Hukum Pernikahan Dalam Islam : KUFU (SETINGKAT)

Hukum Pernikahan Dalam Islam : KUFU (SETINGKAT)

Persamaan derajat (kufu) bukan menjadi syarat dalam pernikahan, namun tanpa kerelaan pihak istri atau walinya pernikahan yang sudah dilangsungkan dapat dibatalkan. Kufu adalah hak wanita dan walinya. Keduanya berhak menilai dan memutuskan: apabila pihak suami dipandang lebih rendah derajatnya (status sosialnya), maka mereka berhak menolaknya.

Persamaan derajat itu dapat ditinjau dari lima segi.
1. Agama. Seorang wanita muslim tidak sederajat dengan pria kafir.
2. Merdeka. Seorang yang merdeka tidak sederajat dengan budak.
3. Keturunan. Seorang dari keluarga yang saleh tidak sederajat dengan keluarga yang fasik.
4. Kehormatan dan kesucian diri. Wanita terhormat dan bersih dari noda dan dosa tidak sederajat dengan pria pemabuk atau penjudi, apalagi dengan pezina.
 5. Status sosial. Pria yang pekerjaannya rendah tidak setingkat dengan wanita anak dari orang yang terpandang kedudukannya.

Tentang masalah kufu, Al-Qur'an mengungkapkan, 'Pezina tidak boleh menikah kecuali dengan pezina wanita atau dengan wanita musyrik. Dan pezina wanita tidak boleh menikah kecuali dengan pezina pria atau dengan pria musyrik. Dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang mukmin. (QS. 24/A n-Nur: 3). Maksudnya ayat ini tidak pantas orang yang beriman menikah dengan pezina, demikian juga sebaliknya. Semua itu guna memelihara keturunan dan  kehormatan diri orang beriman.

Bagaimana jika antara pria dan wanita yang tidak sederajat, misalnya wanita muslimah dengan pria nonmuslim atau sebaliknya, tetp menjalin cinta dan menikah? Dalam banyak kasus pernikan semacam itu merugikan pihak muslim. Memang secara kasat mata mereka bisa hidup sejahtera dan seolah bahagia, namun akidahnya lambat laun tergadaikan. Bahkan banyak di antara mereka yang akhirnya murtad. Na’udzubillah.

Al-Qur’an melarang orang muslim menikah dengan nonmuslim, “Janganlah kamu nikahi wanita musyrik sebelum mereka beriman. Sungguh hamba sahaya yang beriman lebih baik dari pada wanita musyrik ,meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (pria) musyrik (dengan wanita yangberiman) sebelum mereka beriman. Sungguh hamba sahaya pria yang beriman baik dari pada pria musyrik meskipun dia menarik hatimu." (QS. 21 Al-Baqoroh: 221)

Oleh karena itu jika saudara mulai jatuh cinta, sebelum melangkah lebih jauh selidikilah dulu latar belakang orang yang saudara cintai. Setidaknya tentang agamanya, apakah si dia seiman dengan kita atau tidak. Jika sudah jelas-jelas beda agama, jauhilah.

Perlu saudara ketahui bahwa rata-rata tujuan orang nonmulim menikahi orang Islam adalah untuk mengajak memasuki agama mereka. Ingat misi mereka memang memperbanyak pemeluk melalui pernikahan. Karena itu tidak sedikit non-mulim yang ketika mau menikah dengan orang Islam, rela masuk Islam lebih dulu. Setelah menikah mereka kembali ke agamanya semula. Lalu istrinya yang muslimah pun diajak untuk memeluk agamanya dengan berbagai macam cara. Jadi waspadalah. Benarlah firman Allah SWT pada kelanjutan ayat di atas, "Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran." (QS. 2/Al-Baqoroh: 221)

Barangkali yang juga harus dipertimbangkan tentang kufu ini adalah selisih usia. Buroidah ra. mengemukakan, Abu Bakar ra. dan Umar ra. datang melamar Siti Fatimah ra., maka Muhammad Rosulullah saw. menjawab, "Sesungguhnya ia masih terlalu kecil". Kemudian datanglah Ali kw. melamarnya, maka Rosulullah saw. Menikahkan Siti Fatimah dengannya. (HR. Nasai)

Rosulullah saw. menikahkan putrinya, Siti Fatimah ra. Dengan Ali kw. karena usia keduanya hampir sepadan. Sedangkan umur Siti Fatimah dibandingkan dengan Abu Bakar ra. dan Umar terpaut sangat jauh, sebab kedua sahabat Nabi saw. itu telab berusia lanjut. Hadits ini menyiratkan anjuran, sebaiknya pernikahan dilakukan dengan orang yang tidak banyak selisih usianya, Mengapa? Sebab permikiran orang yang telah lanjut usia berbeda dengan pemikiran gadis belia.

Jadi kalau seorang gadis yang masih belia menikah dengan lelaki yang jauh lebih tua akan terjadi semacam berikut ini:
- si istri punya keinginan selalu bermanja-manja, tidak peduli di keramaian saat jalan-jalan. Namun suaminya merasa malu untuk mengimbangi tingkah-laku istrinya;
- si istri menghadapi masalah dengan canda-tawa, sebaliknya suaminya selalu serius;
- si istri masih senang bermain-main, sedangkan suaminya inginnya senantiasa beribadah;
- apabila punya uang si istri cenderung bersenang-senang, tetapi suaminya mengutamakan menabung.

Nah keinginan-keinginan suami istri yang selalu bertolak belakang itu merupakan masalah yang sangat serius. Jika hal itu terus-menerus terjadi, pastilah pertengkaran demi pertengkaran tak terhindarkan. Dan setiap pertengkaran yang tidak dapat dengan baik senantiasa menorehkan luka berkepanjangan. Akibatnya keduanya pun memendam ketersiksaan. Lalu terjadilah saling menghindari, yang akhirnya membuat masing-masing merasa asing. Selanjutnya, biasanya terjadilah perceraian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Contoh Dakwah Islam - Artikel Populer