Akad nikah dalam Islam

Akad nikah dalam Islam
Akad nikah adalah menciptakan ikatan (perkawinan) lahir-batin seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri sesuai dengan syarat dan rukun yang telah ditetapkan. Tujuannya adalah membangun keluarga bahagia sesuai dengan syariat Islam.

Rasulullah saw. juga menyarankan para pemuda yang sudah akil baligh dan berpenghasilan agar segera menikah,”Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian telah mampu menikahlah. Karena menikah itu dapat memejamkan mata dan menjaga syahwat. Barangsiapa belum mampu menikah, maka hendaklah berpuasa. Karena puasa itu menjadi obat baginya (karena puasa sangat membantu dalam mengendalikan nafsu)." (HR Bukhori & Muslim dari hin Mas'ud ra.)

Yang dimaksud "mampu" di sini, adalah sudah memiliki penghasilan tetap dan cukup untuk biaya hidup bersama seorang tetapi banyak pemuda yang telah mampu mengelak untuk menikah. Mereka rata-rata merasa belum memiliki persiapan materi yang cukup. Dengan kata lain takut tidak dapat membiayai keluarganya. Padahal rezeki orang yang sudah menikah oleh Allah SWT. "Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang pria dan wanita. Apabila mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya." (QS. 24/An-Nur: 32)

Hukum menikah itu ada lima.
1.Wajib bagi orang yang mempunyai penghasilan cukup dan takut tidak dapat menghindari godaan setan (terjerumus pada zina).
2. Sunnah bagi orang yang berkeinginan menikah dan sanggup serta cukup untuk menafkahi.
3. Haram bagi orang yang berniat menyakiti wanita yang dinikahinya.
4. Makruh bagi orang yang belum sanggup memberikan nafkah dan belum mempunyai keinginan menikah.
5. Jais, yakni diperbolehkan (ini asal hukumnya).

Rukun nikah ada tiga.
1.       Aqod, yaitu perkataan wali pihak wanita seperti: "Saya nikahkan engkau dengan anak saya bernama (sebutkan nama pengantin wanita)." Pengantin pria menjawab, "Saya terima menikahi (sebutkan nama pengantin wanita)." Bisa juga didului oleh mempelai pria, "Nikahkan saya dengan anakmu." Kemudian wali menjawab, "Saya nikahkan engkau dengan anak saya (sebutkan nama pengantin wanita)."
  
Tidak sah aqod nikah selain dengan lafadz nikah atau tazwij atau terjemahan dari keduanya. Sabda Muhammad Rosulullah saw. "Takutlah kepada Allah dalam urusan wanita, sesungguhnya kamu ambil mereka dengan kepercayaan Allah dan kamu halalkan mereka dengan kalimat Allah." (HR. Muslim).
  
2.       Wali (dari pihak wanita). Sabda Muhammad Rosulullah saw. "Barangsiapa di antara wanita menikah tanpa seizin walinya, maka pernikahannya batal." (HR. empat ahli hadis, kecuali Nasai).
Yang dianggap syah menjadi wali nikah dari pihak wanita, ialah:
a) bapaknya
b) kakeknya (bapak dari bapak),
c) saudara pria seibu-sebapak,
d) saudara pria sebapak saja,
e) anak pria dari saudara pria seibu-sebapak,
f) anak pria dari saudara pria sebapak saja,
g) saudara pria bapak (paman dari bapak),
h) anak pria paman dari pihak bapak, dan
i) hakim.

Seorang bapak atau seorang kakek bisa kehilangan haknya sebagai wali nikah bagi anak atau cucu wanitanya, jika tidak memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan. Syarat menjadi wali nikah ada lima.
a) Islam. "Wahai orang-orang yang beriman janganlah kamu orang-orang Yahudi dan Nasrani untuk menjadi wali." (Q5. 5/ Al-Maidah: 51)
b) pria;
c) sudah baligh;
d) berakal sehat;
e) merdeka; dan
f) adil
Bapak dan kakek memiliki hak menikahkan anaknya yang masih gadis atau perawan, sekalipun tanpa izin dulu dari anak yang bersangkutan. Akan tetapi terhadap anaknya yang sudah menjanda harus seizinnya. Sabda Rosulullah saw. "Wanita janda lebih berhak atas dirinya dari pada walinya dan anak perawan dinikahkan oleh bapaknya." (HR. Daruquthni).

Ulama-ulama  yang memperbolehkan wali bapak/ kakek menikahkan anak gadisnya tanpa seizin yang bersangkutan lebih dulu memberi syarat:
a.  tidak terjadi permusuhan antara anak dengan bapak/kakek;
b) dinikahkan dengan orang yang sederajat (kufu);
c. prianya mampu membayar mahar dan tidak kurang dari mahar misil (sebanding); dan
d) pria yang dipilihnya tidak membahayakan/mengecewakan si anak gadisnya kelak, setelah mereka hidup sebagai suami-istri.

Sebagian ulama berpendapat, bahwa seorang bapak tidak berhak menikahkan anaknya begitu saja. Apalagi jika anak gadisnya itu sudah menjanda. Muhammad Rosulullah saw. bersabda, "Janganlah rnenikahkan wanita janda sebelum mengajaknya bermusyawarah. Jangan pula menikahkan perawan sebelum meminta izinnya." Para sahabat bertanya, "Bagaimana izin perawan itu ya Rosulullah?" Beliau bersabda, "Diamnya, tanda izinnya." (HR. Jamaah Imam Hadits)

3.       Dua orang saksi. Sabda Muhammad Rosulullah saw. "Tidak sah menikah melainkan dengan wali, dan dua oang saksi yang adil." (HR. Ahmad). Syarat-syarat saksi, sama dengan syarat-syarat wali.

Lalu bagaimana dengan khotbah nikahnya? Khotbah nikah bukanlah suatu keharusan. lbadh ibnu Syaiban menceritakan bahwa seorang lelaki dari kalangan Bani Sulaim menyatakan, "Aku melamar Umamah binti Abdul Mutholib kepada Nabi Muhammad saw. Kemudian beliau menikahkan kami tanpa membacakan khotbah nikah". (HR. Abu Dawud, dan Bukhori) 


Bacaan Akad Nikah IJab Qobul dalam Bahasa Arab dan Indonesia ; 

اَنْکَحْتُكَ وَ زَوَّجْتُكَ مَخْطُوْبَتَكَ …. بِنْتِ …. عَلَی الْمَهْرِ ….


(Ankahtuka wa Zawwajtuka Makhtubataka …. Binti …. alal Mahri ….)
Artinya:
“Aku nikahkan engkau, dan aku kawinkan engkau dengan pinanganmu …. puteri ….. dengan mahar …..”
Itu jika yang mengakadkan orang lain; bukan ayah mempelai perempuan. Namun ayahnya langsung yang menikahkan maka setelah kata “pinanganmu” (مخطوبتك) bisa ditambah dengan dengan kata “puteriku” (بنتي) sehingga menjadi:

اَنْکَحْتُكَ وَ زَوَّجْتُكَ مَخْطُوْبَتَكَ بِنْتِيْ …. عَلَی الْمَهْرِ ….


(Ankahtuka wa Zawwajtuka Makhtubataka Binti …. alal Mahri ….)
Artinya:
“Aku nikahkan engkau, dan aku kawinkan engkau dengan pinanganmu puteriku ….. dengan mahar …..”
Siapapun yang menikahkan, baik ayah mempelai wanita maupun orang lain, maka jawabannya adalah:

قَبِلْتُ نِکَاحَهَا وَ تَزْوِيْجَهَا عَلَي الْمَهْرِ الْمَذْکُوْرِ وَ رَِضِْیتُ بِهِ وَ اللهُ وَلِيُّ التَّوْفِیْقِ


(Qobiltu Nikahaha wa Tazwijaha alal Mahril Madzkuur wa Radhiitu bihi, Wallahu Waliyut Taufiq)
Artinya:
“Aku terima pernikahan dan perkawinannya dengan mahar yang telah disebutkan, dan aku rela dengan hal itu. Dan semoga Allah selalu memberikan anugerah”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Contoh Dakwah Islam - Artikel Populer