikan) hendaknya keluarga terdekat mayat jika pandai memandikan. Apabila tidak maka siapa saja yang dipandang berhak karena waro’nya atau karena amanahnya." (HR. Ahmad)

2. Mengkafani mayat. Pembelian kain kafan diambilkan dari uang mayat sendiri. Jika tidak ada, maka orang yang selama ini menghidupinya yang membelikannya. Apabila tidak mampu, diambilkan dari Baitul Mal atau wajib bagi orang muslim yang mampu membelikannya.

Kain kafan minimal satu lapis. Tetapi bagi mayat pria sebaiknya tiga lapis dan mayat wanita lima lapis. Abu Salamah ra. menceritakan, bahwa ia pernah bertanya kepada ‘Aisyah ra. "Berapa lapiskah kain kafan Rosulullah saw.? " ‘Aisyah menjawab, "Tiga lapis kain katun putih". (HR. Muslim)

3. Mensholati mayat. Muhammad Rosulullah saw. bersabda, "Sholatkanlah olehmu orang-orang yang telah mati." (HR. Ibnu Majah) "Sholatilah olehmu orang-orang yang mengucapkan Laa illailaah." HR. Daruguthni) Jelaslah bahwa orang yang telah murtad tidak perlu disholati. Untuk disholati keadaan mayat haruslah:
a. suci badan, tempat, dan pakaian serta menghadap kiblat;
b. setelah mayat dimandikan dan dikafani;
c. letak mayat di depan orang yang mensholati.

4. Menguburkan mayat. Dalam hal ini ada beberapa hadits yang perlu diperhatikan.

a. Anjuran segera menguburkan. Muhammad Rosulullah saw. bersabda, "Segerakanlah menguburkan jenazah. Jika dia itu(jenazah itu) orang baik, berarti kalian segera mengantarkannya kepada kebaikan. Apabila dia orang jahat, berarti kalian segera menghindarkan bencana terhadap diri kalian". (HR. Muslim dari Abu Huroiroh ra)

b. Anjuran meluaskan lubang kubur. Nabi Muhammad saw. pernah turut memakamkan mayat, lalu beliau bersabda: "Luaskanlah pada bagian kepala, dan luaskan juga pada bagian kakinya. Ada beberapa kurma baginya di surga “ (HR.Ahmad dan Abu Dawud)

c. Boleh menguburkan dua tiga mayat dalam satu lubang kubur. Hal itu dilakukan oleh para sahabat sewaktu usai perang Uhud. Kala itu Muhammad Rosulullah menyarankan agar memperdalam kuburan dan membaguskannya, lalu mendahulukan orang yang paling banyak hafal Al-Qur’an. (HR. Nasai dan Tirmidzi)

d. Bacaan meletakkan mayat dalam kubur. Ibnu Umar ra. mengabarkan, bahwa Rosulullah saw. apabila meletakkan mayat dalam kubur membaca: "Bismillaah wa ialaa millati Rosulillaah (Dengan nama Allah dan nama agama Rosulullah) Dalam riwayat lain ditambahkan bacaan: "Wa ‘alaa sunnati Rosulillah (Dan atas nama sunnah Rosulullah). (HR. Lima ahli hadits, kecuali Nasai)

e. Orang yang habis hubungan suami istri dilarang masuk liang kubur. Anas ra. menceritakan, ketika Ruqoyah akan dimakamkan, Muhammad Rosulullah saw. bersabda: "Tidak boleh masuk kubur laki-laki yang tadi malam menggauli istrinya". (HR. Ahmad)

f. Larangan memperindah kuburan. Jabir ra. menerangkan, "Rosulullah saw. melarang mengecat kuburan, duduk, dan membuat bangunan di atasnya". (HR. Muslim)
g. Boleh memindahkan kuburan. Jabir ra. memberitakan, "Rosulullah saw. pernah menyuruh para sahabat agar para korban Perang Uhud dipindahkan ke tempat mereka gugur, padahal mereka telah dipindahkan ke Madinah". (HR. Lima ahli hadits)

Doa Menjenguk Orang Sakit

Doa Menjenguk Orang Sakit

Abu Musa ra. berkata, Muhammad Rosulullah saw. bersabda, "Tengoklah orang yang sakit, berilah makan orang yang lapar, dan tolonglah orang yang menderita." (HR. Bukhori) Menjenguk orang sakit dapat mengantarkan kita ke surga. Abu Huroiroh ra. memberitakan, Muhammad Rosulullah saw. bersabda, "Barang siapa menjenguk orang yang sakit, maka akan terdengarlah seruan dari langit: 'Baik sekali perbuatanmu. Baik sekali kunjunganmu. Engkau telah menyediakan suatu tempat tinggal di dalam surga." (HR. Ibnu Majah)

Kepada orang yang sudah sakit parah atau sudah mendekati penjenguk berkewajiban melakukan tiga hal:
1. Menghadapkan ke Kiblat. Abu Qotadah ra. menceritakan, bahwa ketika sampai di Madinah Nabi Muhammad saw. menanyakan seseorang yangbernama Al-Baro bin Ma’ruf. Lalu seseorang menjawab, "Dia sudah meninggal dan mewasiatkan sepertiga hartanya untuk engkau, dan mewasiatkan pula agar ia dihadapkan ke kiblat apabila sakit parah." Rosulullah saw. bersabda, "Perdapatnya benar." (HR Hakim dan Baihaqi)

2. Mengajarkan membaca kalimat tauhid. Muhammad Rosulullah saw. bersabda, "Kepada orang yang sakit parah, ajarkanlah olehmu membaca.kalimat Laa ilaaha illallaah." (HR. Muslim dari Abu Huroiroh ra)

3. Bacakanlah surat Yasin. Muhammad Rosulullah saw. bersabda, "Bacakanlah olehmu orang yang sakit parah surat Yasin." (HR. Abu Dawud dan Nasai dari Ma’gol bin Yasar ra.)

DOA MENJENGUK ORANG SAKIT

اللّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ اَذْهِبِ الْبَأْسَ اشْفِ فَأَنْتَ الشَّافيِ لاَ شِفَاءَ إِلاَّ شِفَاؤُكَ شِفَاءً لاَ يُغَادِرُ سَقَماً
  
ALLAHUMMA ROBBANNAS ADZHIBILBA' SA ISYFI ANTASYSYAFI LA SYIFAUKA SYIFA' AN LA YUGHODIRU SAQOMA .
Artinya ;
“Ya Allah Wahai Tuhan segala manusia, hilangkanlah penyakitnya, sembukanlah ia. (hanya) Engkaulah yang dapat menyembuhkannya, tidak ada kesembuhan melainkan kesembuhan dariMu, kesembuhan yang tidak kambuh lagi.” ( HR. Bukhori Muslim)


Kewajiban Memenuhi Undangan

Kewajiban Memenuhi Undangan

Untuk merayakan keberhasilan, khitanan, atau pernikahan biasanya diadakan selamatan. Dan jika kita diundang, maka dianjurkan menghadirinya. Abdullah bin Umar ra. memberitahukan Muhammad Rosulullah saw. bersabda, "Penuhilah suatu undangan apabila kamu memang diundang untuk menghadirinva." (HR. Muslim) Kata Nafi', 'Abdullah bin Umar memang senantiasa menghadiri setiap undangan, baik undangan pesta perkawinan atau bukan. Bahkan sekalipun dia sedang puasa.

Dalam mengadakan selamatan yang harus diperhatikan oleh tuan rumah, adalah mengutamakan mengundang fakir-miskin. Abu Hurairoh ra. rnengabarkan, Muhammad Rosulullah saw. bersabda “Seburuk-buruk makanan adalah makanan pesta, dimana s orang yang serharusnya datang (yakni para fikir miskin) tidak diundang. Sebaliknya orang-orang yang enggan datang (yakni orang-orang kaya)malah diundang. Dan siapa yang tidak memenuhi suatu, dia durhaka kepada Allah dan Rosul-Nya." (HR. Muslim)  Kalau kita diundang menghadiri Walimah, namun tidak memenuhinya berarti mendurhakai Allah dan Rosul-Nya.

Lalu bagaimana jika dalam waktu yang bersamaan ada dua undangan walimah? Maka kita harus menghadiri yang paling dekat dengan rumah kita. Humaid bin Abdurrohman Humairi mendengar dari seorang sahabat, bahwa Muhammad Rosulullah saw. bersabda, "Apabila ada dua undangan yang bersamaan, maka penuhilah yang paling dekat pintunya. Sebab yang paling dekat pintunya itulah tetangga terdekat. Lalu jika salah satu dari kedua undangan itu datang lebih dulu, maka penuhilahyang lebih dulu." (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Adakalanya kita enggan menghadiri undangan sendirian. Karena belum banyak kenal, misalnya. Nah kalau kita mengajak teman, haruslah seizin tuan rumah, apakah teman kita boleh masuk atau tidak. Jika tidak boleh masuk, namun kita tetap membawanya masuk, maka hidangan yang dimakan oleh teman kita itu terhitung haram. Kita juga mendapatkan bagian dosanya, karena seakan kita ikut mendukung tindakannya. Abu Huroiroh ra. rnemaparkan, Muhammad Rosulullah saw. bersabda, "Apabila salah seorang di antara kalian diundang ke walimah, lalu datang membawa teman, maka harus mendapat izin dari yang mengundang." (HR. Abu Dawud)

Doa Orang Bersin

Doa Orang Bersin

Ingatkah saudara sewaktu terserang flu. Saluran pernafasan kita tersumbat, dan terasa sangat tidak nyaman. Ketika bersin, kita merasakan sesuatu melegakan. Itulah salah satu nikmat yang dikaruniakan Allah SWT kepada kita semua. Untuk itu segeralah membaca tahmid. Bagi orang yang membaca tahmid atau hamdalah: "Alhamdulillahi robbil ‘alamiin" setelah bersin, bukan saja mendapatkan pahala karena bersyukur kepada-Nya, tetapi juga berhak memperoleh bacaan tasymid: Yarkhamukallaah (semoga Allah memberimu rahmat) dari orang yang mendengarnya.

Anas bin Malik ra. menceritakan, dua orang laki-laki bersin dekat Nabi Muhammad saw. Lalu yang satu ditasymitkan olehbeliau, sedangkan yang satu lagi tidak. Maka bertanyalah orang yang tidak ditasymitkan beliau, "Si Fulan bersin engkau tasymitkan, tetapi aku bersin tidak anda tasymitkan. Mengapa begitu, ya Rosulullah?" Beliau menjawab, "Yang ini sesudah bersin memuji Allah (mengucap tahmid), sedangkan kamu tidak “ (HR.Muslim) Jelaslah bahwa jika kita mendengar orang bersin lalu ia membaca tahmid, mata sunnah mendoakannya.

Orang yang bersin sewaktu sholat juga sangat baik jika membaca tahmid. Dan itu tidak membatalkan sholat, karena yang menganjurkan adalah Muhammad Rasulullah Saw. Rifa'a bin Rofi’ mengisahkan, "Aku pernah sholat di belakang Rosulullah saw. Lalu aku bersin, maka aku membaca Alhamdulillaah khamdan katsiiron thoyyban mubaarokan fiyh. Kamaa yukhibbu robbunaa wa yardhoo (Segala puji bagi Allah, pujian yang banyak, yang baik dan yang berkah, sebagaimana Tuhan kami senang dan rela). Tatkala usai sholat, masih menurut Rifa'a bin Rofi', Nabi Muhammad saw. bertanya: "Siapakah yang berbicara dalam sholat tadi?" Para sahabat terdiam. Beliau kemudian bertanya sekali lagi, dan tak ada yang menjawab, Ketika beliau bertanya ketiga kalinya, barulah Rifa’a menjawab: "Saya, Rosulullah." Beliau bersabda: "Demi dzat yang diriku dalam kekuasaan-Nya, sungguh ada antara tiga puluh atau lebih malaikat yang cepat-cepat membawanya ke atas langit (menuliskannya)." (HR. Nasai dan Tirmidzi)

Mengucap dan Menjawab Salam

Mengucap dan Menjawab Salam

LIMA HAK ORANG ISLAM ATAS ORANG ISLAM
UMAT Islam memiliki kewajiban atas umat Islam yang lain. Abu Huroiroh ra. mengungkapkan, Muhammad Rosulullah saw bersabda, "Hak orang Islam atas orang Islam lainnya ada lima: a) mengucap dan menjawab salam; b) mendoakan orang bersin; memenuhi undangan; d) menjenguk orang sakit; e) mengurus mayat; f) ta’ziyah; dan g) ziarah kubur." (HR. Bukhori Muslim)

MENGUCAP DAN MENJAWAB SALAM
Apabila kita bertemu atau akan berpisah dengan sesama muslim, diwajibkan mengucapkan salam yang telah diajarkan dalam Islam. Yakni Assalamu'alaikum wa rohmatullahi wa barakatuh (Semoga Allah melimpahkan keselamatan, rahmat, dan barokah kepadamu). Muhammad Rosulullah saw. bersabda: "Jika salah seorang di antara kalian bertemu dengan saudaranya, maka hendaklah dia mengucapkan salam. Jika keduanya dipisahkan oleh pohon, dinding, atau batu, bertemu kembali, maka hendaklah dia mengucapkan salam lagi." (HR. Abu Dawud dari Abu Huroiroh ra). Oleh karena "salam" dalam Islam ini mengandung doa, maka tidak hanya sekedar untuk bertegur sapa, melainkan juga:

1. suatu ajakan bersahabat antarumat Islam.
2. mempererat tali ukhuwah Islamiyah karena staling mendoakan
3. menegakkan syi'ar agama Allah SWT

Menyebarkan salam salah satu cara menggalang persatuan, dan dapat mengantarkan pelakunya ke surga. Abu Huroiroh ra.  mengabarkan, Rosulullah saw. bersabda: "Kalian tidak akan masuk surga sehingga kalian beriman, dan kalian tidak beriman sehingga kalian saling mencintai. Tidakkah kalian mau aku tunjukkan sesuatu yang apabila kalian kerjakan akan menjadikan kalian saling mencintai? Yaitu sebarkanlah salam di antara kalian. (HR. Muslim)

Anjuran mengucapkan salam ini tidak terbatas pada orang yang kita kenal saja. Kepada orang lain yang belum kita kenal sekalipun, asalkan dia muslim idealnya kita mengucapkan salam juga. Abdullah bin 'Amru bin Al-‘Ash ra. menceritakan bahwa ada seorang lelaki bertanya kepada Rosulullah saw. "Bagaimanakah Islam yang baik itu, ya Rosulullah?” Beliau bersabda, "Berilah makan kepada orang yang memerlukannya, dan ucapkanlah salam baik kepada orang yang sudah engkau kenal maupun orang yang belum engkau kenal". (HR. Muttafaqun 'Alaih)

 Ucapan salam juga boleh kita sampaikan kepada lawan sekalipun bukan muhrim. Hal ini pernah dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. Asma’ binti Yazid ra. mengatakan: "Rosulullah saw. pernah berjalan melewati kami dan melihat sekelompok wanita sedang duduk-duduk, maka beliau mengucapkan salam kepada kami." (HR. Abu Dawud) Bahkan janganlah kita enggan mengucapkan salam kepada anak-anak sekalipun. Sebab mereka juga berhak mendapat penghormatan. Anas bin Malik ra. menuturkan, Rosulullah saw. bertemu dengan beberapa anak, lalu beliau memberi salam kepada mereka. (HR. Muslim)

Siapakah yang wajib mengucapkan salam lebih dulu? Abu Huroiroh ra. mengutarakan, Rosulullah saw. bersabda: "Orang yang naik kendaraan memberikan salam kepada orang yang berjalan kaki, sedangkan orang yang berjalan memberikan salam kepada orang yang duduk, dan yang sedikit jumlahnya memberikan salam kepada yang lebih banyak." (Muttafaqun ‘Alaih) Namun dalam prakteknya tidak harus demikian. Sebab adakalanya yang berkendaraan lupa untuk mengucapkan salam lebih dulu kepada yang berjalan kaki. Jadi menurut kami, siapa yang teringat anjuran menyebarkan salam, sebaiknya dialah yang mengucapkan salam lebih dulu.

Orang yang mengucapkan salam lebih dulu termasuk orang yang baik keislamannya. Abu Umamah Sudhiy bin 'Al-Bahili ra., mengatakan: "Sesungguhnya sebaik-baik manusia menurut Allah adalah orang yang memulai mengucapkan b salam." (HR. Abu Dawud) Orang yang memberi salam lebih dulu dikatakan lebih baik, karena bisa dipastikan hatinya tidak punya prasangka apa-apa kepada orang lain. Dan salam yang dia ucapkan tentunya bertujuan untuk menjalin hubungan yang lebih baik.

Orang yang mengucap salam lebih dulu lebih dicintai Allah SWT. Ibnu Umar ra. mengatakan, Rosulullah saw. bersabda: "Apabila dua orang muslim bertemu lantas salah satunya memberi salam kepada yang maka yang mendahului mengucapkan salam lebih dicintai Allah SWT dan wajahnya lebih berseri-seri dari temannya itu. Apabila keduanya berjabat tangan, maka Allah akan menurunkan seratus rahmat kepada keduanya, (den gan ketentuan) bagi yang memulainya mendapat 90 rahmat dan yang diajak berjabat tangan mendapat 10 rahmat." (HR. Tirmidzi)

Semakin lengkap kalimat salam yang kita ucapkan, semakin besar pahalanya. Imron bin Husein ra. mengisahkan, ada seorang lelaki datang kepada Rosulullah saw. dengan mengucap, "Assalamulalaikum." Setelah menjawabnya, beliau bersabda: "Sepuluh." Kemudian datang orang lainnya dengan mengucap salam, "Assalamu'alaikum wa rohmatullaahi." Sesudah menjawabnya, Rosulullah saw. berkata, "Dua puluh." Selang beberapa waktu kemudian, datang orang yang lain seraya mengucapkan salam, "Assalamu'alaikum wa rohmatullaahi wa barokatuh." Setelah menjawabnya, Rosulullah saw. berkomentar, "Tiga puluh." (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi) Hadits ini menegaskan kepada kita, bahwa setiap perbuatan baik seperti mengucapkan salam, selalu ada pahalanya. Besar kecilnya pahala yang kita tergantung dari seberapa sempurna kita mengerjakannya. Jadi semakin lengkap salam yang kita ucapkan, semakin besar pahala yang kita peroleh.

Orang yang mendapat ucapan salam, juga wajib menjawabnya. Apabila orang yang diberi salam itu sendirian, maka ia harus langsung menjawabnya. Jika yang diberi salam itu banyak, kewajiban menjawabnya adalah fardhu kifayah. Yakni cukuplah salah seorang atau beberapa orang di antara mereka yang menjawabnya. Ali ra. menuturkan, Rosulullah saw. bersabda: "Apabila ada sejumlah jamaah lewat, cukuplah salah seorang di antara mereka yang member salam. Demikian juga orang-orang yang diberi salam, cukup salah seorang diantaranya yang menjawab." (HR. Abu Dawud)

Dalam menjawab salam juga disunnahkan secara lengkap. Keutamaan menjawab salam secara lengkap ditegaskan juga oleb Allah SWT. "Dan apabila kainu dihormati dengan suatu (salam) penghormata, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (penghormatan itu, yang sepadan) dengannya. Sungguh, Allah memperhitungkan segala sesuatu." (QS. 4/An-Nisa’: 86)

Kini sudah saatnya kita menyebarkan salam sebagaimana yang dianjurkan oleh panutan kita Muhammad Rosulullah saw. Bukankah melaksanakan sunnahnya memperoleh imbalan pahala? Jadi mari kita membiasakan mengucapkan salam mulai dari sekarang. Setidaknya dalam keluarga kita sendiri, ketika mau berangkat dan mau masuk rumah. Anas bin Malik ra. memberitahukan, Rosulullah saw. pernah bersabda kepadanya: "wahai anakku, jika kamu masuk ke keluargamu, maka ucapkanlah salam, niscaya akan menjadi berkah bagi kamu dan keluargamu." (HR. Tirmidzi) Sebab kebiasaan baik ini jika diikuti oleh anak-anak, mendatangkan pahala bagi kita.

Makalah Ahli Waris

Makalah Ahli Waris - AHLI WARIS YANG TERHALANG HAKNYA.

Dalam pembagian warisan terdapat istilah hijab (penghalang), (ahli waris terdekat dengan si mati atau yang menghalangi) dan mahjub (orang yang terhalang). Suatu misal, kakek tidak mendapatkan bagian warisan dari cucunya yang meninggal karena terhalang oleh anaknya selaku bapak si mati. Dalam hal ini tidak disebut mahjub dan bapak disebut hajib.

Ahli waris yang menjadi mahjub karena adanya hajib, yaitu :
1. Nenek, tidak mendapat warisan karena terhalang oleh ibu. Sebab ibu lebih dekat dengan si mati. Demikian juga kakek tidak mendapat warisan selama masih ada bapak si mati.

2. Saudara seibu, tidak mendapat warisan karena terhalang, oleh :
a. Anak, baik lelaki maupun wanita.
b. Cucu dari anak lelaki, baik lelaki maupun wanita.
c. Bapak
d. Kakek

3. Sudara seibu, tidak mendapat warisan sebab terhalang :
a. Bapak.
b. Anak lelaki
c. Cucu lelaki dari anak lelaki
d. Saudara lelaki seibu bapak.

4. saudara seibu bapak, tidak mendapat warisan sebab terhalang oleh salah satu hajib
a. anak laki-laki
b. cucu laki-laki dari anak laki-laki
c. bapak.

Para ahli waris dapat kehilangan hak untuk mendapatkan warisan, apabila :
1. hamba atau budak. Selama seorang berstatus budak, maka tidak mendapatkan warisan dari keluarganya yang meninggal. “Allah membuat perumpamaan seorang hamba sahaya di bawah kekuasaan orang lain, yang tidak berdaya berbuat sesuatu, dan seorang yang Kami beri rezeki yang baik, lalu dia menginfakkan sebagian rezeki itu secara sembunyi-sembunyi dan secara terang-terangan. Samakah mereka itu?” (QS.16/An-Nahl :75).

2. Pembunuh. Dalam hal ini ahli waris yang membunuh Al-Muwaris (si mati). Nabi Muhammad Rasulullah saw. bersabda “Yang membunuh tidak mewarisi dari yang dibunuhnya.” (HR. Nasai).

3. Murtad. Seseorang yang keluar dari agama Islam kehilangan hak untuk mewarisi harta keluarganya yang meninggal. Nabi Muhammad Rasulullah saw. bersabda “Orang Islam tidak dapat mewarisi harta orang kafir dan orang kafir pun tidak dapat menerima harta orang muslim.” (HR. Bukhori Muslim)

Pembagian Harta Warisan

Pembagian Harta Warisan

Berapakah besar harta pusaka yang harus diterima oleh masing-masing ahli waris? "Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara sama dengan bagian dua saudara wanita. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu." (QS. 4/An-Nisa': 176).

Yang dimaksudkan dalam ayat tersebut di atas, adalah bagian vang diperoleh anak perempuan sebanyak separoh dari bagian yang diperoleh anak laki-laki. Suatu misal, dalam sebuah keluarga terdapat seorang anak laki-laki dan dua orang anak wanita, maka pembagian warisannya dibagi empat. Dengan perincian, anak laki-laki tersebut menerima dua bagian (2/4) sedang dua anak perempuan itu masing-masing menerima 1 (satu) bagian (1/4).

Selanjutnya ketentuan pembagian harta warisan secara terperinci sebagai berikut:

1. Yang mendapat 1/2 (setengah) harta ialah : 
a. Seorang anak wanita satu-satunva mendapatkan separoh harta."... Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, maka ia memperoleh setengah harta (yang ditinggalkan)." (QS. 4/ An-Nisa’: 11).
b. Seorang cucu perempuan clari anak laki-laki, bila tidak ada anak perempuan. Hal ini menurut keterangan Iima Ijma (kesepakatan para ulama).
c. Saudara wanita seibu bapak, apabila satu-satunya.".... jika seorang meninggal dunia dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya." (03. 4/An-Nisa’: 176).
d. Suami, apabila istri yang meninggal dunia tidak memiliki anak. "Dan bagianmu (suami-suami) adalah seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu jika mereka tidak mempunyai anak." (QS. 4/An-Nisa’: 12).

2. Yang mendapat 1/4 (seperempat) harta, ialah : 
a. Suami, apabila istri yang meninggal dunia meninggalkan anak baik laki-laki maupun perempuan atau cucu dari anak laki-laki. "Jika mereka (istri-istrimu meninggal) mempunyai anak, maka kamu dapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya setelah (dipen uhi) wasiat yang mereka buat atau (dan sesudah dibayar) hutangnya.” (QS. 4/An-Nisa’: 12).
b. Istri, apabila suami tidak meninggalkan anak. “Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkanya, jika kamu tinggalkan, jika kamu tidak mempunyai anak. " (QS. 4/An-Nisa’:12 )

Dengan demikian firman Allah tersebut juga menegaskan, bahwa jika istri si mati lebih dari satu, maka yang seperempat harus dibagi rata.

3. Yang mendapat 1/8 (seperdelapan) harta ialah istri. 
Dengan ketentuan apabila suami yang meninggal mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki. "....Jika kamu mempunyai anak, maka para istri seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan, setelah (dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan setelah dibayar) hutang-hutangmu." (QS. An-Nisa’ : 12).

4. Yang mendapat 2/3 (dua pertiga), ialah
a. Dua anak wanita atau lebih dengan syarat jika tidak ada anak lelaki. "Jika anak semuanya anak perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan (bapak mereka)." (QS. An-Nisa’: 11).

b, Dua anak wanita atau lebih dari anak laki-laki (cucu wanita), bila tidak mempunyai anak perempuan. Hal ini diqiyaskan dengan anak perempuan, sebab hukum cucu (anak dari anak laki-laki) dalam beberapa perkara seperti hukum anak sejati.

c. Saudara-saudara perempuan seibu bapak.”… Jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya duapertiga dari harta yang ditinggalkan." (QS. 4/An-Nisa': 176).

5. Yang mendapat 1/3 (sepertiga), ialah : 
a. lbu, apabila yang meninggal tidak mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki dan tidak mempunvai saudara. "Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak, dan dia diwarisi oleh kedua ibu bapaknya (saja), maka ibunva mendapat sepertiga."(QS. 4/An-Nisa': 11).

b. Dua orang saudara atau lebih yang seibu, baik lelaki maupun wanita, "Jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersama-sama dalam bagian yang sepertiga itu setelah (dipenuhi) wasiat yang kamu buatnya atau (dan sesudah dibayar) hutannya dengan tidak menyusahkan (kepada ahli warisya.)." (QS. An-Nisai: 12) Yang dimaksud "rnenyusahkan ahli waris" di sini adalah tindakan-tindakan seperti: ( 1 ) berwasiat lebih dari sepertiga harta peninggalan; (2) berwasiat dengan maksud mengurangi harta warisan. Tetapi sekalipun wasiatnya kurang dari sepertiga harta jika ada niat mengurangi hak waris, juga tidak diperbolehkan.

6. Yang mendapat 1/6 (seperenam), ialah : 
a. Ibu dan bapak, apabila si mayat mempunyai anak, "Dan untuk kedua ibu bapak, bagian masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan,jika dia (yang meniinggal) mempunyai anak." (QS.4/Nisa’: 11).

b. Ibu,  jika si mayit mempunyai beberapa saudara. Jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (QS. 4/An-Nisa’ : 11)

c. Nenek (dari ibu atau dari bapak, jika ibu tidak ada). Sabda Muhammad Rosulullah saw. "Sesungguhnya Nabi saw. telah bagian nenek seperenam (1/6) harta." (HR. Zaid).

d. Cucu wanita dari anak laki-laki baik seorang atau lebih. Tapi jika si mayit mempunyai beberapa anak wanita, maka cucu wanita tidak memperoleh warisan. "Nabi saw telah memberikan seperenam untuk seorang anak wanita dari anak laki-laki yang beserta seorang anak wanita." (HR. Bukhori).

e. Kakek dari bapak juga mendapat seperenam (1/6), apabila beserta dengan anak cucu, sedang bapaknya tidak ada. Hal ini berdasarkan Ijma’ ulama.

f. Seorang saudara yang seibu, baik laki-laki maupun wanita. “Jika seseorang meninggal, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu) atau seorang Saudara (seibu), maka masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta." (QS. 4/ An-Nisa': 12).

g. Saudara wanita sebapak saja, baik seorang atau lebih. Namun jika saudara seibu bapak dua atau lebih maka saudara bapak tidak mendapat warisan. Hal itu berdasarkan Ijma’ ulama.

Pengertian Ahli Waris

Pengertian Ahli Waris - JUMLAH AHLI WARIS 

Jumlah ahli waris secara keseluruhan ada 24 (dua puluh ernpat) orang yang terdiri dari lima belas orang dan sepuluh orang wanita. Mereka ialah :

1. (empat belas) orang, laki-laki :
a. suami,
b. anak laki-laki
c. cucu Iaki-laki dari anak laki-laki;
d. bapak;
e. kakek dari bapak
f. saudura laki-laki seibu bapak
g. saudara laki-laki sebapak
h. saudara laki-laki seibu
i. anak laki-laki dari saudara laki-Iaki seibu bapak
j. anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak
k. paman seibu bapak
l. paman yang sebapak saja
m. anak dari paman yang seibu bapak
n. anak dari paman yang sebapak

Jika semua ahli waris itu ada, maka yang berhak menjadi warisan hanya tiga saja, ialah: bapak, anak laki-laki dan suami

2. 10 (sepuluh) orang wanita, yaitu
a. anak wanita
b. anak wanita dari anak laki-laki
c. ibu
d. ibu dari bapak (nenek)
e. ibu dari ibu (nenek)
f. saudara wanita seibu bapak
g. saudara wanita yang sebapak saja
h. saudara wanita yang seibu saja
i. istri
j. wanita yang memerdekakan si mayat.

Jika kesepuluh wanita ahli waris itu ada semuanya, maka yang dapat mewarisi harta si mayat hanya lima orang saja, ialah: a) istri; b) anak wanita; c) cucu wanita dari anak laki-laki; d) ibu; dan e) saudara wanita yang seibu sebapak

“Apabila semua ahli waris yang berjumlah 25 orang itu masih ada, maka yang tetap mendapat harta warisan yaitu istri atau suami, ibu dan bapak, anak laki-laki dan anak perempuan. Perlu diketahui bahwa anak yang dalam kandungan ibunya, juga berhak mendapatkan warisan. Hal itu didasarkan pada sabda Rasulullah saw. "Apabila menangis (hidup) anak yang baru lahir, ia berhak mendapat pusaka," (HR. Abu Dawud).

Pengertian Warisan : Pembagian Harta Warisan

Pengertian Warisan : Pembagian Harta Warisan

PENGERTIAN WARISAN, adalah berpindahnya hak dan kewajiban atas segala sesuatu baik harta maupun tanggungan dari orang yang telah meninggal dunia kepada keluarganya yang masih hidup. "Dan untuk masing-masing (laki-laki dan perempuan) Kami telah menetapkan para ahli waris atas apa vang ditinggalkan oleh kedua orang tuanya dan karib kerabatnya. Dan orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka, maka berikanlah kepada mereka bagiannya. Sungguh, Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu." (QS. 4/An-Nisa': 33)

Yang disebut harta warisan, adalah sisa dari kekayaan si mati setelah dipotong untuk:
1. menzakati harta yang ditinggalkan si mayat
2. membiayai pengurusan mayat. Yakni mulai dari biaya pengobatan dan ambulans (jika meninggal dunia di rumah sakit), pembelian kain kafan, nisan, penggalian kubur, dan lain-lain sampai pemakamannya;
Sabda Muhammad Rosulullah saw. "Kafanilah olehmu mayat dengan dua kain ihromnya." (HR. Jama'ah ahli hadits)
3. melunasi hutang-hutang si mayat, apabila ia memiliki hutang;
4. memenuhi wasiat si mayat, jika ia berwasiat yang besarnya tidak lebih dari sepertiga dari harta yang ditinggalkannya. "...(pembasrian harta pusaka itu) sesudah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) hutangnya." (QS. 4/An-Nisa': 11)

Yang berhak mendapat wasiat adalah selain ahli waris, karena ia sudah mendapat hak warisan. Muhammad Rosulullah saw. bersabda "Sesungguhnya Allah memberi kepada setiap orang yang berhak atas haknya. Oleh karena itu tidak ada wasiat bagi ahli waris” .(HR. Lima ahli hadits, kecuali Abu Dawud. Hadits ini juga disahkan oleh Tirmidzi dari Amr bin Khorijah ra.)

RUKUN DAN DASAR KEWARISAN 
Rukun kewarisan ada tiga.
# Al-Muwaris, ialah orang yang meninggal dunia.
# Ahli Waris, ialah orang yang akan mewarisi harta peninggalan si mati.
# Mauruts, adalah harta peninggalan si mati setelah dipotong biaya pengurusan mayit, melunasi hutangnya, dan melaksanakan wasiatnya yang tidak lebih dari sepertiga.

Dasar-dasar kewarisan menurut Hukum Islam (ashabul mirots),  ada tiga:

1. Kekeluargaan (qorobah), adalah pertalian hubungan darah yang menjadi dasar utama pewarisan. "Bagi laki-laki ada hak basian dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya. Dan bagi wanita juga ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orang tua, dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak sesuai ketentuan yang telah ditetapkan." (QS. 4/An-Nisa' : 7) "Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanva (daripada yang bukan kerabat) menurut kitab Allah." (QS. 8/ Al-Anfal: 75)

Pertalian darah ini dikelompokkan dalam tiga bagian:  
# ke atas (disebut ushul), ialah ibu-bapak, kakek-nenek, dan seterusnya;
# ke bawah (disebut furu’) ialah anak-cucu keturunan si mati;
# ke samping (disebut hawasyi), ialah saudara, paman, bibi, keponakan dari si mati.

Ditinjau ciari segi pembagiannya, ahli waris akibat pertalian darah ini dibagi menjadi tiga (3).
a. Ashhabul Furudinnasabiyyah, ialah golongan ahli-ahli waris yang mendapat bagian tertentu. Misal: 1/2 (setengah), 1 (sepertiga), dan lain-lainnya.

b. ‘Ashabah Nasabiyyah, ialah golongan ahli waris yang tidak mendapat bagian tertentu. Mereka mendapat sisa dari golongan pertama. Jika tidak ada golongan pertarna, golongan kedua ini berhak atas seluruh harta warisan.

c. Dzawil Arham, ialah kerabat yang agak jauh dengan si mati.

2. Semenda (mushoharoh), karena perkawinan yang syah. Sehingga suami istri berhak untuk saling mewarisi, apabila salah satu di antara mereka meninggal dunia sewaktu perkawinannya utuh. Ketentuannya, sebagai berikut:

a. Apabila istri yang meninggal dan tidak memiliki anak, suami mewarisi separoh dari harta peninggalan istrinya. Jika punya anak memperoleh seperempatnya. “Dan bagimu (suami-suami) tidaklah seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh (istri-istrimu), jika mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka (istri-istrimu) mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah (dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan setelah dibayar) hutangnya." (QS. 4/ An-Nisa': 12).

b. Apabila suami yang meninggal dan tidak memiliki anak, istri mewarisi seperempat dari peninggalan suaminya. Jika punya anak memperoleh seperdelapannya. "Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Apabila kamu mempumyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan (sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat, atau (dan setelah dibayar) hutang-hutangmu." (QS. An-Nisa': 12).

3. Wala adalah persaudaraan menurut hukum yang timbul karena membebaskan budak. Sabda Muhammad Rosulullah saw. "Hubungan orang yang memerdekakan budak dengan budak yang bersangkutan seperti hubungan turunan dengan turunan, tidak dijual dan tidak diberikan." (HR. Ibnu Khuzaimah, Rinu Hibban, dan Hakim). "Hak Wala’ itu hanya bagi orang yang telah membebaskan budak. Wala’ itu adalah suatu kerabat sebagai kerabat nasab yang tidak boleh dijual atau dihibahkan." (HR. Hakim).

Dengan demikian orang yang memiliki hak wala', berhak mewarisi harta peninggalan budaknya. Ditegaskan oleh Muhammad Rosulullah saw. "Sesungguhnya hak itu (mewaris) untuk orang yang memerdekakan," (Sepakat ahli hadis). Mereka itu disebut ahli waris golongan ‘Ushubah sababiyyah,

4. Hubungan agama. Apabila orang Islam yang meninggal dunia tidak mempunyai ahli waris, maka harta peninggalannya diserahkan ke Baitui Mal untuk kepentingan umat Islam. Sabda Muhammad Rosulullah saw. "Saya menjadi waris orang yang tidak mempunyai waris." (HR. Ahmad dan Abu Dawud). Tentu saja, Nabi Muhammad Rosulullah saw. menerima harta pusaka tersebut bukan untuk kepentingan pribadi keluarganya, melainkan untuk kepentingan umat islam.

Atau sebagiannya diwasiatkan kepada orang sesama muslim" Orang-orang yang memiliki hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu hendak berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama). Demikian itu adalah tertulis di dalam Kitab Allah." (QS. 33/Al-Ahzab: 6) Yang dimaksud berbuat baik di sini adalah memberi wasiat yang tidak lebih dari sepertiga harta.

Rujuk Dalam Islam

Rujuk Dalam Islam - RUJU' (BERSATU KEMBALI)
Pria yang menikah kembali dengan bekas istrinya disebut ruju’ /rujuk.

Hukum rujuk ada lima

1. Wajib, bagi suami yang menceraikan salah seorang istrinya sebelum dia sempurnakan pembagian waktunya terhadap yang ditalak.

2. Haram, jika ruju’ dilakukan dengan niat untuk menyakiti hati istri.

3. Makruh, apabila cerai lebih baik dan bermanfaat bagi keduanya.

4. Jaiz (boleh) merupakan hukum ruju' yang asli.

5. Sunnah, jika suami bermaksud memperbaiki keadaan istri. Atau ruju’ itu lebih bermanfaat bagi keduanya.

Rukun ruju' ada empat:

1. Syarat untuk istri.

a) Sebelum talak pernah digauli, sebab istri yang belum digauli jika ditalak tidak memiliki masa iddah.
b) Istri yang diruju’ harus ditentukan, apabila si suami telah mentalak beberapa istrinya.

2. Atas kehendak suami sendiri, bukan karena dipaksa.

3. Saksi. Mengenai hal ini sebagian ulama mengatakan, wajib. Sebagian ulama yang lain mengatakan, sunnah. "Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka ruju’lah (kembali kepada) mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu. Dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah." (QS. 65/ Ath-Tholaq: 2)

4. Sighot (lafadz ruju’)

a) berterus terang. Misalnya: "Aku ingin menikahimu kembali."
b) sindiran, "Saya pegang engkau". Ruju’ dianggap tidak syah apabila kalimatnya digantungkan. Misalnya: "Saya kembali kepadamu jika engkau suka." Atau "Apabila memungkinkan saya kembali kepadamu."

Masa Iddah Wanita

Masa Iddah Wanita

Masa menanti bagi seorang wanita yang diceraikan suaminya atau suaminya meninggal dunia disebut iddah. Gunanya untuk mengetahui, apakah kandungan wanita itu berisi atau tidak. Sebab, wanita yang ditinggal suaminya adakalanya sedang hamil. Karena ada dua macam masa iddah. 

1. Iddah karena suaminya meninggal dunia, adalah selama 4 bulan 10 hari. "Dan orang-orang yang mati di antara kamu serta meninggalkan istri-istri, hendaklah mereka (istri-istri) itu menunggu empat bulan sepuluh hari. Maka jika telah sampai (akhir masa) iddah mereka, tiada dosa bagimu (walinya) mengenai apa yang mereka lakukan terhadap diri mereka (berhias, bepergian, atau menerima pinangan) menurut yang patut. Dan Allah mengetahui apa yang kamu perbuat." (QS 2/Al-Baqoroh : 234) 

2. Iddah karena cerai hidup adalah tiga kali suci. "Para istri yang diceraikan (wajib) menahan diri mereka (menunggu) tiga kali suci." (QS. 2/Al-Baqoroh: 228). Apabila wanita itu tidak mempunyai haidh (kotoran), iddahnya 3 bulan. "Wanita-wanita yang tidak haid lagi (monopouse) di antara istri-istrimu, jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya) maka iddahnya adalah tiga bulan, dan begitu (juga) wanita-wanita yang belum pernah haidh dari kecilnya." (QS. 65/Ath-Tholaq: 4).
3. Bagi janda yang hamil, ketika diceraikan atau karena suaminya meninggal dunia, masa iddahnya sampai ia melahirkan. Firman Allah SWT. "Wanita-wanita yang hamil, waktu iddah mereka itu sampai mereka melahirkan kandungannya. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia menjadikan kemudahan baginya dalam urusannya." (OS. 65/Ath-Tholaq: 4).

 4. Dan istri yang diceraikan suaminya sebelum sempat digauli, tidak ada iddah. "Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi wanita-wanita mukmin, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya, maka tidak ada masa iddah atas mereka yang perlu kamu perhitungkan. Namun berilah mereka mut’ah (sesuatu yang menyenangkan hatinya) dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya." (QS. 33/Al- Ahzab: 49).

Dalam masa iddah, wanita memiliki hak dengan ketentuan : 
1. Wanita yang taat dalam iddah roj’iyah berhak menerima tempat tinggal, pakaian dan nafkah dari bekas suaminya, kecuali istri yang durhaka. Muhammad Rosulullah saw. bersabda, "Wanita yang berhak mengambil nafkah dan rumah kediaman dari bekas suaminya, jika bekas suaminya itu berhak rujuk kepadanya." (HR. Ahmad dan Nasai dari Fatimah binti Qois ra.). 

2. Wanita dalam iddah ba'in, jika mengandung berhak juga mengambil rumah kediaman. "Dan jika mereka yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya sampai mereka bersalin. Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anakmu) berikanlah imbalannya kepada mereka dan musyawarahkanlah (segala sesuatu) di antara kamu dengan baik, dan jika kamu menemui kesulitan, maka wanita lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya." (QS. 65/Ath-Tholaq: 6). 

3. Wanita dalam iddah ba’in, tidak hamil baik talak tebus maupun talak tiga, menurut sebagian ulama tidak berhak mendapat nafkah maupun tempat tinggal. Fatimah binti Qois menyatakan, bahwa Nabi saw. bersabda perihal wanita yang ditalak tiga. “Dia tidak berhak (memperoleh ) tempat tinggal, juga tidak nafkah." (HR. Ahmad dan Muslim).
 4. Wanita dalam iddah wafat (cerai karena suami meninggal dunia),  tidak memiliki hak sama sekali meskipun mengandung, karena ia dan anak yang dikandungnya telah mendapat hak pusaka/warisan dari suaminya yang meninggal itu. Muhammad saw. bersabda, "Janda hamil yang ditinggal mati suaminva, tidak berhak mengambil nafkah." (HR. Daruquthni). 


Talak Dalam Islam

Talak Dalam Islam
CERAI (TALAK) adalah melepaskan ikatan pernikahan. Hal ini diperbolehkan dalam ajaran Islam dengan pertimbangan: apabila diantara suami istri sudah tidak ada kecocokan lagi untuk mempertahankan perkawinan karena berbagai alasan dan karena dipandang dapat membawa kebaikan pada keduanya. Sebab, jika sudah tidak ada lagi kecocokan dan kasih sayang di antara suami istri, dipaksa untuk mempertahankan perkawinan, sama saja dengan memenjarakan mereka dalam penderitaan.

HUKUM DAN KALIMAT CERAI 
Sekalipun cerai diperbolehkan dalam Islam, namun bukan merupakan suatu jalan yang terpuji. Umar ra. mengemukakan, Muhammad Rosulullah saw. bersabda, "Barang halal yang sangat dibenci oleh Allah SWT adalah perceraian." (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).

Ditinjau dari segi kebaikan dan keburukannya, hukum cerai ada empat. 
1. Wajib, jika perselisihan suami istri oleh hakim yang menanganinya dipandang tidak mungkin didamaikan lagi. 

2. Sunnat, jika suami tidak mampu lagi menafkahi istri atau si istri tidak dapat menjaga kehormatannya. Seorang pria mengadu kepada Nabi Muhammad Rosulullah saw. "Istriku tidak menolak uluran tangan orang (pria) lain yang menyentuhnya." Rosulullah saw menjawab: hendaklah engkau ceraikan saja wanita itu." (Al Hadis). 

3. Haram, jika menjatuhkan cerai saat istri sedang haid atau sewaktu suci dan telah dicampurinya waktu suci itu. 

4. Makruh, yakni hukum asal cerai.

Kalimat untuk menjatuhkan cerai ada dua macam.  
1. Sharih (terang-terangan), yakni kalimat cerai yang diucapkan secara terbuka. Misalnya, "saya ceraikan kamu".

2. Kinayah (sindiran), kalimat cerai yang diucapkan secara samar. Misalnya, "Pulanglah ke rumah keluargamu." Atau, "pergilah dari sini." Perbedaan kedua kalimat itu, adalah kalimat sharih (terang-terangan) walau diucapkan tanpa niat menceraikan, berarti sudah jatuh cerai. Dengan demikian suami istri itu sudah tidak boleh bercampur lagi. Sedangkan kalimat kinayah (sindiran) jika tidak disertai dengan mat menceraikan berarti belum jatuh talak. 
Talak yang dijatuhkan oleh seorang suami kepada istrinya maksimal hanya tiga kali. 

1. Talak pertama, suami-istri masih boleh rujuk sebelum habis masa iddahnya 

2. Talak kedua, suami-istri masih boleh rujuk sebelum habis masa iddahnya. Firman Allah SWT. "Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan (rujuk kembali) dengan baik, atau melepaskan (menceraikan) dengan balk." (QS. 2/Al-Baqoroh: 229). 

3. Talak tiga, boleh rujuk kembali dengan catatan si wanita telab nikah dengan orang lain lalu bercerai dengan suami keduanya itu. Firman Allah SWT. "Kemudian jika dia menceraikannya (setelah talak tiga) maka wanita itu tidak halal lagi baginya sebelum dia menikah dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada doa bagi keduanya (suami pertama dan bekas istri) untuk menikah kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukuin Allah." (QS. 2 /Al-Baqoroh)

Tentu saja perkawinan si istri yang telah ditalak tiga dengan suami berikutnya, bukan perkawinan sandiwara. Sebab ada wanita yang terlanjur ditalak tiga, lalu karena ingin kembali dengan suaminya ia menikah dengan lelaki lain sebatas sandiwara (tanpa melakukan hubungan suami istri).


Poligami Dalam Islam : poligami menurut Islam

Poligami Dalam Islam : poligami menurut Islam

Sesungguhnya poligami sudah ada jauh sebelum kedatangan Islam. Poligami itu sendiri tidak hanya ada dalam masyarakat Arab (Timur Tengah), tetapi juga terjadi di masyarakat Barat, bahkan masyarakat Timur Jauh termasuk di Indonesia, terutama dilakukan oleh raja-raja zaman dulu. Mereka pada umumnya selain mempunyai seorang permai suri, juga mempunyai belasan istri simpanan. Sedangkan Islam, mengizinkan orang berpoligami maksimal dengan empat orang istri. Dengan demikian, berarti Islam tidak menganjurkan kaum pria untuuk berpoligami melainkan membatasi kaum pria dalam berpoligami.

Mengapa ajaran Islam membolehkan kaum pria berpoligami? Jawaban untuk pertanyaan ini sesungguhnya cukup banyak dalam fakta kehidupan sehari-hari, antara lain:

1. Ada seorang istri yang sering sakit-sakitan sehingga tidak mamipu melaksanakan tugasnya,memenuhi kebutuhan biologis. Menghadapi rnasalah seperti inilah, Islam memberikan jalan pemecahan terbaik dan rasional, yakni mengizinkan suami berpoligami agar kebutuhan biologisnya tersalurkan dengan baik, dan tidak sampai jatuh dalam perzinaan.

2. Ada seorang istri yang mandul, sehingga mustahil dapat memberikan keturunan kepada suaminya. Padahal bukankah salah satu tujuan pernikahan adalah untuk mengembang-biakkan keturunan? Dalam kasus semacam ini suami diperkenankan berpoligami.

3. Ada juga suami istri yang sudah dikaruniai keturunan, tetapi suaminya memiliki "hasrat berhubungan intim" melebibi standard "hasrat" pria normal pada umumnya. Misalnya rata-rata suami normal berhubungan intim dengan istrinya maksimal dua hari sekali, tetapi suami yang melebihi standard normal inl menginginkan berhubungan intim setiap hari dan ternyata tidak mengganggu kesehatannya. Suami seperti itu sebaiknya memang diizinkan berpoligami, agar tidak terjerumus ke perbuatan maksiat.

Dalam membolehkan pemeluknya berpoligami, Islam menetapkan satu syarat yang tidak bisa ditawar, yakni suami harus berbuat adil terhadap istri-istrinya. "Nikahilah wanita yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Tetapi jika kamu takut tidak mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja." (QS. 4/ An-Nisa: 3) Pengertian adil di sini, meliputi pangan, sandang, papan, waktu bergilir, dan kelembutan bergaul serta perlindungan. Sedangkan keadilan dalam soal cinta dan kasih sayang tidak dituntut, karena manusia tidak akan mampu melakukannya.

 Karena poligami ini diperbolehkan oleh Allah SWT, maka sebaiknya saudara pembaca jangan menentangnya habis-habisan. Sebab orang-orang yang menentang ayat Al-Qu’ran, berarti mendurhakai-Nya. Apalagi jika sampai mendustakannya dengan mengatakan bahwa ayat tersebut tidak ada, berarti saudara bukan orang yang beriman. Lalu bagaimana kita menyikapi soal poligami ini?

Jika saudara keberatan soal poligami, sebaiknya saudara menanggapinya sebagaimana perintah haji. Katakan saja: "belum siap". Sebab berpoligami itu periu persiapan lahir dan batin. Dan tidak cukup hanya berlaku adil, melainkan juga harus mampu secara ekonomi agar semua anak-anak kita dapat bersekolah setinggi-tingginya.

Kepada saudara pembaca penulis mengingatkan, jangan terhasut oleh pernyataan "poligami sama dengan melegitimasi perzinahan". Sebab perbuatan yang lebih pas dengan melegitimasi perzinahan adalah pembuatan lokalisasi. Ironisnya kenapa mereka berani menentang habis-habisan poligami yang sudah diatur oleh Allah SWT, tetapi membiarkan menjamurnya lokalisasi pelacuran bikinan manusia?

Seorang istri pun harus menyadari sepenuhnya, bahwa suami yang nekat melakukan poligami itu berarti dia benar-benar takut kepada Allah SWT. Sedangkan para suami yang tidak berpoligami tetapi suka selingkuh adalah cermin hanya takut pada istri.

Dan dalam perselingkuhan banyak pelanggaran dilakukan, setidaknya:
# suami suka berbohong, berarti tidak menghargai istri dan anak-anaknya;
# kejiwaan suami sulit terkontrol, balikan cenderung, Akibatnya kalau di rumah cenderung marah-marah;
# pengeluaran harta suami lebih boros, karena harga perselingkuhan lebih mahal dibandingkan dengan berpoligami
# perselingkuhan adalah suatu dosa. Salah satu akibat dari dosa adalah menyempitkan rezeki serta hilanglah keberkahannya. Hal ini tentu berdampak buruk juga bagi keluarga;
# kemungkinan besar suami terkena penyakit kelamin, jik a untuk tergonda untuk gonta-ganti pasangan.

Artikel Rumah Tangga : Ila' , Li'an

Artikel Rumah Tangga : Ila' , Li'an

ILA’ (SUMPAH UNTUK TIDAK MENGGAULI) 
Ila’ adalah sumpah suami untuk tidak menggauli istrinya dalam waktu selama empat bulan atau selamanya. Pada masa sebelum terkena sumpah ila’ umumnya terkatung-katung.  Yakni setelah empat bulan berlalu, tidak ada kepastian. Si istri tidak dicampuri kembali, tetapi juga tidak dicerai. Akibatnya pihak wanita yang tersiksa dan penyiksaan semacam itu tidak dibenarkan dalam Islam. Karena itu Islam mengubah adat jahiliyah tersebut agar sang suami mengambil keputusan kembali kepada istrinya atau cerai setelah berlalu masa empat bulan itu. Jika kembali dicampuri itu lebih baik. Andai dicerai, si istri pun bebas menikah lagi. "Bagi orang yang meng-ila’ istrinya (yakni bersumpah tidak akan mencarnpuri istrinya) harus menunggu empat bulan. Kemudian jika mereka kembali (kepada istrinya) , maka sungguh Allah Maha Pengampun Maha Penyantun. Dan jika mereka berketetapan hati hendak menceraikan, maka sungguh Allah Mendengar, Maha Mengetahui." (QS. 2/Al-Baqoroh: 226-227). Jika suami kembali sebelum habis masa sumpahnya, maka ia wajib membayar denda (kifarat).

Ada tiga pendapat tentang cara kembali dari sumpah ila':
1. mencabut sumpahnya dengan membayar denda sumpah, atau mencampuri kembali setelah masa ditetapkan. Apabila setelah masa sumpah suami tidak kembali, maka jatuhlah talaq.
2. memilih campur kembali, namun jika berhalangan boleh secara lisan atau niat saja.
3. cukup kembali dengan lisan, baik ketika berhalangan atau tidak.

LI’AN (MENUDUH ISTRI BERZINA)
Li'an adalah tuduhan suami, bahwa istrinya berbuat zina dengan pria lain. Misalnya, "Demi Allah tuduhanku terhadap istriku, bahwa ia telah berbuat zina adalah benar."Dan jika diyakini dalam rahim istrinya ada bibit bukan bibitnya, harus diucapkan juga secara tegas. Sumpah li'an ini harus diulangi empat kali, kemudian ditambah kalimat: "Atasku laknat Allah jika sekiranya aku dusta dalam tuduhanku." Allah SWT berfirman, "Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina)padahal mereka tidak mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka kesaksian masing-masing orang itu empat kali bersumpah dengan (nama) Allah bahwa sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang berkata benar. Dan (sumpah ) yang kelima, bahwa laknat Allah akan menimpanya, jika ia termasuk orang yang berdusta." (QS, 24/ Au-Nur: 6-7).

Akibat dari sumpah li’an ini, maka:
1) suami tidak dikenakan hukuman "menuduh zina" berupa 80 kali dera (cambukan).
2) si istri wajib dihukum dengan hukuman zina muchson, yakni dirajam sampai mati.
3) suami istri bercerai selama-lamanya.
4) jika ada anak akibat zina, anak itu tidak dapat diakui oleh suami.

Apabila si istri ingin melepaskan diri dari hukuman zina, maka boleh membalas sumpah suami."Dan istri itu terhindar dari hukuman (zina) apabila dia bersumpuh empat kali atas (nama) Allah bahwa dia (suaminya) benar-benar termasuk orang-orang yang berdusta. Dan (sumpah) yang kelima, bahwa kemurkaan Allah akan menimpanya (istri) jika dia (suaminya) termasuk orang yang berkata benar." (QS. 24/An-Nur: 8-9).

Jika si istri melahirkan anak dalam keadaan suami istri berli'an, maka anak itu menjadi hak ibunya.  Amr Syu'aib mendengar cerita dari ayahnya, bahwa "Rosulullah saw. memutuskan tentang anak dari suami istri yang berli'an, maka anak itu menjadi ahli waris ibunya dan si ibu mewarisi harta anaknya. Orang yang menuduh ibunya (berzina) dihukum cambuk 80 kali". (HR. Ahmad)

Konflik Dalam Rumah Tangga : Durhaka Kepada Suami (NUSYUZ)

Konflik Dalam Rumah Tangga : Durhaka Kepada Suami (NUSYUZ) 

Nusyuz adalah tindakan istri menentang kehendak suami yang bertentangan dengan hukum agama. Apabila kehendak suami bertentangan atau tidak dapat dibenarkan oleh agama, maka istri berhak menolaknya. Dan penolakan tersebut tidak dapat digolongkan sebagai nusyuz (durhaka)

Tindakan istri yang dapat digolongkan nusyuz, antara lain :
1. Istri menolak ajakan suami untuk “bercampur”. Abu Hurairoh mengatakan Muhammad Rasulullah saw. Bersabda “Apabila suami mengajak istrinya ke tempat tidur, tetapi si istri tidak bersedia, jika suami marah sepanjang malam itu, maka sepanjang malam itu pula malaikat-malaikat mengutuk si istri. (sepakat ahli hadits).

Sanksi tersebut dikenakan pada istri yang menolak ajakan suami tanpa udzur seperti sakit. Dalam saol yang satu ini, si suami haruslah bertindak dewasa.

Jika kalau saudara menghadapi penolakan dari istri, cobalah pahami beberapa hal berikut ini :
a. Mungkin istri saudara sedang sangat lelah
b. Barangkali istri saudara sedang tidak mood karena ada masalah yang mengganggunya. Misalnya karena ketiadaan untuk membayar sekolah anak-anak, belum bayar ini, bayar itu, dan lain sebagainya dan
c. Boleh jadi istri saudara jenuh dengan suasana rumah, terutama bagi istri yang tidak bekerja di luar rumah.

Apabila semua itu bisa dipahami, insya Allah saudara bisa bersabar. Sebab kemarahan saudara hanya membuat si istri semakin terbebani. Kasihan ‘kan, ia sudah melakukan banyak hal, namun masih harus menanggung dosa karena kita. Jadi sebaiknya kita memaafkannya.Sebaliknya istri pun janganlah menolak ajakan suami, kecuali jika benar-benar sangat lelah atau kurang sehat.

2. Istri bicara atau bersikap kasar hingga melukai perasaan suami.  Muhammad Rosulullah saw. bersabda: "Barangsiapa (di antara wanita yang meninggal dunia dan ketika itu suaminya suka kepadanya, maka wanita itu akan masuk surga." (HR. Ibnu Majah dan Tirmizi dari Ummu Salamah ra.).

3.Istri memanfaatkan harta suaminva untuk memanjakan keluarganya tanpa seizin suaminya. Muhammad Rosulullah saw. bersabda: "Wanita tidak boleh membelanjakan sesuatu dari rumah suaminya, kecuali dengan izin (suaminya)nya." Seseorang bertanya: "Wahai Rosulullah, apakah termasuk makanan?" Sabda Rosulullah saw.: "Itu adalah kekayaan paling utama." (HR Tirmidzi)

 Ada tiga langkah yang harus dilakukan suami menghadapi istrinya yang nusyuz (durhaka). "Wanita-wanita yang kamu khawatirkan akan durhaka, maka nasehatilah mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (bila perlu) pukullah niereka."(QS. An-Nisa': 34) Jadi jika suami mengetahui tanda-tanda kedurhakaan istrinya, pertama harus menasehatinya. Jika sikapnya tetap saja, maka suami berhak pisah tempat tidur. Dan apabila si istri masih tetap membandel, maka suami diperbolehkan memukulnya sebagai pelajaran, bukan untuk menyakiti atau menyiksa.  Dan apabila istri sudah kembali taat, suami dilarang mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.


 Istri yang durhaka tidak berhak menuntut uang belanja,  meminta pakaian dan meminta waktu bercampur. "Dan mereka (para wanita) memiliki hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut. Tetapi para suami mempunyai kelebihan di atas mereka.” ( QS.2/Al-Baqoroh: 228).


Rumah Tangga Dalam Islam

Rumah Tangga Dalam Islam : PROBLEMATIKA SUAMI ISTRI

DALAM kehidupan rumah-tangga, sesungguhnya suami-istri memiliki hak dan kewajiban yang seimbang sesuai dengan kodrat masing-masing. Dan keduanya dituntut menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya. "Dan mereka (para wanita) memiliki hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut. Tetapi para suami, mempunyai kelebihan di atas mereka. Dan Allah Mahaperkasa Mahabijaksana." (QS. 2/Al-Baqoroh: 228) Suami memiliki hak lebih di atas istri, karena suami antara lain bertanggung jawab terhadap keselamatan dan kesejahteraan rumah tangga. "Pria (suami) pelindung bagi wanita (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (pria) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (pria) telah memberikan nafkah dari hartanya." (QS. 4/ An-Nisa’: 34)

Tentang pergaulan suami istri pun telah dipaparkan secara gamblang dalam Al-Qur'an. "Maka wanita-wanita yang saleh ialah wanita yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka)." (QS. 4/An-Nisa’: 34) Yang dimaksud "karena Allah telah menjaga (mereka) adalah Allah telah mewajibkan kepada suami untuk menggauli istrinya dengan baik. Jadi seorang wanita haruslah memelihara kehormatannya, kehormatan suaminya, rahasia suami dan keluarganya, dan rahasia rumah tangganya.

Kewajiban suami terhadap istri secara garis besarnya,  antara lain sebagai berikut:

1. Memberi nafkah lahir (sandang, pangan, dan papan) dan batin sebaik-baiknya sesuai dengan kesanggupan suami. "Hendaklah yang memiliki kelapangan memberi nafkah menurut kemampuannya, dan orang yang terbatas rezekinya, hendaklah nafkah dari harta yang Allah berikan kepadanya." (QS. 65/ Ath-Tholaq: 7). Maksudnya jika kita berpenghasilan besar, maka janganlah pelit dalam memberi nafkah kepada istri. Sebaliknya penghasilan kita pas-pasan, jangan mengabaikan kewajiban untuk menafkahi istri meskipun seadanya.

2. Bersikaplah kepada istri seperti yang ia inginkan, selama itu tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Muhammad Rosulullah saw. bersabda, "Orang mukmin yang sempurna imannya ialah yang paling baik akhlaknya. Dan sebaik-baik pribadi ialah orang yang paling baik terhadap istrinya." (HR. Ahmad At-Tirmidzi dari Abu Huroiroh ra.)

3. Suami berkewajiban mendidik dan mengajar istri untuk memenuhi segala perintah Allah SWT dan menjauhi segala larangan-Nya;

4. Suami berkewajiban mendidiknya untuk berperilaku terpuji. Sabda Muhammad Rosulullah saw. "Takutlah engkau kepada Allah SWT dalam urusan wanita. Sesungguhnya mereka adalah amanat disisimu. Barangsiapa ticlak memerintahkan dan mengajarkan sholat kepada istrinya, berarti ia berkhianat kepada Allah SWT dan rosul-Nya." (Al Hadis);

5. Bergaullah dengan mereka secara patut (baik). "Dan bergaullah dengan mereka menurut cara yang patut.
Jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena barangkali kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya." (QS. 4/An-Nisa': 19). Ayat ini menyiratkan pengajaran bahwa agar kita berhati-hati dan mempertimbangkan secara matang jika ada keinginan menceraikan istri. Sabda Muhammad Rosulullah saw. "Jika seorang suami benci karena ada sesuatu yang kurang dari perangai istrinya, maka ketahuilah bahwa pada bagian yang lain ada yang menyenangkan." (HR. Muslim);

6. Janganlah bertindak sewenang-wenang. Ajaklah ia ber-musyawarah dan jika pendapat saudara yang benar, arahkan ia pada pendapat anda secara halus seperti yang dilakukan Muhammad Rosuluilah saw. terhadap istri-istrinya;

7. Berdandanlah untuk menyenangkan hati istri; dan

8. Membantu pekerjaan sehari-hari istri seperti yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. Aisyah ra.mengatakan: "Dulu Rosulullah sering membantu pekerjaan keluarganya, beliau hanya keluar untuk sholat jika waktu sholat telah tiba." (HR. Bukhori dan Tirmidzi).

Kewajiban istri terhadap suami secara garis besarnya sebagai berikut: 

1. Taat dan patuh kepada suami. Sabda Muhammad Rosulullah saw. "Seandainya aku boleh memerintahkan manusia bersujud kepada manusia lain, akan aku perintahkan istri untuk bersujud kepaik suaminya, karenabesarnya hak suami yang dianugerahkan Allah kepada mereka." (HR. Tirmidzi).

2. Menjaga kehormatan dirinya. Muhammad Rosulullah saw. bersabda: "Sebaik-baik istrimu adalah yang murni dan bersyahwat. Yakni murni menjaga kehormatan dirinya (dari pandangan dan bernafsu terhadap suaminya."(HR. Ad-Dailami dari Anas ra.)Termasuk dalam upaya menjaga kehormatan diri adalah, menghindari tatapan penuh syahwat dari lelaki selain suaminya. Untuk itu sebaiknya seorang wanita yang sudah bersuami berdandan atau bertingkah yang dapat membuat lelaki tertarik kepadanya.

3. Menyenangkan suaminya. Muhammad Rosulullah bersabda, "Ciri wanita yang baik adalah wanita yang menyenangkan suaminya sewaktu suaminya memandangnya, juga taat kepadanya ketika suaminya menyuruhnya, dan tidak menentangnya baik diri maupun harta suaminya dengan hal-hal yang tidak suaminya". (HR. Ash-habus Sunan)

4. Istri tidak boleh bepergian tanpa seizin suaminya. Rosuluilah saw, bersabda, "Tiada seorang wanita yang keluar tanpa seizin suaminya, melainkan ia akan dilaknat oleh yang disinari matahari sampai ular-ular dalam laut." (Al Hadits)

5. Menjaga harta suami. Maksudnya istri tidak boleh membelanjakan atau menghadiahkan harta suami tanpa seizinnya.

6. Memotovasi suami agar beribadah kepada Allah SWT. Muhammad Rasulullah saw. Bersabda “Harta yang utama adalah, lisan yang senantiasa berdizkir, hati yang senantiasa bersyukur dan istri beriman yang membantu suami menegakkan bangunan imannya”. (HR Ibnu Majah dan Tirmidzi dari Tsauban ra.)

7. Mengatur urusan rumah tangga, dan turut serta mendidik anak-anaknya.

Walimatul Ursi (walimah pernikahan)

Walimatul Ursi  (walimah pernikahan)

Bila disebut walimahan orang akan segera menafsirkan walimatul ursi (walimahan pengantin). Maksudnya pesta pernikahan sebagai ungkapan rasa syukur atas nikmat Allah SWT berupa berlangsungnya akad nikah. Hukum walimah ini sunnah muakkad. Pelaksanaannya hendaklah sehatas kemampuan. Sebab Islam mencegah sedekah semacarn itu dengan memaksakan diri, misalnya dengan mencari hutang, karena hal itu memberatkan. Selain itu harus disadari, daripada uang dihambur-hamburkan hanya untuk selamatan, lebih baik digunakan untuk keperluan yang lebih bermanfaat.  Misalnya untuk mengontrak rumah atau membeli perabotan rumah tangga. Sebab pengantin baru harus memulai kehidupan  dari awal dan semua itu memerlukan banyak uang.

Ada beberapa hadits yang menerangkan masalah walimatul ursi ini.

1.       Anas bin Malik ra. berkata: "Aku melihat Rosulullah saw membuat walimah untuk istri-istri beliau seperti walimah yang diselenggarakan untuk istri yang bernama Zainab. Beliau waktu itu memotong seekor kambing." (HR. Muslim).

2.       Shofiyah binti Syaibah ra. berkata, "Rusulullah telah membuat walimah untuk sebagian istri-istri beliau dengan dua mud (1 mud= 6 ons) dari syair (tepung jagung)." (HR. Muslim).

3.       Muhammad Rosulullah saw. bersabda. "Kalau di antara kamu diundang (walimah), maka datanglah. Jika kamu berpuasa, maka doakanlah dan apabila kamu tidak sedang berpuasa, maka makanlah." (HR.Muslim).

4.       Muhammad Rosulullah saw. bersabda. "Sejelek-jelek jamuan adalah jamuan walimah di mana yang diundang hanya orang-orang kaya, sedangkan orang-orang miskin dilupakan. Barangsiapa tidak mendatangi undangan yang tidak seperti itu, maka berarti ia mendurhakai Allah dan rosul-Nya." (HR. Muslim).


Contoh Dakwah Islam - Artikel Populer