Pengertian Al Hadits

Pengertian Al Hadits

Hadits menurut ulama ahli hadits (muhadditsin) adalah segala ucapan, perbuatan, taqrir (peneguhan/mendiamkan sebagai tanda membolehkan atau persetujuan), dan sifat-sifat Nabi Muhammad Rosulullah saw. Namun ulama ushul fiqih mendefinisikan hadits lebih sempit lagi, yaitu terbatas pada ucapan, perbuatan, dan taqrir Nabi saw. yang berkaitan dengan hukum.

1. Ucapan, yakni semua ucapan Nabi Muhammad Rosulullah saw. tentang berbagai bidang seperti aqidah, akhlak, pendidikan, hukum, muamalah, dan sebagainya. Berikut kami berikan beberapa contohnya:

# tentang akhlak: 'Abdullah bin 'Amr ra. menyatakan, Muhammad Rosulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya orang-orang pilihan di antara kamu, adalah yang paling indah budi pekerti (akhlak)nya". (HR. Muslim) Yang dimaksud "indah" dalam hadits tersebut adalah menyenangkan orang lain, namun tidak bertentangan dengan hukum agama. Jadi perbuatan yang menyenangkan orang lain, tetapi melanggar norma-norma agama, tidak dapat dikatakan indah.

# soal pendidikan: Jabir ra. menuturkan, Muhammad Rosulullah saw. bersabda: "Tidak pantas bagi orang bodoh mendiamkan kebodohannya. Juga tidak pantas orang yang berilmu itu bendiamkan ilmunya." (HR. Thobroni, Ibnu Sunni dan Abu Nu'aim)

# mengenai muamalah (hubungan antar sesama manusia),Nabi Muhammad Rosulullah saw. bersabda, "Tidak berimanseseorang di antara kalian sebelum ia mencintai saudaranya seperti kecintaannya terhadap dirinya sendiri". (HR. Bukhori)

# perihal pinjam-meminjam, Nabi Muhammad Rosulullah saw.bersabda, "Pinjaman wajib dikembalikan, dan orang yang pinjam sesuatu wajib membayarnya." (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

2. Perbuatan, yakni pengamalan atau penjelasan praktis yang dilakukan oleh Muhammad Rosulullah saw. terhadap syariat (hukum) yang masih samar pelaksanaannya. Berikut beberapa contohnya:

# soal menghilangkan najis mugholladhoh, Abu Huroiroh ra. mengabarkan, Muhammad Rosulullah saw. bersabda: "Apabila bejana (wadah) salah seorang di antara kalian dijilat anjing, maka buanglah isinya, dan cucilah dengan air sebanyak tujuh kali". (HR. Bukhori)

# mengenai wudhu, Utsman bin Affan ra. pernah meminta bejana (berisi air), lalu ia menuangkan ke atas kedua telapak tangannya tiga kali setelah itu membasuhnya. Kemudian ia menciduk air dengan telapak tangan kanannya untuk berkumur, lalu menghisap air dengan hidung dan menyemburkannya.

Sesudah itu ia membasuh mukanya tiga kali, lantas kedua tangan sampai sikusikunya tiga kali, lalu mengusap kepalanya. Terakhir ia membasuh kedua kakinya tiga kali. Setelah itu ia berkata, "Aku melihat Rosulullah saw. berwudhu seperti wudhuku ini. Barang siapa berwudhu seperti wudhuku ini, kemudian sholat dua roka'at, dan hatinya tidak membisikkan sesuatu dalam dua roka'at itu, maka Allah mengampuni dosanya yang telah lalu." (HR. Ahmad, Bukhori, dan Muslim)

# tentang dzikir bersama usai sholat, Ibnu Abbas ra. mengutarakan, "Sesungguhnya dzikir dengan mengeraskan suara setelah usai sholat wajib, pernah dilakukan pada zaman Nabi saw". (H.R. Muslim)

Yang dimaksud dzikir dengan suara keras di sini adalahdzikir bersama-sama. Hal ini boleh dilakukan jika:

a) kalimat-kalimat dzikir yang diucapkan oleh imam dan makmum dari awal sampai akhir adalah sama. Oleh karena itu dalam komunitas muslim tertentu, misalnya pesantren biasanya melafadzkan dzikir secara bersama-sama. Sebab dzikir yang mereka (ialah imam dan para santrinya) baca mulai dari A sampai Z sama. Dan pada umumnya setiap pesantren mempunyai irama dzikir sendiri-sendiri yang enak didengar dan menyentuh perasaan; dan

b) untuk proses pembelajaran bagi yang belum bisa dan juga belum terbiasa berdzikir. Jelaslah bahwa dzikir bersama itu bukan bid'ah.

3. Taqrir (peneguhan atau mendiamkan sebagai tanda membolehkan atau persetujuan) Nabi Muhammad Rosulullah saw. terhadap ucapan atau perbuatan sahabat di hadapan beliau. Contohnya tentang dibolehkannya makan daging biawak. Suatu ketika seorang sahabat menghidangkan daging biawak yang dibakar kepada Nabi Muhammad saw., namun beliau tidak memakannya. "Apakah biawak itu haram?" Tanya salah seorang sahabat.Nabi Muhammad Rosulullah saw. bersabda, "Tidak. Tetapi binatang itu tidak terdapat di negeri kaumku, sehingga aku jijik karenanya." (HR. Bukhori dan Muslim)

Hadits juga disebut sunnah, atsar, dan kabar. Namun sebagian ulama berpendapat bahwa ketiga istilah tersebut memiliki makna yang berbeda dengan hadits. Berikut definisi masing-masing rnenurut sebagian ulama:

# sunnah lebih luas cakupannya dibandingkan dengan hadits. Sebab sunnah tidak terbatas pada ucapan, perbuatan, dan taqrir Nabi Muhammad Rosulullah saw., melainkan juga meliputi sifat kelakuan, dan perjalanan hidup beliau baik sebelum maupun setelah diangkat menjadi Rosulullah (utusan Allah SWT)

# atsar lebih sering digunakan untuk sebutan bagi ucapan sahabat Nabi Muhammad Rosulullah saw.

# kabar (berita) lazimnya selain disandarkan pada sahabat juga disandarkan kepada tabi'in (generasi setelah sahabat). Jadi kabar lebih umum dari hadits, karena di dalamnya termasuk semua riwayat yang bukan dari Nabi Muhammad Rosulullah saw.

Perbedaan pengertian tentang hadits, sunnah, atsar, dan kabar terjadi karena perbedaan sudut pandang para ulama dalam melihat Nabi Muhammad Rosulullah saw. Ulama ushul fiqih memandangnya sebagai pengatur undang-undang dan pencipta dasar-dasar untuk berijtihad. Para ahli fiqih melihat beliau sebagai pribadi yang seluruh perkataan dan perbuatannya menunjuk kepada hukum Islam. Sedangkan ulama hadits memandangnya sebagai panutan umat manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Contoh Dakwah Islam - Artikel Populer