CERAI (TALAK) adalah melepaskan ikatan pernikahan. Hal ini diperbolehkan dalam ajaran Islam dengan pertimbangan: apabila diantara suami istri sudah tidak ada kecocokan lagi untuk mempertahankan perkawinan karena berbagai alasan dan karena dipandang dapat membawa kebaikan pada keduanya. Sebab, jika sudah tidak ada lagi kecocokan dan kasih sayang di antara suami istri, dipaksa untuk mempertahankan perkawinan, sama saja dengan memenjarakan mereka dalam penderitaan.
HUKUM DAN KALIMAT CERAI
Sekalipun cerai diperbolehkan dalam Islam, namun bukan merupakan suatu jalan yang terpuji. Umar ra. mengemukakan, Muhammad Rosulullah saw. bersabda, "Barang halal yang sangat dibenci oleh Allah SWT adalah perceraian." (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Ditinjau dari segi kebaikan dan keburukannya, hukum cerai ada empat.
1. Wajib, jika perselisihan suami istri oleh hakim yang menanganinya dipandang tidak mungkin didamaikan lagi.
2. Sunnat, jika suami tidak mampu lagi menafkahi istri atau si istri tidak dapat menjaga kehormatannya. Seorang pria mengadu kepada Nabi Muhammad Rosulullah saw. "Istriku tidak menolak uluran tangan orang (pria) lain yang menyentuhnya." Rosulullah saw menjawab: hendaklah engkau ceraikan saja wanita itu." (Al Hadis).
3. Haram, jika menjatuhkan cerai saat istri sedang haid atau sewaktu suci dan telah dicampurinya waktu suci itu.
4. Makruh, yakni hukum asal cerai.
Kalimat untuk menjatuhkan cerai ada dua macam.
1. Sharih (terang-terangan), yakni kalimat cerai yang diucapkan secara terbuka. Misalnya, "saya ceraikan kamu".
2. Kinayah (sindiran), kalimat cerai yang diucapkan secara samar. Misalnya, "Pulanglah ke rumah keluargamu." Atau, "pergilah dari sini." Perbedaan kedua kalimat itu, adalah kalimat sharih (terang-terangan) walau diucapkan tanpa niat menceraikan, berarti sudah jatuh cerai. Dengan demikian suami istri itu sudah tidak boleh bercampur lagi. Sedangkan kalimat kinayah (sindiran) jika tidak disertai dengan mat menceraikan berarti belum jatuh talak.
Talak yang dijatuhkan oleh seorang suami kepada istrinya maksimal hanya tiga kali.
1. Talak pertama, suami-istri masih boleh rujuk sebelum habis masa iddahnya
2. Talak kedua, suami-istri masih boleh rujuk sebelum habis masa iddahnya. Firman Allah SWT. "Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan (rujuk kembali) dengan baik, atau melepaskan (menceraikan) dengan balk." (QS. 2/Al-Baqoroh: 229).
3. Talak tiga, boleh rujuk kembali dengan catatan si wanita telab nikah dengan orang lain lalu bercerai dengan suami keduanya itu. Firman Allah SWT. "Kemudian jika dia menceraikannya (setelah talak tiga) maka wanita itu tidak halal lagi baginya sebelum dia menikah dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada doa bagi keduanya (suami pertama dan bekas istri) untuk menikah kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukuin Allah." (QS. 2 /Al-Baqoroh)
Tentu saja perkawinan si istri yang telah ditalak tiga dengan suami berikutnya, bukan perkawinan sandiwara. Sebab ada wanita yang terlanjur ditalak tiga, lalu karena ingin kembali dengan suaminya ia menikah dengan lelaki lain sebatas sandiwara (tanpa melakukan hubungan suami istri).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar