(Fasal) menjelaskan hukum-hukum talak raj’i.
|
(فَصْلٌ)
فِيْ أَحْكَامِ الرَّجْعَةِ
|
Lafadz “ar raj’ah” dengan terbaca fathah huruf
ra’nya. Ada keterangan bahwa ra’nya terbaca kasrah. Raj’ah secara bahasa
adalah kembali satu kali.
|
بِفَتْحِ الرَّاءِ وَحُكِيَ كَسْرُهَا وَهِيَ لُغَةً
الْمَرَّةُ مِنَ الرُّجُوْعِ
|
Dan secara syara’ adalah mengembalikan istri pada
ikatan pernikahan saat masih menjalankan ‘iddah talak selain talak ba’in
dengan cara tertentu.
|
وَشَرْعًا رَدُّ الزَّوْجَةِ إِلَى النِّكَاحِ فِيْ عِدَّةِ
طَلَاقٍ غَيْرِ بَائِنٍ عَلَى وَجْهٍ مَخْصُوْصٍ
|
Dengan bahasa “talak” mengecualikan wathi syubhat dan dhihar. Karena sesungguhnya halalnya melakukan wathi dalam kedua
permasalahan tersebut setelah hilangnya sesuatu yang mencegah kehalalannya
tidak bisa disebut ruju’.
|
وَخَرَجَ بِطَلَاقٍ وَطْءُ الشُّبْهَةِ وَالظِّهَارُ
فَإِنَّ اسْتِبَاحَةَ الْوَطْءِ فِيْهِمَا بَعْدَ زَوَالِ الْمَانِعِ لَا تُسَمَّى
رَجْعَةً
|
Ketika seseorang mentalak istrinya satu atau dua
kali, maka bagi dia diperkenankan ruju’ tanpa seizin sang istri selama masa
‘iddahnya belum habis.
|
(وَإِذَا
طَلَقَ) شَخْصٌ (امْرَأَتَهُ وَاحِدَةً أَوْ اثْنَتَيْنِ فَلَهُ) بِغَيْرِ إِذْنِهَا
(مُرَاجَعَتُهَا مَا لَمْ تَنْقَضِ عِدَّتُهَا)
|
Cara
Ruju’
Ruju’ yang dilakukan oleh orang yang bisa bicara
sudah bisa hasil dengan menggunakan kata-kata, di antaranya adalah “raja’tuki
(aku meruju’mu)” dan lafadz lafadz yang ditasrif dari lafadz “raj’ah.”
|
وَتَحْصُلُ الرَّجْعَةُ مِنَ النَّاطِقِ بِأَلْفَاظٍ
مِنْهَا رَاجَعْتُكِ وَمَا تَصَرَّفَ مِنْهَا
|
Menurut pendapat al ashah sesungguhnya ucapan al murtaji’ (suami yang ruju’),”aku mengembalikanmu pada nikahku”
dan, “aku menahanmu pada nikahku”
adalah dua bentuk kalimat ruju’ yang sharih.
|
وَالْأَصَحُّ إِنَّ قَوْلَ الْمُرْتَجِعِ "رَدَّدْتُكِ
لِنِكَاحِيْ" وَ "أَمْسَكْتُكِ عَلَيْهِ" صَرِيْحَانِ فِيْ الرَّجْعَةِ
|
-menurut al ashah- Sesungguhnya ucapan al murtaji’, “aku menikahimu”, atau, “aku
menikahimu” adalah dua bentuk kalimat ruju’ yang kinayah.
|
وَإِنَّ قَوْلَهُ "تَزَوَّجْتُكِ" أَوْ
"نَكَحْتُكِ" كِنَايَتَانِ
|
Syarat
Orang Yang Ruju’
Syarat al
murtaji’, jika ia tidak dalam keadaan ihram, adalah orang yang sah
melakukan akad nikah sendiri.
|
وَشَرْطُ الْمُرْتَجِعِ إِنْ لَمْ يَكُنْ مُحْرِمًا أَهْلِيَةُ
النِّكَاحِ بِنَفْسِهِ
|
Kalau demikian maka ruju’nya orang yang mabuk
hukumnya sah.
|
وَحِيْنَئِذٍ فَتَصِحُّ رَجْعَةُ السَّكْرَانِ
|
Tidak sah ruju’nya orang murtad, anak kecil dan
orang gila. Karena sesungguhnya masing-masing dari mereka bukan orang yang
sah melakukan akad nikah sendiri.
|
لَا رَجْعَةُ الْمُرْتَدِّ وَلَا رَجْعَةُ الصَّبِيِّ
وَالْمَجْنُوْنِ لِأَنَّ كُلًّا مِنْهُمْ لَيْسَ أَهْلًا لِلنِّكَاحِ بِنَفْسِهِ
|
Berbeda dengan orang yang safih dan budak. Maka
ruju’ yang dilakukan keduanya sah tanpa ada izin dari wali dan majikan.
|
بِخِلَافِ السَّفِيْهِ وَالْعَبْدِ فَرَجْعَتُهُمَا صَحِيْحَةٌ
مِنْ غَيْرِ إِذْنِ الْوَلِيِّ وَالسَّيِّدِ
|
Walaupun awal pernikahan keduanya membutuhkan /
tergantung pada izin wali dan majikannya.
|
وَإِنْ تَوَقَّفَ ابْتِدَاءً نِكَاحُهُمَا عَلَى إِذْنِ
الْوَلِيِّ وَالسَّيِّدِ.
|
Jika ‘iddah wanita yang tertalak raj’i telah
selesai, maka bagi sang suami halal menikahinya dengan akad nikah yang baru.
|
(فَإِنِ
انْقَضَتْ عِدَّتُهَا) أَيِ الرَّجْعِيَّةِ (حَلَّ لَهُ) أَيْ زَوْجِهَا (نِكَاحُهَا
بِعَقْدٍ جَدِيْدٍ
|
Dan setelah akad nikah yang baru tersebut, maka
sang istri hidup bersama suaminya dengan memiliki hak talak yang masih
tersisa. Baik wanita tersebut sempat menikah dengan laki-laki lain ataupun
tidak.
|
وَتَكُوْنُ مَعَهُ) بَعْدَ الْعَقْدِ (عَلَى مَا بَقِيَ
مِنَ الطَّلَاقِ) سَوَاءٌ اتَّصَلَتْ بِزَوْجٍ غَيْرِهِ أَمْ لَا
|
Talak Ba’in
Kubra
Jika suami mentalak sang istri dengan talak
tiga, jika memang sang suami berstatus
merdeka, atau talak dua jika sang suami berstatus budak, baik menjatuhkan
sebelum melakukan jima’ atau setelahnya, maka wanita tersebut tidak halal
bagi sang suami kecuali setelah wujudnya lima syarat.
|
(فَإِنْ
طَلَّقَهَا) زَوْجُهَا (ثَلَاثًا) إِنْ كَانَ حُرًّا أَوْ طَلْقَتَيْنِ إِنْ كَانَ
عَبْدًا قَبْلَ الدُّخُوْلِ أَوْ بَعْدَهُ لَمْ تَحِلَّ لَهُ إِلَّا بَعْدَ وُجُوْدِ
خَمْسِ شَرَائِطَ)
|
Yang pertama, ‘iddah wanita tersebut dari suami
yang telah mentalak itu telah habis.
|
أَحَدُهَا (انْقِضَاءُ عِدَّتِهَا مِنْهُ) أَيِ الْمُطَلِّقِ.
|
Yang kedua, wanita tersebut telah dinikahkan
dengan laki-laki lain, dengan akad nikah yang sah.
|
(وَ)
الثَّانِيْ (تَزْوِيْجُهَا بِغَيْرِهِ) تَزْوِيْجًا صَحِيْحًا
|
Yang ketiga, suami yang lain tersebut telah men-dukhul dan menjima’nya.
|
(وَ)
الثَّالِثُ (دُخُوْلُهُ) أَيِ الْغَيْرِ (بِهَا وَإِصَابَتُهَا)
|
Yaitu suami yang lain tersebut memasukkan hasyafah atau seukuran hasyafah orang yang hasyafah-nya terpotong pada bagian
vagina sang wanita, tidak pada duburnya.
|
بِأَنْ يُوْلِجَ حَشَفَتَهُ أَوْ قَدْرَهَا مِنْ مَقْطُوْعِهَا
بِقُبُلِ الْمَرْأَةِ لَا بِدُبُرِهَا
|
Dengan syarat penisnya harus intisyar (berdiri), dan orang yang memasukkan alat vitalnya
termasuk orang yang memungkinkan melakukan jima’, bukan anak kecil.
|
بِشَرْطِ الْاِنْتِشَارِ فِيْ الذَّكَرِ وَكَوْنِ الْمُوْلِجِ
مِمَّنْ يُمْكِنُ جِمَاعُهُ لَا طِفْلًا
|
Yang ke empat, wanita tersebut telah tertalak ba’in
dari suami yang lain itu.
|
(وَ)
الرَّابِعُ (بَيْنُوْنَتُهَا مِنْهُ) أَيِ الْغَيْرِ
|
Yang kelima, ‘iddahnya dari suami yang lain
tersebut telah selesai.
|
(وَ)
الْخَامِسُ (انْقِضَاءُ عِدَّتِهَا مِنْهُ).
|
(Sumber : Kitab Fathul Qorib)
Baca juga artikel kami lainnya : Asal Mula Kehidupan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar