Hak-Hak Ikatan Persaudaraan dan Persahabatan

Ketahuilah sesungguhnya temanmu memiliki hak atas dirimu dalam urusan harta, menolong dengan tenaga, dalam urusan lisan dan hati, memaafkan kesalahan, mendoakan, memenuhi janji, ikhlas, meringankan, tidak memaksakan diri dan tidak menuntut.

Semua itu menjadikan jumlah hak seorang teman ada delapan.

[ hak pertama dalam urusan harta ] dalam sebuah riwayat di sebutkan bahwa dua orang yang bersabat adalah ibarat kedua tangan, salah satunya membersihkan tangan yang lain. Hal ini karena sesungguhnya kedua tangan tersebut akan saling tolong menolong untuk mencapai satu tujuan. Begitu juga dua orang yang  bersahabat, persahabatan mereka hanya bisa sempurna jika keduanya sepakat untuk menghasilkan satu tujuan, sehingga seakan mereka adalah satu orang. Hal ini akan menetapkan saling berbagi dalam suka maupun duka, selalu bersama saat ini dan di masa-masa mendatang, menghilangkan kesan individual –ikhitishos-, dan lebih mementingkan teman dari pada diri sendiri.

Ada tiga tingkatan di dalam memberi harta kepada teman secara leluasa. Tingkatan yang paling rendah adalah engkau memposisikan teman seperti pelayan, yaitu engkau memenuhi kebutuhanmu dengan lebihan hartamu. Jika temanmu sedang membutuhkan dan engkau memiliki kelebihan dari kebutuhanmu sendiri, maka engkau langsung memberikan padanya tanpa harus di minta terlebih dahulu. Jika menunggu dia meminta, maka hal itu termasuk bentuk keceroboon yang sangat parah di dalam persahabatan.

Tingkatan kedua, engkau memposisikan temanmu seperti dirimu sendiri dan rela jika dia ikut menikmati hartamu dan menempati tempatmu, sehingga engkau rela berbagi harta dengannya.

Tingkatan ketiga, adalah tingkatan yang paling tinggi, yaitu engkau lebih mendahulukan temanmu daripada dirimu sendiri, lebih mendahulukan kebutuhannya daripada kebutuhanmu sendiri. Ini adalah tingkatan orang-orang shidiqin dan derajat tertinggi orang-orang yang saling mencintai. Puncak derajat ketiga ini adalah rela mengorbankan nyawa demi temannya.

Jika hubunganmu bersama temanmu tidak sesuai dengan salah satu tingkatan-tingkatan ini, maka ketahuilah sesungguhnya ikatan persahabatan belum terwujud di dalam hati. Yang terjadi diantara kalian berdua hanya sebatas pergaulan luar saja, dan sama sekali tidak dianggap di dalam akal dan agama.
Sesungguhnya Maimun bin Mahran berkata, “barang siapa rela untuk tidak memuliakan dan tidak mengunggulkan temannya, maka hendaknya dia berteman dengan ahli kubur.”

Adapun tingkatan yang pertama juga belum bisa di terima oleh orang-orang yang menjadi tokoh agama islam. Dalam satu riwayat di sebutkan bahwa sesungguhnya ‘Atabah al Ghulam rahimahullah pernah mendatangi rumah seorang lelaki yang telah menjalin persahabatan dengan beliau. Beliau berkata, “aku membutuhkan empat ribu dari uangmu.” Lelaki tersebut menjawab, “ambillah dua ribu.” ‘Atabah langsung berpaling darinya seraya berkata, “kau lebih memilih dunia daripada Allah Swt. Apakah kau tidak malu mengaku menjalin persahatan karena Allah, sedangkan kau berkata begitu!.”

Sedangkan tingkatan yang paling atas adalah tingkatan yang telah di jadikan sifat orang mukmin oleh Allah Swt dalam firmannya surat Asy Syura ayat 38 :

Artinya : “ dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka ”. 

Maksud dari ayat ini adalah mereka bercampur menjadi satu dalam urusan harta, tanpa membedakan harta sebagian teman dari sebagian yang lain.

Ada diantara sahabat Rosulullah Saw yang tidak mau bersahabat dengan orang yang mengatakan, “ sandalku ”, karena dia menyandarkan penyebutan sandal pada dirinya. Diantara mereka juga ada yang memerdekakan budak perempuannya karena telah memberi tahu akan kedatangan temannya, dan memberitahukan bahwa temannya telah mengambil sebagian hartanya untuk memenuhi kebutuhan. Hal ini sebagai bentuk suka cita atas apa yang di lakukan temannya.

Imam Zainal Abidin, Ali bin Husain Ra berkata pada seorang lelaki, “apakah salah satu diantara kalian ada yang memasukkan tangan kelengan baju atau saku temannya, kemudian mengambil sesuatu yang di kehendakinya tanpa meminta izin dul?”. Lelaki itu menjawab, “tidak!”. “oh, sesungguhnya sama sekali tidak terjalin persahabatan diantara kalian!”, lanjut beliau.

Sahabat Ibn Umar Ra berkata, “ada seseorang yang memberi hadiah berupa kepala kambing kepada seorang lelaki dari golongan sahabat Rosulullah Saw. Kemudian lelaki itu berkata, ‘saudaraku, fulan lebih membutuhkannya daripada aku.’ Sehingga diapun mengirimkan kepala kambing tersebut pada si fulan, namun sifulan juga mengirimkannya pada orang yang lain lagi, sehingga kepala kambing itu terus berpindah-pindah dari satu orang ke orang yang lain hingga kembali lagi keorang yang pertama setelah berpindah-pindah diantara tujuh orang.”

Imam Abu Sulaiman Ad Daroni berkata, “seandainya seluruh dunia seisinya menjadi milikku kemudian aku letakkan semuanya di mulut salah seorang dari teman-temanku, niscaya hal itu aku agap sesuatu yang masih kecil dan remeh.”

Ketika memberikan nafkah kepada teman itu lebih afdlol daripada bersedekah kepada kaum fuqoro’, maka sahabat Ali Ra berkata, “sungguh dua puluh dirham yang aku berikan kepada temanku fillah karena Allah itu lebih aku sukai daripada aku bersedekah seratus dirham kepada kaum miskin.”
Diantara kemurnian ikatan persahabatan adalah memberi keleluasan di dalam rumah, sebagaimana yang di lakukan oleh orang banyak dari golongan ulama’ salaf.

Sesungguhnya Allah Swt telah berfirman, " أَوْ صَدِيْقِكُمْ " (atau teman kalian). Dan Allah berfirman, " أَوْ مَا مَلَكْتُمْ مَفَاتِحَهُ " ( atau rumah yang kau miliki kuncinya). Ayat ini di turunkan karena ada seseorang yang menyerahkan kunci rumahnya pada temannya, dan memberi kebebasan padanya, namun dia merasa tidak nyaman dalam urusan makanan sebab takut kepada Allah Swt, sehingga Allah Swt menurunkan ayat ini dan memberi izin pada orang-orang mukmin untuk lebih leluasa dalam urusan makanan milik teman dan para sahabatnya.

[ hak kedua adalah menolong dengan tenaga ] begitu juga untuk memenuhi dan mengurusi segala kebutuhan sebelum di minta, serta mendahulukan kebutuhan-kebutuhan tersebut dari kebutuhan-kebutuhan pribadi. Hak ini juga memiliki beberapa tingkatan. Tingkatan yang paling rendah adalah memenuhi kebutuhan ketika di minta dan mampu melakukan, namun harus disertai raut wajah ceria, senang, menampakan kegembiraan dan merasa mendapatkan anugerah.

Sebagian ulama’ berkata, “ketika engkau mendatangi temanmu guna meminta tolong untuk memenuhi kebutuhan, namun dia tidak memenuhinya, maka ingatkanlah temanmu untuk kedua kalinya, karena mungkin dia lupa. Dan jika dia masih tidak mau memenuhi hajat tersebut, maka bacakanlah takbir padanya dan bacalah ayat ini " وَالْمَوْتَى يَبْعَثُهُمُ اللهُ " ( dan orang-orang mati akan di bangkitkan oleh Allah).”

Ada dari sebagian ulama’ salaf yang mencari keluarga dan anak-anak temannya yang hilang empat puluh tahun setelah temannya itu meninggal. Beliau mengurus dan memenuhi kebutuhan mereka, selalu mengunjungi dan membiayai mereka dari harta beliau. Mereka merasa seakan yang hilang hanya jasad ayahnya. Bahkan mereka merasakan dari beliau -ulama’ tersebut- sesuatu yang belum pernah di rasakan dari ayah mereka selama masih hidup. Ada salah seorang dari sahabat yang selalu mendatangai pintu rumah temannya guna memenuhi kebutuhannya tanpa sepengetahuaan temannya tersebut.

Dengan bentuk seperti inilah akan nampak jelas bentuk belas kasih. Karena ketika ikatan persahabatan tidak membuahkan belas kasih yang membuat seseorang bisa berbelas kasih kepada temannya seperti belas kasih kepada diri sendiri, maka tidak ada kebaikan sama sekali dalam ikatan persahabatan tersebut.
Imam Maimun bin Mahran berkata, “seseorang yang tidak memberikan manfaat padamu saat bersahabat dengannya, maka tidak akan ada bahaya padamu saat bermusuhan dengannya.”

Kesimpulannya adalah hendaknya engkau memposisikan kepentingan temanmu setara atau lebih tinggi daripada kepentinganmu sendiri. Hendaknya engkau memperhatikan waktu-waktu kebutuhan temanmu dan tidak melupakan keadaannya. Sebagaimana engkau tidak melupakan dirimu sendiri, serta tidak perlu menunggu hingga temanmu meminta tolong. Hendaknya engkau tidak merasa punya jasa karena telah memenuhi kebutuhan temanmu, akan tetapi harus merasa telah mendapatkan anugerah karena temanmu mau menerima usaha dan perbuatanmu di dalam urusannya.

Imam ‘Atho` berkata, “telitilah keadaan teman-temanmu setelah tiga hari. Jika ternyata mereka sakit, maka jenguklah. Jika sibuk dengan pekerjaan, maka bantulah, atau sedang lupa -kepada Allah-, maka ingatkanlah.”

Imam Sa’id ibn Abul Ash berkata, “sesungguhnya ada tiga hal yang harus aku penuhi kepada orang yang menemaniku. Yaitu ketika dia mendekat, maka aku membahagiakannya. Ketika berbicara, maka aku menghadap padanya. Dan ketika duduk, maka aku akan memberi tempat yang luas.”

 Sesungguhnya Allah Swt berfirman dalam surat Al Fath ayat 29 :

Artinya : “ Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka ”.

Ayat ini memberi isyarat terhadap belas kasih dan saling memuliakan di antara sesama sahabat.

 Sebagian diantara bentuk kesempurnaan ikatan persahabatan adalah, tidak menikmati makanan enak dan mendatangi tempat yang menyenangkan hanya sendiri saja tanpa mengajak temannya. Akan tetapi harus bersedih dan merasa tidak nyaman ketika berpisah dan sendirian tanpa di sertai temannya.

[ hak ketiga adalah dalam urusan lisan / ucapan ] yaitu sesekali diam dan sesekali berbicara. Yang di maksud diam adalah tidak berbicara tentang kejelekan-kejelakan teman saat temannya bepergian atau saat di rumah, akan tetapi harus berlagak tidak tahu. Tidak mendebat dan berbicara keras. Tidak melakukan tajassus –meneliti– dan bertanya-tanya tentang keadaan-keadaan temannya -yang tidak layak di tanyakan-.

Ketika melihat temannya di jalan atau sedang dalam keadaan hajat, maka tidak memulai perbincangan dengan menanyakan darimana kedatangannya. Karena hal itu mungkin bisa membuat temannya berat untuk menjawab, atau terkadang butuh untuk berbohong.

Hendaknya tidak menyebar luaskan rahasia-rahasia temannya yang telah di beritahukan padanya. yaitu sama sekali tidak memberitahukannya pada siapapun walaupun pada orang yang paling istimewa dan sangat terpercaya menurutnya. Sama sekali tidak membuka sedikit pun rahasia-rahasia tersebut, walaupun ikatan persahabatan itu telah putus. Karena membuka rahasia termasuk dari sesuatu yang menunjukkan kejelekan watak dan kebusukan hati.

Hendaknya tidak mencela kekasih, keluarga dan anak-anak temannya. Tidak menyampaikan pada temannya bahwa seseorang telah mencelanya, karena ada ungkapan “sesungguhnya orang yang mencacimu adalah orang yang menyampaikan cacian orang lain padamu”. Hendaknya tidak menyembunyikan pujian orang lain atas temannya yang telah di dengarnya. Karena kebahagian pertama yang di rasakan oleh teman ketika mengetahuinya adalah dari orang yang menyampaikan berita tentang pujian tersebut, baru kemudian dari orang yang memuji, sedangkan menyembunyikan pujian tersebut adalah dengki.

Kesimpulannya adalah, hendaknya seseorang tidak berkata sesuatu yang tidak di sukai temanya, baik secara global atau secara terperinci, kecuali sesuatu yang memang harus di ucapan sebagai bentuk amar ma’ruf nahi mungkar, dan tidak menemukan kemurahan untuk tidak berbicara. Dalam amar ma’ruf tidak ada pertimbangan akan membuat temannya tidak suka, karena sesungguhnya hal itu adalah sikap ihsan _berbuat baik_, walaupun secara kasat mata sikap tersebut kurang baik.

Menyebutkan kejelekan, cacatnya teman, dan kejelekan-kejelekan kelurganya adalah ghibah –gunjingan- yang haram di lakukan terhadap setiap orang islam.

Ada dua hal yang bisa mencega dirimu dari perbuatan tersebut. Pertama, lihatlah keadaanmu sendiri. Jika kau menemukan satu perbuatan yang tercela, maka anggaplah cacat yang kau lihat dari temanmu adalah sesuatu yang ringan / remeh, dan anggaplah bahwa temanmu tidak mampu mencega dirinya dari hal itu, sebagaimana engkau tidak mampu menahan dirimu dari bentuk kecerobohan yang engkau lakukan, serta tidak membesar-besarkan  dan merasa berat dengan satu bentuk kejelekan yang di lakukan oleh seorang teman, karena tidak ada seorang lelaki pun yang bisa bersih secara total.

Kedua, sadar bahwa sesungguhnya jika engkau mencari orang yang benar-benar bersih dari seluruh kekurangan, maka engkau akan terkucilkan dari seluruh makhluk dan tidak akan menemukan seorang teman pun. Karena tidak ada seorang pun dari manusia kecuali memiliki kelebihan dan kekurangan.

 Maksimal adalah orang yang kebaikannya lebih dominan daripada kejelekannya. Orang mukmin yang baik akan selalu menghadirkan kebaikan-kebaikan tamannya di dalam hati agar tumbuh rasa hormat, cinta dan memuliakannya. Sedangkan orang munafik yang tercela akan selalu melihat kesalahan dan kekurangan orang lain.

Imam Ibn Mubarak berkata, “orang mukmin akan berusaha mencari alasan untuk memaafkan, sedangkan orang munafik akan berusaha mencari kesalahan orang lain.” Imam Al Fudlail berkata, “yang di maksud dengan kedermawanan hati adalah memaafkan kesalahan-kesalahan teman.”

Oleh karena itu baginda Nabi Muhammad Saw bersabda,

اسْتَعِيْذُوْا بِاللهِ مِنْ جَارِ السُّوْءِ الَّذِيْ إِنْ رَأَى خَيْرًا سَتَرَهُ وَإِنْ رَأَى شَرًّا أَظْهَرَهُ 
 “kalian semua mohonlah perlindungan kepada Allah dari tetangga yang jelek. Yaitu tetangga yang ketika melihat kebaikan darimu, maka dia berusaha menutupi dan ketika melihat kejelekan darimu, maka dia berusaha menampakkannya ”.

Sebagaimana wajib bagimu untuk tidak berbicara kejelekan-kejelekan teman dengan lisan, begitu juga wajib bagimu tidak berbicara kesalahan-kesalahannya dengan hati, yaitu tidak su’uddhan -berperasangka buruk- padanya. Su’udhon adalah menggunjing di dalam hati dan hukumnya juga haram. Cara untuk menghindari su’uddzon adalah kamu tidak menilai perbuatan seseorang teman sebagai bentuk kejelekan selama masih bisa di arahkan kebentuk perbuatan yang baik. Sedangkan kesalahan yang betul-betul nampak jelas, maka anggaplah hal itu karena lupa, jika masih memungkinkan.

Su’uddhan akan mengantarkan seseorang untuk melakukan tajassus -mencari-cari kesalahan orang lain- dan tahassus. Sesungguhnya baginda Nabi Muhammad Saw telah bersabda,

وَلَا تَجَسَّسُوْا وَلاَ تَقَاطَعُوْا وَلَا تَدَابَرُوْا وَكُوْنُوْا عِبَادَ اللهِ إِخْوَانًا
 “janganlah kalian melakukan tajassus, saling memutus hubungan, dan saling berpaling satu sama lain. Dan jadilah kalian semua hamba-hamba Allah yang menjalin ikatan persaudaraan.”

 Tajassus adalah meneliti melalui berita-berita. Sedangkan tahassus adalah meneliti dengan pandangan mata. Maka menutupi, berlagak tidak tahu dan berlagak lupa atas kekurangan dan kesalahan orang lain adalah tanda orang yang menjadi ahli agama.

Ketahuilah bahwa sesungguhnya iman sesorang belumlah sempurna selama dia tidak cinta terhadap temanya seperti dia cinta terhadap dirinya sendiri. Minimal tingkatan ikatan persahabatan adalah bersikap kepada teman dengan sikap yang dia sukai jika sikap itu di lakukan orang lain pada dirinya.

Sumber kecerobohan saat menutupi kekurangan atau berusaha membukanya adalah penyakit yang terpendam dalam hati, yaitu dendam dan dengki. Orang yang di dalam hatinya tersimpan dendam kepada orang islam, maka imannya masih lemah, nasibnya mengkhawatirkan, dan hatinya busuk tidak layak untuk bertemu menghadap kepada Allah Swt.

Diantara hak lisan dalam ikatan persahabatan adalah diam tidak menyebar luaskan rahasia yang di titipkan seorang teman padanya. Bahkan di perkenankan baginya untuk mengingkari rahasia tersebut di depan orang lain walaupun berbohong, karena berkata jujur tidak wajib di lakukan di setiap tempat dan keadaan. Sebagaimana di perkenankan bagi seseorang untuk menyembunyikan kesalahan dan rahasia-rahasia pribadinya walaupun dengan melakukan kebohongan, begitu juga di perkenankan baginya melakukan hal yang sama untuk temannya. Karena posisi seorang teman itu sama dengan dirinya dan dianggap seperti orang satu yang tidak berbeda satu sama lain kecuali di lihat dari jasadnya saja. Dan inilah ikatan persahabatan yang sejati.

Sesungguhnya baginda Nabi Muhammad Saw bersabda,

مَنْ سَتَرَ عَوْرَةَ أَخِيْهِ سَتَرَهُ اللهُ تَعَالَى فِيْ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
 “barang siapa menutupi –kekurangan- saudaranya, maka Allah akan menutupi –kesalahannya-nya di dunia dan akhirat.”

Beliau Nabi Saw bersabda,

إِذَا حَدَثَ الرَّجُلُ بِحَدِيْثٍ ثُمَّ الْتَفَتَ فَهُوَ أَمَانَةٌ
“ketika seorang laki-laki berbicara sesuatu –padamu- kemudian dia berpaling -setelah selesai-, maka hal itu adalah amanat –bagimu-.”

Beliau juga bersabda,

الْمَجَالِسُ بِالْأَمَانَةِ
“majlis-majlis itu selalu menetapi amanat.”

Dalam sebuah riwayat di sebutkan,

إِنَّمَا يَتَجَالَسُ الْمُتَجَالِسَانِ بِالْأَمَانَةِ وَلَا يَحِلُّ لِأَحَدِهِمَا أَنْ يُفْشِيَ عَلَى صَاحِبِهِ مَا يَكْرَهُ
 “tidaklah dua orang yang duduk bersama itu kecuali menanggung amanat. Maka tidak  halal bagi mereka untuk membuka / menyebarkan sesuatu yang di benci oleh temannya.”
Sebagian ulama’ di tanya, “bagaimanakah cara anda menjaga rahasia?.” Beliau menjawab, “aku adalah kuburan rahasia tersebut, karena hati orang-orang merdeka adalah kuburan untuk rahasia-rahasia.”

Ada sebagian ulama’ yang memberitahukan rahasia kepada temannya, kemudian beliau berkata, “apakah engkau bisa menjaga rahasia ini?.” Temannya menjawab, “bahkan aku telah lupa akan rahasia tersebut!!”.

Sahabat Abbas Ra berkata pada putranya, Abdullah Ra, “sesungguhnya aku melihat lelaki ini -maksudnya Umar bin Khathab Ra- lebih menganggap kamu daripada beberapa orang yang sudah tua (al Asyyakh), maka jaganya lima hal dariku, yaitu sungguh janganlah membuka rahasianya kepada orang lain, jangan menggunjing orang lain saat bersamanya, jangan sampai dia menguji kejujuranmu, jangan sampai melanggar perintahnya, dan jangan sampai dia melihat bentuk penghianatan darimu.”
Imam Asy Syi’bi Ra berkata, “setiap kalimat dari lima hal ini lebih baik daripada seribu kalimat”.

Diantara hak lisan dalam ikatan persahabatan adalah tidak mendebat dan menentang setiap apa yang di ucapkan temanmu.

Ibn Abbas Ra berkata, “janganlah engkau mendebat orang bodoh sehingga dia akan meyakitimu, dan jangan mendebat orang yang bijak sehingga dia akan membuatmu marah dan malu.”

Sesungguhnya baginda Nabi Muhammad Saw bersabda,

مَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَهُوَ مُبْطِلٌ بُنِيَ لَهُ بَيْتٌ فِيْ رَبْضِ الْجَنَّةِ وَمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَهُوَ مُحِقٌّ بُنِيَ لَهُ بَيْتٌ فِيْ أَعْلَى الْجَنَّةِ
 “orang yang menghindari perdebatan saat dia salah, maka akan di bangunkan sebuah rumah untuknya di halaman surga. Dan barang siapa menghindari perdebatan saat dia benar, maka akan di bangunkan rumah buatnya di surga yang paling tinggi.”

Hadits ini menjelaskan demikian walaupun menghindari perdebatan saat salah adalah sesuatu yang wajib di lakukan. Dalam hal ini, Nabi Saw telah menjadikan pahala   perbuatan yang sunnah -menghindari perdebatan saat benar- lebih besar, karena diam tidak berdebat saat benar itu lebih berat di dalam hati dari pada diam tidak berdebat saat salah. Tingkatan pahala di sesuaikan dengan tingkatan kesulitan yang di lakukan. Sesuatu yang paling kuat untuk mengobarkan api dendam diantara sesama teman adalah berdebat dan saling menentang. Karena sesungguhnya inilah yang di maksud dengan saling berpaling dan saling memutus ikatan tali persahabatan. Karena putusnya ikatan persahabat pertama kali terjadi dalam pendapat, kemudian ucapan dan selanjutnya dengan badan.

Baginda Nabi Muhammad Saw bersabda,

لَا تَدَابَرُوْا وَلَا تَبَاغَضُوْا وَلَا تَحَاسَدُوْا وَلَا تَقَاطَعُوْا وَكُوْنُوْا عِبَادَ اللهِ إِخْوَانًا
“janganlah kalian saling berpaling satu sama lain, saling marah-marahan, saling dengki, dan saling memutus hubungan. Dan jadilah kalian semua hamba-hamba Allah yang saling bersahabat / saling menjaga tali persaudaraan.”

Sesungguhnya Nabi Saw juga bersabda,

الْمُسْلِمُ أَخُوْ الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُحَرِّمُهُ وَلاَ يَخْذُلُهُ بِحَسَبِ الْمَرْءِ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يُحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ
 “orang muslim adalah saudara orang muslim yang lain, tidak di perkenankan baginya mendhalimi, tidak menghormati dan menghina saudaranya. Cukuplah menjadi nilai jelek bagi seseorang, jika dia telah menghina saudara sesama muslim.”

Penghinaan yang paling besar adalah mendebat dan membantah. Karena orang yang membantah omongan orang lain, maka sesungguhnya dia telah menganggap orang lain tersebut adalah orang bodoh atau lupa terhadap kefahaman yang benar. Semua itu merupakan bentuk penghinaan dan bisa menyinggung perasaan serta membuat hati sedih.

Dalam sebuah hadits, Abu Umamah berkata,

خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ نَتَمَارَى فَغَضَبَ وَقَالَ ذَرُوْا الْمِرَاءَ لِقِلَّةِ خَيْرِهِ وَذَرُوْا الْمِرَاءَ فَإِنْ نَفْعَهُ قَلِيْلٌ وَإِنَّهُ يُهَيِّجُ الْعَدَاوَةَ بَيْنَ الْإِخْوَانَ
 “suatu ketika Rosulullah Saw menghampiri kami yang sedang berdebat, maka beliau marah seraya bersabda, ‘tinggalkanlah perdebatan, karena sedikit sekali kebaikan di dalamnya. Tinggalkanlah perdebatan karena sesungguhnya kemanfaatnya sedikit, dan bisa membangkitkan permusuhan diantara sesama teman / saudara’.”

Sebagian ulama’ salaf berkata, “orang yang membantah dan mendebat teman-temannya, maka harga dirinya menjadi jatuh dan kemuliaannya menjadi hilang.” Sebagian ulama’ salaf yang lain berkata, “hindarkanlah dirimu dari mendebat orang lain, karena ketika berdebat, engkau tidak akan terlepas melakukan penipuan terhadap orang yang bijak dan memojokkan orang yang tercela / orang bodoh ”.
Imam Hasan Basri Ra berkata, “janganlah engkau menukar permusuhan seorang laki-laki dengan kasih sayang seribu orang laki-laki.”

Kesimpulannya adalah, tidak ada sesuatu yang bisa membangkitkan perdebatan selain menampakkan perbedaan dengan kelebihan kecerdasan, keutamaan, dan menghina orang yang di debat dengan menampakkan kebodohan dan kesalahannya. Semua ini mengandung unsur takabur (sombong), menghina, menyakiti, dan mengolok-olok dengan membodoh-bodohkan. Dan tidak ada makna permusuhan selain makna ini. Bagaimana mungkin ikatan persahabatan akan bisa kumpul dengan sifat merasa paling baik.

Sesungguhnya Ibn Abbas Ra meriwayatkan dari baginda Nabi Muhammad Saw, beliau Nabi bersabda,

لَا تُمَارِ أَخَاكَ وَلَا تُمَازِحْهُ وَلَا تَعِدْهُ مَوْعِدًا فَتَخْلِفُهَ
 “janganlah engkau mendebat saudaramu, janganlah bercanda dengannya yang keterlaluan, dan janganlah suka berjanji padanya yang tidak akan kau tepati.”

Beliau Nabi bersabda,

إِنَّكُمْ لَا تَسَعُوْنَ النَّاسَ بِأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَسَعُهُمْ مِنْكُمْ بَسْطُ وَجْهٍ وَحُسْنِ خُلُقٍ
“sesungguhnya kalian tidak akan mampu memberikan harta kepada semua manusia, akan tetapi yang mampu engkau berikan kepada semua orang adalah wajah yang ramah dan sikap yang baik / akhlak mulia.”

Sedangkan mendebat orang lain itu bertentangan dengan akhlak yang mulia. Dan ketahuilah sesungguhnya ikatan persaudaraan dan persahabat akan bisa kokoh dengan saling mengerti dan cocok dalam ucapan dan perbuatan serta saling mengkasihi.

[ hak ke empat saat berucap dengan lisan ] sebagaimana ikatan persahabatan menuntut agar tidak mengatakan sesuatu yang meyakitkan dan di benci, begitu juga menuntut untuk mengucapkan sesuatu yang meyenangkan dan di sukai, bahkan berbicara dengan hal-hal yang menyenangkan adalah keistimewaan dalam ikatana persahabatan. Karena orang yang merasa cukup dengan diam saja, maka seakan dia berteman dengan ahli kubur. Sebab persahabatan di jalin tidak lain agar seseorang bisa mendapatkan faedah dari teman-temannya, bukan karena agar dia terbebas dari sikap buruk mereka.

Maksud dari diam adalah tidak menyakiti. Maka hendaknya seseorang mewujudkan  bentuk kasih sayang kepada teman dengan berbicara, meneliti keadaan yang memang di sukai temannya seperti bertanya sesuatu yang terjadi padanya dan menampakkan bahwa hatinya juga memikirkan apa yang terjadi pada temannya, dan merasa bahwa dia juga merasakan cobaan yang menimpa temannya.

Begitu juga ketika temannya mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan, maka hendaknya dia juga menampakkan tidak senang terhadap apa yang menimpa temannya dengan lisan dan perbuatan. Dan ketika temannya mengalami sesuatu yang menyenangkan maka hendaknya dia menampakkan dengan lisan bahwa dirinya juga ikut senang. Sebab makna / maksud persahabatan adalah saling berbagi dalam suka maupun duka.

Sesungguhnya baginda Nabi Muhammad Saw bersabda,

إِذَا أَحَبَّ أَحَدُكُمْ أَخَاهُ فَلْيُخْبِرْهُ
 “ketika salah satu dari kalian mencintai temannya, maka beritahukan hal itu padanya.”

Beliau memerintahkan hal itu tidak lain karena agar bisa menambahkan rasa cinta di dalam hati temannya. Karena ketika dia mengatahui bahwa kamu mencintainya, maka sesuai watak manusia secara pasti dia akan mencintaimu. Sehingga rasa cinta akan selalu bertambah dan berlipat ganda dari kedua belah pihak.

Saling mencintai di antara sesama orang muslim adalah sesuatu yang di anjurkan oleh syareat dan di sukai di dalam ajaran agama islam. Oleh sebab itu baginda Nabi Muhammad Saw mengajarkan cara untuk mewujudkan rasa cinta di antara kaum muslimin. Beliau bersabda,

تَهَادَوْا تَحَابُّوْا
“saling memberikan hadiahlah kalian, maka kalian akan saling mencintai.”

Diantara cara menciptakan rasa saling mencintai adalah memanggil dengan nama yang paling di sukai oleh temannya, baik saat temannya bepergian ataupun tidak.

Sahabat Umar Ra berkata, “ada tiga hal yang bisa membersihkan rasa cintamu kepada temanmu, yaitu ucapkanlah salam terlebih dahulu saat bertemu dengannya, berilah tempat duduk yang luas padanya, dan panggillah dia dengan nama yang paling dia suka.”.

Diantara caranya lagi adalah memujinya dengan hal-hal baik yang dia miliki yang biasanya di gunakan seseorang untuk memujinya. Karena sesungguhnya hal itu merupakan sesuatu yang besar untuk menarik rasa cinta. Begitupula memuji anak-anaknya, keluarga, karya dan perbuatannya, sampai akal, tubuh, keadaan, tulisan, rambut, karangan dan setiap sesuatu yang membuatnya senang. Namun pujiannya tidak di sertai dengan berbohong dan melampaui batas, akan tetapi memuji kebaikan sesuatu yang semestinya dan layak untuk di puji.

Dan yang lebih bisa menghantarkan rasa cinta daripada hal di atas adalah meyampaikan pujian terhadap temanmu yang di ungkapkan oleh seseorang disertai dengan ekspresi ikut senang dan bahagia, karena menyembunyikan hal itu adalah murni kedengkian di dalam hati.

Diantaranya lagi adalah berterima kasih atas bantuan dan perbuatannya dalam memenuhi hakmu, bahkan atas niat yang di lakukannya walaupun bentuk pertolongannya belum bisa sempurna. Dan sesuatu yang lebih bisa menarik rasa cinta daripada hal di atas adalah berusaha melindungi teman yang sedang bepergian saat ada yang ingin berbuat jahat atau ada yang ingin mengusik harga diri temannya dengan ucapan yang terang-terangan atau hanya sekedar sindiran.

Maka hak di dalam ikatan persahabatan adalah siap siaga untuk memberi perlindungan dan pertolongan, serta mencaci maki dan berkata keras pada orang yang ingin berbuat jelek pada teman. Sebab diam saja ketika ada yang melakukan hal itu pada teman akan bisa membuat marah, membuat tidak suka dan kecorobohan di dalam ikatan persahabatan. Membiarkan seseorang yang merobek-robek  harga diri seorang teman adalah sama seperti membiarkannya merusak dan mencabik-cabik daging temannya.

Sungguh engkau akan menilai sangat buruk pada seorang teman yang membiarkan binatang buas menerkam dan mencabik-cabik dirimu, sedangkan dia diam saja tanpa tergerak belas kasihnya untuk menolong dan menyelamatkanmu. Padahal merusak harga diri itu lebih berat di dalam hati dari pada mencabik-cabik daging dan kulit. Oleh sebab itu Allah Swt menyamakan merusak harga diri seseorang dengan memakan daging bangkai. Allah Swt berfirman dalam surat Al Hujurrat ayat 12 :

Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang ”.

Kalau demikian, maka melindungi teman dangan menolak para musuh yang mau menyakiti dan orang-orang yang menyulitkan, hukumnya adalah wajib dalam ikatan persahabatan.
Sebagian ulama’ berkata, “tidaklah ada seorang temanku yang di kabarkan sedang bepergian kecuali aku membayangkan bahwa dia sedang duduk di dekatku, sehingga aku selalu mengucapkan sesuatu yang dia sukai seandainya di ada dan mendengarnya.”

Diantara haknya lisan lagi adalah mengajarkan ilmu dan memberi nasihat. Karena kebutuhan teman terhadap ilmu itu tidak lebih kecil daripada kebutuhannya terhadap harta. Jika engkau kaya dengan ilmu, maka wajib bagimu untuk memberikan anugerah ilmu yang banyak dan menunjukkan padanya tentang setiap ilmu yang bermanfaat dalam urusan dunia dan agama.

Jika engkau telah mengajarkan dan memberitahukan ilmu namun dia tidak mengamalkannya, maka wajib bagimu untuk menasihatinya. Yaitu dengan menjelaskan bahaya-bahaya dari perbuatannya dan faedah-faedah meninggalkannya, serta menakut-nakutinya dengan sesuatu yang baik baginya di dunia dan akhirat, agar dia menghentikan apa yang di lakukannya. Menegor dan mengingatkan kesalahan dan kekurangan-kekurangannya.

Namun hendaknya di lakukan saat sepi ketika tidak ada orang lain yang melihat, karena tegoran yang di lakukan di depan orang banyak adalah bentuk pelecehan. Sedangkan yang di kehendaki dengan nasihat dan bentuk belas kasih adalah menegor dan mengingatkan di tempat yang sepi ketika tidak ada orang lain yang melihat.

Imam Dzu an Nun Ra berkata, “janganlah berhubungan dengan Allah kecuali mematuhi perintah-Nya, jangan berteman dengan makhluk kecuali dengan nasihat (mengharapkan kebaikan), dan jangan berhubungan dengan nafsu kecuali engkau selalu menentangnya.”

Jangan sampai kamu menyangka bahwa menasihati teman itu bisa membuat hatinya sedih dan gelisah. Karena mengingatkan teman pada sesuatu yang belum dia ketahui adalah bentuk belas kasih dan bisa menarik simpatik hati orang-orang yang mempunyai akal sempurna. Sedangkan orang bodoh yang tidak mempunyai hati, maka tidaklah di anggap.

Karena jika ada seseorang yang mengingatkanmu atas perbuatan tercela yang kau lakukan, atau sifat jelek yang terdapat dalam dirimu agar engkau bisa membersihkannya, maka orang itu seperti mengingatkan bahwa ada ular atau kalajengking di balik bajumu yang ingin membunuhmu. Sehingga jika kamu tidak suka karena telah di ingatkan, maka sebenarnya apa yang membuatmu sangat bodoh seperti ini.

Sifat-sifat tercelah itu seperti ular dan kalajengking yang mana di akhirat akan membuat binasa. Karena sifat-sifat tersebut akan menyakit hati dan ruh. Dan rasa sakit yang di timbulkannya lebih berat daripada sengatan yang hanya di bagian badan yang luar. Sifat-sifat itu di ciptakan dari api nerakanya Allah Swt yang membara. Oleh sebab itu sahabat Umar Ra memberikan hadiah pada orang yang telah menunjukkan kekurangan-kekurangan beliau seraya berkata, “semoga Allah memberi rahmat-Nya kepada orang yang telah menunjukkan kekurangan-kekurangan temannya padanya.”

Diantara bunyi surat sebagian ulama’ salaf kepada temanya adalah, “ketahuilah sesungguhnya orang yang membaca Al Qur’an namun lebih memilih dunia, maka dia rentan akan masuk dalam golongan orang-orang yang menertawakan ayat-ayat Allah Swt.”

Sesungguhnya Allah Swt telah mensifati  para pendusta agama dengan sifat berupa membenci dan tidak suka terhadap orang yang memberi nasihat baik pada mereka.
Allah Swt berfirman dalam surat Al A’raaf ayat 79 :

Artinya : “Maka Shaleh meninggalkan mereka seraya berkata: "Hai kaumku Sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku, dan aku telah memberi nasehat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai orang-orang yang memberi nasehat".

Ayat ini menjelaskan tentang kesalahan seseorang yang tidak di sadari. Sedangkan kesalahan yang memang di lakukan secara terang-terangan, maka harus di ingatkan secara halus. Kadang mengingatkan dengan terang-terangan kadang dengan sindiran sampai batas yang tidak sampai membuat tersinggung dan perasaan tidak yaman. Jika kamu mengetahui bahwa nasihat tidak akan berpengaruh padanya, dan sesungguhnya wataknya sudah tidak bisa meninggalkan perbuatan jeleknya, maka yang lebih baik adalah diam dan membiarkannya.

Semua hal diatas adalah perbuatan yang berhubungan dengan kebaikan temanmu dalam urusan agama dan dunianya. Sedangkan kecoroboan dan kesalahan teman yang berhubungan dengan hak pribadimu, maka wajib bagimu untuk menanggung rasa sakit, memaafkan dan menganggapnya tidak ada.

Menyindir teman yang melakukan hal itu bukan termasuk dari bentuk nasihat kepada teman.

Memang demikian, namun jika keterlaluan sehingga bisa membuat putusnya ikatan  persahabatan, maka mengingatkan di tempat yang sepi itu lebih baik dari pada membiarkan putusnya ikatan persahabatan. Mengingatkan dengan cara menyindir itu lebih baik daripada terang-terangan. Mengirim surat itu lebih baik daripada berbicara langsung. Namun menahan rasa sakit dan memaafkan kesalahan teman itu lebih baik daripada semua tindakkan diatas.

[Hak Kelima Adalah Memaafkan Kesalahan-Kesalahan] Kesalahan seorang teman jika berhubungan dengan urusan agamanya, maka hendaknya di beri nasihat dengan cara yang halus seperti yang telah aku jelaskan di depan. Jika dia tetap saja melakukan kesalahannya dan tidak mau menghentikannya, maka sebagian ulama’ ada yang menganjurkan agar memutus ikatan persahabatan dengannya. Dan ada sebagian ulama’ yang berpendapat bahwa tetap bersahabat dengan memenuhi hak-hak mencintainya namun membenci perbuatannya.

Sedangkan kesalahan yang berhubungan dengan hak pribadinya yang bisa membuat hati gelisah, maka tidak ada perbedaan pendapat bahwa yang paling utama adalah memaafkan dan menanggung kesalahannya. Bahkan setiap perbuatan yang masih memungkinkan di arahkan ke bentuk yang baik, dan masih bisa di gambarkan bahwa temannya memiliki alasan dekat ataupun jauh dalam melakukan hal tersebut, maka memaafkan kesalahan adalah hal yang wajib dalam ikatan persahabatan. Karena ada ungkapan yang berbunyi, “terimalah tujuh puluh alasan dari kesalahan temanmu. Jika hatimu tidak mau menerima, maka kembalikanlah celaan pada dirimu.  katakan pada dirimu sendiri, ‘apakah yang membuatmu keras seperti batu, temanmu sudah memberikan tujuh puluh alasan dan minta maaf namun kau tetap tidak mau menerimanya, maka kaulah yang sebenarnya jelek bukan temanmu’.”

    Imam Al Ahnaf Ra berkata, “hak seorang teman yang harus kamu penuhi adalah engkau menerima dan memaafkan tiga hal darinya, yaitu kedholiman berupa marah, kekuasaan dan kesalahannya.”

    Ketika temanmu memberikan alasan atas kesalahanya, baik dia berbohong atau jujur, maka terimalah alasannya. Karena orang mukmin itu jika marah, maka kemarahannya akan cepat reda. Hendaknya tidak terlalu berlebihan kalau marah ketika ada permasalahan. Allah Swt berfirman dalam surat Al Mumtahanah ayat 7:

Artinya : “Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orang-orang yang kamu musuhi di antara mereka. dan Allah adalah Maha Kuasa. dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

Sahabat Umar Ra berkata, “jangan sampai rasa cintamu karena terpaksa. Dan jangan sampai kemarahanmu menyebabkan kerusakan, yaitu marah hingga menginginkan kerusakan pada temanmu.”
[Hak Ke enam adalah Mendo’akan Teman] Hendaknya engkau berdoa untuk temanmu, baik saat masih hidup ataupun sudah meninggal dunia, dengan setiap sesuatu yang di sukai untuk diri dan keluarganya sebagaimana engkau berdoa untuk dirimu sendiri.

Dalam sebuah hadits di  sebutkan,

إِذَا دَعَا الرَّجُلُ لِأَخِيْهِ فِيْ ظَهْرِ الْغَيْبِ قَالَ الْمَلَكُ وَلَكَ مِثْلُ ذَلِكَ
“ketika seorang laki-laki berdoa untuk saudaranya saat dia bepergian, maka malaikat berkata, ‘engkau juga akan mendapatkan seperti doa yang kau ucapkan’.”

Dalam hadits lain di sebutkan,

دَعْوَةُ الرَّجُلِ لِأَخِيْهِ فِيْ ظَهْرِ الْغَيْبِ لَا تُرَدُّ
 “doa seorang laki-laki untuk saudaranya yang sedang bepergian (tidak ada di hadapannya) tidak akan di tolak.”

Abu Darda’ Ra berkata, “sesungguhnya aku mendoakan tujuh puluh saudara / teman dalam sujudku, dan aku sebut nama mereka satu persatu.”

Imam Muhammad ibn Yusuf al Ashfihani Ra berkata, “tidak ada yang sama dengan seorang teman yang baik. saat keluargamu membagi warisanmu dan menikmati harta yang kau tinggalkan. Teman yang baik menyendiri meratap sedih akan dirimu, prihatin terhadap amal perbuatan yang telah kau lakukan dan keadaan yang akan kau alami. Dia mendoakanmu di kegelapan malam sedangkan kau terbaring di dalam tanah”. Sebagian ulama’ salaf berkata, “ berdoa untuk orang-orang yang sudah meninggal dunia itu sama seperti memberi hadiah pada orang-orang yang masih hidup”.

[Hak Ke tujuh Adalah Memenuhi Hak –al wafa`- Dan Ikhlas] Yang di kehendaki dengan al wafa` adalah selalu mencintai teman saat dia masih hidup, dan ketika sudah meninggal, maka selalu mencintai dan mengkasihi anak-anak dan teman-temannya. Karena sesungguhnya rasa cinta tidak lain adalah karena akhirat. Ketika rasa cinta itu terputus sebelum meninggal, maka amal perbuatan dan usahanya menjadi hilang dan sia-sia.

Dalam satu riwayat di jelaskan bahwa sesungguhnya baginda Nabi Muhammad Saw memuliakan wanita lanjut usia yang bertamu pada beliau. Kemudian ada yang menanyakan hal itu pada beliau. Beliau Nabi Saw menjawab, “sesungguhnya wanita itu pernah mendatangiku saat Khodijah masih hidup, sedangkan kemulian janji adalah termasuk agama”.

Diantara bentuk memenuhi hak seorang teman adalah menjaga seluruh teman dan kerabat yang berhubungan dengannya. Karena menjaga mereka semua itu lebih bisa menghantarkan simpatik temannya daripada memperhatikan hak temannya itu sendiri. Karena seorang teman akan lebih senang jika engkau menanyakan orang-orang yang berhubungan dengannya. Sebab hal itu menunjukkan pada kekuatan rasa belas kasih dan rasa cinta. Diantara buah ikatan kasih sayang karena Allah Swt adalah engkau tidak akan merasa dengki terhadap temanmu, baik dalam urusan agama dan duniawi. Bagaimana dia akan merasa dengki, wong faedah dari semua yang di miliki oleh temannya akan kembali padanya.

Dengan inilah Allah Swt mensifati orang-orang yang saling mencintai karena Allah Swt. Allah Swt berfirman dalam surat Al Hasyr ayat 9 :

Artinya : “dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang muhajirin), atas diri mereka sendiri, Sekalipun mereka dalam kesusahan. dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntung”.

Sedangkan adanya keinginan terhadap apa yang di miliki oleh teman itu merupakan sifat dengki.
Diantara bentuk memenuhi hak teman adalah sikapnya tidak akan berubah dalam jalinan persahabatan dengan temannya, walaupun keadaannya sedang di puncak, kekuasaannya semakin luas dan pangkatnya semakin tinggi. Karena membanggakan diri di depan teman sebab keadaannya yang semakin baik dan meningkat adalah sesuatu yang tercela. Seorang peyair berkata,
“ sesungguhnya orang-orang yang mulia adalah orang-orang yang ketika kaya maka mereka ingat terhadap orang yang menyayanginya ketika dia masih dalam keadaan susah”

    Dan ketahuilah sesungguhnya bukan termasuk memenuhi hak ikatan persahabatan adalah setuju terhadap perbuatan teman yang bertentangan dengan kebenaran dalam urusan yang berkaitan dengan agama. Akan tetapi yang termasuk dari memenuhi hak adalah menentang dan memberi nasihat yang benar padanya karena Allah Swt.

    Diantara buah dari kejujuran, ikhlas dan memenuhi hak persahabatan secara sempurna adalah sangat sedih jika sampai berpisah dan sama sekali tidak menginginkan terjadinya sesuatu yang bisa menyebabkan perpisahan. Sebagaimana dalam satu ungkapan yang berbunyi :
“ aku merasakan bahwa semua mushibah di sepanjang zaman
tidak terlalu berat bahkan ringan kecuali mushibah berpisah dengan para kekasih”

    Ibn Uyainah mendendangkan syair ini dan berkata, “sesungguhnya aku telah berjanji kepada sekelompok kaum yang telah berpisah denganku selama tiga puluh tahun, bahwa kesedihan berpisah dengan mereka tidak akan pernah hilang dari hatiku.”

    Diantara bentuk memenuhi hak persahabatan lagi adalah tidak menghiraukan pendapat orang-orang -yang negatif- tentang temannya. Diantaranya lagi adalah tidak membenarkan musuh temannya.
Imam Asy syafi’i Ra berkata, “ketika temanmu telah mentaati musuhmu, maka sesungguhnya mereka berdua telah bergabung untuk memusuhimu!.”

[Hak Kedelapan Adalah Meringankan, Tidak Memaksakan Diri, dan Tidak Menuntut Terhadap Teman] Hal ini di wujudkan dengan tidak membebankan kepentingan dan kebutuhannya yang bisa memberatkan terhadap seorang teman. Akan tetapi berusaha membuat hati temannya nyaman, dan membuatnya rilex hingga tidak perlu menanggung kesulitan-kesulitan.

Tidak menuntut agar temannya mau mengurusi dan memenuhi hak-haknya, akan tetapi dia menjalin kasih sayang tidak lain tujuannya hanya karena Allah Swt, agar temannya itu bisa menolongnya untuk melaksanakan perintah agama, ketika bertemu dengannya akan merasa senang dan berusaha mendekatkan diri kepada Allah Swt dengan memenuhi hak-hak teman dan menanggung biayanya.

Sebagian ulama’ berkata, “barang siapa menuntut pada teman-temannya sesuatu yang tidak mereka tuntut padanya, maka sesungguhnya dia telah mendhalimi teman-temannya. Barang siapa menuntut dari teman-temannya sesuatu yang mereka tuntut darinya, maka sesungguhnya dia telah mempersulit teman-temannya. Dan barang siapa tidak menuntut dari teman-temannya sesuatu yang di tuntut mereka darinya, maka dia telah memberikan anugerah pada mereka!.”

    Kesempurnaan meringankan terhadap teman adalah dengan menyingkirkan tuntutan, sehingga seorang teman tidak akan merasa malu padanya dalam segala hal yang dia sendiri tidak malu pada dirinya sendiri.

Sahabat Ali Ra berkata, “teman yang paling jelek adalah orang yang memaksakan diri padamu, dan orang yang membuatmu butuh untuk berkata halus dan memaksamu untuk memberi alasan.”
Imam Al Fudloil Ra berkata, “tali persahabatan diantara manusia menjadi terputus hanya karena memaksakan diri, yaitu salah satu diantara mereka berkujung pada temannya kemudian temannya melakukan sesuatu yang terkesan memaksakan diri, yang sehingga hal itu membuat hubungan diantara mereka berdua terputus.”

Imam Ja’far ibn Muhammad Ash Shadiq Ra berkata, “teman yang paling memberatkan pada saya adalah orang yang memaksakan diri sehingga melakukan hal yang berlebihan padaku, sehingga aku berusaha menghidar darinya. Sedangkan teman yang paling nyaman pada hatiku adalah orang yang ketika aku bersamanya maka seakan aku sendirian -tidak terbebani-.”

    Diantara bentuk meringankan dan tidak memaksakan diri adalah tidak memaksa temannya dalam urusan ibadah sunnah. Sekelompok ulama’ sufi ada yang bersahabat dengan seseorang, namun mereka tidak pernah menegor temannya yang makan seharian dengan berkata, “ hentikan makanmu dan berpuasalah”. Dan ketika temannya melakukan puasa sepanjang tahun, maka mereka tidak pernah berkata padanya, “hentikanlah puasamu dan berbukalah”. Ketika temannya tidur semalaman, maka mereka tidak pernah berkata padanya, “lakukanlah sholat malam”. Dan ketika temannya beribadah semalaman, maka mereka tidak pernah berkata padanya “tidurlah”.

Walaupun demikian, akan tetapi aktifitas dan rutinitas yang di lakukan sufi-sufi tersebut tidaklah bertambah dan berkurang walaupun saat bersama temannya. Sebab ada ungkapan yang berbunyi, “orang yang tidak pernah menuntut, maka ikatan kasih sayang dengannya akan selalu terjaga. Dan orang yang ringan biayanya, maka rasa cinta padanya akan selalu langgeng”.

Sebagian ulama’ berkata, “ketika seorang laki-laki melakukan empat hal di rumah temannya, maka rasa senang bersamanya akan menjadi sempurna, yaitu makan bersamanya, masuk kamar kecil, sholat dan tidur di sana.” Kemudian hal itu di sampaikan kepada sebagian guru, maka beliau berkata “masih ada yang kelima, yaitu dia berkunjung ke rumah temannya bersama keluarga”. Karena sesungguhnya rumah memang di bangun untuk melakukan lima hal ini secara sembunyi-sembunyi. Jika tidak, maka masjid lebih nyaman bagi ahli ibadah untuk melaksanakan sholat.

    Ketika seseorang telah melakukan lima hal tersebut, maka sesungguhnya ikatan persahabatan telah menjadi sempurna, rasa gelisah menjadi hilang dan kebahagian menjadi kuat. Sapaan yang di ucapkan oleh orang arab telah memberikan isyarat akan hal itu, karena ketika salah satu diantara mereka bertemu dengan temannya, maka dia akan berkata,

" مَرْحَبًا وَأَهْلًا وَسَهْلًا "
“engkau mendapatkan keleluasaan, keluarga dan kemudahan”

    Maksudnya adalah engkau mendapatkan keleluasan di dalam hati dan tempat di sisiku. Engkau mendapatkan keluarga yang menyenangkan tanpa ada kegelisahan di sisiku. Dan engkau memiliki kemudahan dalam semua itu tanpa ada sesuatu yang terasa berat bagiku untuk memenuhi apapun yang kau inginkan.

    Bentuk meringankan tidak akan bisa sempurna kecuali kalau dia merasa bahwa dirinya di bawah derajat teman-temannya, berbaik sangka pada mereka dan berburuk sangka pada diri sendiri. Tidak ada kebaikan sama sekali jika bersahabat dengan orang yang tidak merasa bahwa dirinya sama dengan dirimu. Ini adalah tingkatan yang paling rendah, yaitu melihat dengan pandangan kesetaraan dan kesempurnaan di dalam melihat keutamaan yang di miliki oleh teman.

    Ketika seseorang melihat dirinya lebih utama dari pada temannya, maka sesungguhnya dia telah merendahkan temannya. Hal ini secara umum merupakan sifat yang tercelah di kalangan kaum muslimin.

Baginda Nabi Muhammad Saw bersabda,

بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يُحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ
 “sudah cukup sebagai bentuk kejelekan seseorang yaitu ketika dia menghina seudaranya sesama muslim.”

    Diantara bentuk kesempurnaan sikap memberikan keleluasaan dan tidak menuntut adalah bermusyawarah dengan teman-temanya dalam setiap sesuatu yang akan di lakukan serta mau menerima pendapat mereka. Allah Swt berfirman dalam surat Ali Imron ayat 159 :

Artinya : “dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”.

Firman Allah Swt ini telah mencakup seluruh hak di dalam ikatan tali persahabatan. Dan hal ini tidak akan sempurna kecuali jika engkau memposisikan diri sebagai pelayan teman-temanmu, dan berusaha memenuhi hak mereka dengan seluruh anggota badanmu.

[adapun sikap mata dalam ikatan persahabat ] adalah  melihat teman-teman dengan pandangan kasih sayang yang bisa mereka rasakan, melihat kebaikan-kebaikan mereka dan menutup mata dari kejelekan dan kekurangan mereka. Tidak memalingkan pandangan saat mereka menghadap dan berbicara padamu.

Di riwayatkan bahwa sesungguhnya baginda Nabi Muhammad Saw selalu memandang kepada setiap orang yang menghadap pada beliau, sehingga mereka merasa sebagai orang yang paling di muliakan oleh Nabi Saw. Baginda Nabi Saw adalah orang yang murah seyum di hadapan para sahabat, dan selalu mengagumi apapun yang mereka sampaikan.

[adapun sikap telinga dalam ikatan persahabatan adalah] adalah selalu mendengarkan ucapan teman-temanmu dengan menampakkan rasa nikmat mendengarkannya, membenarkan apapun yang di sampaikan, menampakkan rasa senang padanya, dan tidak memutus perkataannya dengan menyampaikan apa yang sebenarnya di kehendaki temannya, tidak menyelah dan menentang apa yang di ucapkannya. Jika ada sesuatu yang mengharuskan engkau tidak mendengarkan apa yang di sampaikan temanmu, maka hendaknya meminta maaf pada mereka.

[adapun sikap lisan] maka sesungguhnya saya telah menjelaskan hak-haknya. Dan diantaranya lagi adalah tidak terlalu mengeraskan suara pada teman-temannya, dan tidak menyampaikan kecuali dengan ungkapan yang bisa mereka fahami.

[sikap kedua tangan] adalah dia tidak menahan kedua tangannya untuk menolong teman-temannya saat mengerjakan setiap sesuatu yang bisa di kerjakan dengan tangan.

[Adapun sikap kedua kaki] adalah tidak mendahului teman-temannya kecuali sebatas kadar saat mereka mendahuluinya, dan tidak terlalu dekat dari mereka kecuali sebatas jarak dekatnya mereka padanya. Berdiri saat mereka datang, tidak duduk kecuali sesuai dengan posisi duduk mereka dan duduk dengan sikap tawadlu’ di manapun tempat duduknya.
(Sumber : BEKAL DAKWAH AL-GHOZALI jilid 1)

Baca juga artikel kami lainnya :  Kisah 25 Nabi dan Rasul Lengkap

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Contoh Dakwah Islam - Artikel Populer