Al
‘itqu secara bahasa adalah diambil dari ungkapan orang arab, “anak burung
bebas ketika terbang dan menyendiri.”
|
وَهُوَ لُغَةً
مَأْخَوْذٌ مِنْ قَوْلِهِمْ عَتَقَ الْفَرَخُ إِذَا طَارَ وَاسْتَقَلَّ
|
Dan
secara syara’ adalah menghilangkan kepemilikan dari anak Adam tidak untuk
dimiliki lagi karena tujuan ibadah kepada Allah Swt.
|
وَشَرْعًا
إِزَالَةُ مِلْكٍ عَنْ آدَمِيٍّ لَا إِلَى مِلْكٍ تَقَرُّبًا إِلَى اللهِ تَعَالَى
|
Dikecualikan
dari adan Adam yaitu burung dan binatang ternak, maka tidak sah untuk dimerdekakan.
|
وَخَرَجَ
بِآدَمِيٍّ الطَّيْرُ وَالْبَهِيْمَةُ فَلَا يَصِحُّ عِتْقُهُمَا
|
Hukumnya
sah memerdekakan budak yang dilakukan
oleh setiap pemilik yang legal perintahnya. Dalam sebagian redaksi, “yang
legal tasyarufnya” pada kepemilikannya.
|
(وَيَصِحُّ الْعِتْقُ مِنْ كُلِّ
مَالِكٍ جَائِزِ الْأَمْرِ) وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ جَائِزُ التَّصَرُّفِ (فِيْ
مِلْكِهِ)
|
Sehingga
tidak sah memerdekakan budak yang
dilakukan oleh orang yang tidak legal tasyarufnya seperti anak kecil, orang
gila dan orang safih.
|
فَلَايَصِحُّ
عِتْقُ غَيْرِ جَائِزِ التَّصَرُّفِ كَصَبِيٍّ وَمَجْنُوْنٍ وَسَفِيْهٍ
|
Ungkapan
mushannif, “memerdekakan bisa terjadi dengan ungkapan memerdekakan yang
sharih”, memang begitulah ungkapan di dalam sebagian redaksi.
|
وَقَوْلُهُ
(وَيَقَعُ بِصَرِيْحِ الْعِتْقِ) كَذَلِكَ فِيْ بَعْضِ النُّسَخِ
|
Dan
dalam sebagian redaksi lagi dengan ungkapan, “wayaqa’u bi sharihil ‘itq (dan
memerdekakan bisa hasil dengan ungkapan memerdekakan yang sharih).”
|
وَفِيْ بَعْضِهَا
وَيَقَعُ بِصَرِيْحِ الْعِتْقِ
|
Ketahuilah
sesungguhnya ungkapan memerdekakan yang sharih adalah lafadz “al i’taq
(memerdekakan)” dan “at tahrir (memerdekakan)”, dan lafadz-lafadz yang
ditasrif dari keduanya seperti “engkau adalah ‘atiq (orang yang
dimerdekakan)” atau “engkau adalah muharrar (yang dimerdekakan).”
|
وَاعْلَمْ
أَنَّ صَرِيْحَهُ الْإِعْتَاقُ وَالتَّحْرِيْرُ وَمَا تَصَرَّفَ مِنْهُمَا كَأَنْتَ
عَتِيْقٌ أَوْ مُحَرَّرٌ
|
Dalam
hal ini tidak ada perbedaan antara orang yang bergurau ataupun tidak.
|
وَلَا فَرْقَ
فِيْ هَذَا بَيْنَ هَازِلٍ وَغَيْرِهِ
|
Di
antara ungkapan yang sharih menurut pendapat al ashah adalah “fakk ar raqabah
(membebaskan badan).”
|
وَمِنْ صَرِيْحِهِ
فِيْ الْأَصَحِّ فَكُّ الرَّقَبَةِ
|
Kalimat
yang sharih tidak butuh pada niat.
|
وَلَا يَحْتَاجُ
الصَّرِيْحُ إِلَى نِيَّةٍ
|
Memerdekakan
juga bisa terjadi dengan selain kalimat yang
sharih sebagaimana yang disampaikan mushannif, “-dan bisa hasil-
dengan kalimat kinayah yang disertai dengan niat.”
|
وَيَقَعُ
الْعِتْقُ أَيْضًا بِغَيْرِ الصَّرِيْحِ كَمَا قَالَ (وَالْكِنَايَةِ مَعَ النِّيَّةِ)
|
Seperti
majikan berkata pada budaknya, “aku
tidak punya hak milik atas dirimu”, “tidak ada kekuasaan bagiku atas dirimu”
dan kalimat-kalimat sesamanya.
|
كَقَوْلِ
السَّيِّدِ لِعَبْدِهِ لَا مِلْكَ لِيْ عَلَيْكَ لَاسُلْطَانَ لِيْ عَلَيْكَ وَنَحْوِ
ذَلِكَ.
|
Kosekwensi
‘Itqu
Ketika
orang yang legal tasharrufnya memerdekakan sebagian dari budak semisal, maka
seluruh bagian budak tersebut menjadi merdeka atas orang itu.
|
(وَإِذَا أَعْتَقَ) جَائِزُ التَّصَرُّفِ
(بَعْضَ عَبْدٍ) مَثَلًا (عَتَقَ عَلَيْهِ جَمِيْعُهُ)
|
Baik
sang majikan kaya ataupun tidak, sebagian budak yang dimerdekakan tersebut
ditentukan ataupun tidak.
|
مُوْسِرًا
كَانَ السَّيِّدُ أَوْ لَا مُعَيَّنًا كَانَ ذَلِكَ الْبَعْضُ أَوْ لاَ
|
Jika
seseorang memerdekakan, dalam sebagian redaksi dengan bahasa “’ataqa
(memerdekakan)” bagiannya pada seorang budak semisal, atau memerdekakan
seluruh bagian budak dan ia mampu membayar bagian budak yang tidak ia miliki,
maka hukum merdeka berdampak juga pada bagian si budak yang tidak ia miliki.
|
(وَإِنْ أَعْتَقَ)
وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ عَتَقَ (شِرْكًا) أَيْ نَصِيْبًا (لَهُ فِيْ عَبْدٍ) مَثَلًا
أَوْ أَعْتَقَ جَمِيْعَهُ (وَهُوَ مُوْسِرٌ) بِبَاقِيْهِ (سَرَى الْعِتْقُ إِلَى
بَاقِيْهِ) أَيِ الْعَبْدِ
|
Atau
berdampak pada bagian budak yang dimiliki oleh sekutunya yang mampu ia bayar
menurut pendapat ash shahih.
|
أَوْ سَرَى
إِلَى مَا أَيْسَرَ بِهِ مِنْ نَصِيْبِ شَرِيْكِهِ عَلَى الصَّحِيْحِ
|
Dan
dampak merdeka tersebut langsung seketika menurut pendapat al adhhar.
|
وَتَقَعُ
السِّرَايَةُ فِيْ الْحَالِ عَلَى الْأَظْهَرِ
|
Menurut
satu pendapat, dampak merdeka tersebut terjadi dengan membayar harganya.
|
وَفِيْ قَوْلٍ
بِأَدَاءِ الْقِيْمَةِ
|
Yang
dikehendaki dengan al musir di sini
bukanlah orang yang kaya.
|
وَلَيْسَ
الْمُرَادُ بِالْمُوْسِرِ هُنَّا هُوَ الْغَنِيُّ
|
Akan
tetapi, dia adalah orang yang memiliki harta yang bisa melunasi harga bagian
yang dimiliki oleh sekutunya saat memerdekakan yang mana harta tersebut sudah
melebihi dari makanan pokok orang tersebut, makanan pokok orang yang wajib
dinafkahi pada siang dan malam hari itu, sudah melebihi dari pakaian yang
layak dan dari tempat tinggal di hari itu.
|
بَلْ مَنْ
لَهُ مِنَ الْمَالِ وَقْتَ الْإِعْتَاقِ مَا يَفِيْ بِقِيْمَةِ نَصِيْبِ شَرِيْكِهِ
فَاضِلًا عَنْ قُوْتِهِ وَقُوْتِ مَنْ تَلْزَمُهُ نَفَقَتُهُ فِيْ يَوْمِهِ وَلَيْلَتِهِ
وَعَنْ دُسْتِ ثَوْبٍ يَلِيْقُ بِهِ وَعَنْ سُكْنَى يَوْمِهِ
|
Bagi
yang merdekakan harus membayar harga bagian budak yang dimiliki oleh
sekutunya di hari memerdekakan tersebut.
|
(وَكَانَ عَلَيْهِ) أَيِ الْمُعْتِقِ
(قِيْمَةُ نَصِيْبِ شَرِيْكِهِ) يَوْمَ إِعْتَاقِهِ
|
Orang
yang memiliki salah satu dari orang tua atau anak-anaknya, maka orang yang
dimiliki itu hukumnya merdeka atas orang tersebut setelah ia memilikinya.
|
(وَمَنْ مَلِكَ وَاحِدًا مِنْ وَالِدِيْهِ
أَوْ) مِنْ (مَوْلُوْدِيْهِ عَتَقَ عَلَيْهِ) بَعْدَ مِلْكِهِ
|
Baik
sang pemilik adalah ahli tabaru’
ataupun tidak seperti anak kecil dan orang gila.
|
سَوَاءٌ كَانَ
الْمَالِكُ مِنْ أَهْلِ التَّبَرُّعِ أَوْ لَا كَصَبِيٍّ وَمَجْنُوْنٍ
|
(Sumber : Kitab Fathul Qorib)
Baca juga artikel kami lainnya : Arti Kafir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar