Hutang piutang dalam Islam

Hutang piutang dalam Islam

Pengertian utang piutang adalah menyerahkan harta dan benda kepada seseorang dengan catatan akan dikembalikan pada waktu kemudian. Tentu saja dengan tidak merubah keadaannya. Misalnya utang Rp 100.000 maka di kemudian hari harus melunasinya Rp 100.000.

Memberi utang kepada seorang berarti menolongnya, dan sangat dianjurkan oleh agama. "Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikandan taqwa, serta jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan." (QS. Al-Maidah : 2). Rasulullah bersabda : "Seorang muslim yang memberi utang seorang muslim dua kali, sama halnya bersedekah kepadanya satu kali." (HR. Ibnu Majah) Rasulullah saw juga bersabda "Allah akan menolong hamba-Nya, selama hamba-Nya itu menolong saudaranya" (HR. Muslim)

Rukun utang piutang ada tiga yakni :
1. Yang berpiutang dan yang berutang
2. Ada harta atau barang
3. Lafadz kesepakatan. Misalnya : "Saya utangkan ini kepadamu." Yang berutang menjawab, "ya, saya utang dulu, beberapa hari lagi (sebutkan dengan jelas) atau jika sudah punya akan saya lunasi"

Untuk menghindari keributan dikemudian hari, Allah SWT menyarankan agar kita mencatat dengan baik utang piutang yang kita lakukan. "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS. Al-Baqoroh : 282)

Tentu saja jika antara orang yang berutang piutang itu sudah saling mengenal baik dan saling mempercayai, maka boleh tidak mencatatnya.Tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebgian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah, Tuhannya" (QS. Al-Baqoroh : 283)

Jika orang yang berutang tidak dapat tepat pada waktunya karena kesulitan, Allah menganjurkan memberinya kelonggaran. "Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah ketenggangan waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkannya (sebagian atau seluruh utang), itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui" (QS. Al-Baqoroh : 280)

Apabila orang membayar utangnya dengan memberikan kelebihan atas kemauannya sendiri tanpa perjanjian sebelumnya, suatu kebaikan bagi yang berutang. Rasulullah saw bersabda : "Sesungguhnya sebaik-baik kamu, ialah yang sebaik-baiknya membayar hutang." (sepakat ahli hadits). Abu Hurairah ra berkata : "Rasulullah telah berhutang hewan, kemudian beliau bayar dengan hewan yang lebih besar dari hewan yang beliau hutang itu, dan Rasulullah bersabda : "orang yang paling baik diantara kamu, ialah orang yang dapat membayar hutangnya dengan yang lebih baik." (HR. Ahmad dan Tirmizi)

Bila orang yang berpiutang meminta tambahan pengembalian dari orang yang melunasi utang dan telah disepakati bersama sebelumnya, hukumnya tidak boleh. Tambahan pelunasan tersebut tidak halal. Rasulullah saw bersabda : "Tiap-tiap piutang yang mengambil manfaat, maka ia semacam dari beberapa macam riba." (HR. Baihaqi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Contoh Dakwah Islam - Artikel Populer