(Fasal) menjelaskan hukum-hukum mas kawin.
|
(فَصْلُ)
فِيْ أَحْكَامِ الصَّدَاقِ
|
Lafadz “shadaq” dengan terbaca fathah huruf shadnya
adalah bacaan yang lebih fasih daripada dibaca kasrah, dan dicetak dari
lafadz “ash shadq” dengan terbaca fathah huruf shadnya. Dan ash shadq adalah
nama sesuatu yang sangat keras.
|
وَهُوَ بِفَتْحِ الصَّادِ أَفْصَحُ مِنْ كَسْرِهَا مُشْتَقٌّ
مِنَ الصَّدْقِ بِفَتْحِ الصَّادِ وُهَوَ اسْمٌ لِشَدِيْدِ الصُّلْبِ
|
Dan secara syara’, shadaq adalah nama harta yang
wajib diberikan oleh seorang laki-laki sebab nikah, wathi’ syubhat atau
meninggal dunia.
|
وَشَرْعًا اسْمٌ لِمَالٍ وَاجِبٍ عَلَى الرَّجُلِ بِنِكَاحٍ
أَوْ وَطْءِ شُبْهَةٍ أَوْ مَوْتٍ
|
Disunnahkan menyebutkan mas kawin di dalam akad
nikah, walaupun pernikahan seorang budaknya majikan dengan budak wanitanya
majikan tersebut.
|
(وَيُسْتَحَبُّ
تَسْمِيَّةُ الْمَهْرِ) فِيْ عَقْدِ (النِّكَاحِ) وَلَوْ فِيْ نِكَاحِ عَبْدِ السَّيِّدِ
أَمَّتَهُ
|
Sudah dianggap cukup menyebutkan mas kawin berupa
apapun, akan tetapi disunnahkan mas kawinnya tidak kurang dari sepuluh dirham
dan tidak lebih dari lima ratus dirham murni.
|
وَيَكْفِيْ تَسْمِيَّةُ أَيِّ شَيْئٍ كَانَ وَلَكِنْ
يُسَنُّ عَدَمُ النَّقْصِ عَنْ عَشْرَةِ دَرَاهِمَ وَعَدَمُ الزِّيَادَةِ عَلَى خَمْسِ مِائَةِ دِرْهَمٍ خَالِصَةٍ
|
Dengan ungkapannya, “disunnahkan”, mushannif
memberikan isyarah bahwa boleh melakukan akad nikah tanpa menyebutkan mas
kawin, dan hukumnya memang demikian.
|
وَأَشْعَرَ بِقَوْلِهِ يُسْتَحَبُّ بِجَوَازِ إِخْلَاءِ
النِّكَاحِ عَنِ الْمَهْرِ وَهُوَ كَذَلِكَ
|
At
Tafwidl
(Memasrahkan)
Sehingga, jika di dalam akad nikah tidak
disebutkan mas kawinnya, maka hukum akad nikah tersebut sah. Dan inilah yang
dimaksud dengan at tafwidl (memasrahkan).
|
(فَإِنْ
لَمْ يُسَمَّ) فِيْ عَقْدِ النِّكَاحِ مَهْرٌ (صَحَّ الْعَقْدُ) وَهَذَا مَعْنَى
التَّفْوِيْضِ
|
Tafwidl adakalanya dari mempelai wanita yang sudah
baligh dan rasyid, seperti ucapan wanita tersebut pada walinya, “nikahkanlah aku dengan tanpa mas kawin”,
atau “dengan tanpa mas kawin yang akan
aku miliki”, kemudian sang wali menikahkannya dan mentiadakan mas kawin
atau diam tidak mengucapkan mas kawin.
|
وَيَصْدُرُ تَارَةً مِنَ الزَّوْجَةِ الْبَالِغَةِ الرَّشِيْدَةِ
كَقَوْلِهَا لِوَلِيِّهَا زَوِّجْنِيْ بِلَا مَهْرٍ أَوْ عَلَى أَنْ لَا مَهْرَ لِيْ
فَيُزَوِّجُهَا الْوَلِيُّ وَيُنْفِيْ الْمَهْرَ أَوْ يَسْكُتُ عَنْهُ
|
Begitu juga seandainya majikan budak wanita
berkata pada seseorang, “aku nikahkan
engkau dengan budak wanitaku”, dan sang majikan mentiadakan mas kawin
atau diam tidak menyebutkannya.
|
وَكَذَا لَوْ قَالَ سَيِّدُ الْأَمَّةِ لِشَخْصٍ زَوَّجْتُكَ
أَمَّتِيْ وَنَفَى الْمَهْرَ أَوْ سَكَتَ.
|
Konsekwensi
Tafwidl
Ketika tafwidl
telah sah, maka mas kawin menjadi wajib / tetap dalam permasalahan ini sebab
tiga perkara.
|
(وَ)
إِذَا صَحَّ التَّفْوِيْضُ (وَجَبَ الْمَهْرُ) فِيْهِ (بِثَلَاثَةِ أَشْيَاءَ)
|
Tiga perkara tersebut adalah sang suami
memastikan mas kawin yang akan ia berikan dan sang istri setuju dengan mas
kawin yang telah ditetapkan oleh sang suami.
|
وَهِيَ (أَنْ يُفَرِّضَهُ الزَّوْجُ) عَلَى نَفْسِهِ
وَتَرْضَى الزَّوْجَةُ بِمَا فَرَّضَهُ
|
Atau seorang hakim memastikan mas kawin yang
dibebankan terhadap sang suami. Dan yang dipastikan oleh seorang hakim pada
sang suami adalah mahar mitsil.
|
(أَوْ
يُفَرِّضُهُ الْحَاكِمُ) عَلَى الزَّوْجِ وَيَكُوْنُ الْمَفْرُوْضُ عَلَيْهِ مَهْرَ
الْمِثْلِ
|
Dan disyaratkan hakim harus mengetahui ukuran mahar mitsil tersebut.
|
وَيُشْتَرَطُ عِلْمُ الْقَاضِيْ بِقَدْرِهِ
|
Tidak disyaratkan adanya persetujuan dari kedua
mempelai terhadap apa yang telah ditentukan oleh seorang hakim.
|
أَمَّا رِضَا الزَّوْجَيْنِ بِمَا يُفَرِّضُهُ فَلَا
يُشْتَرَطُ
|
Atau sang suami telah menjima’ sang istri,
maksudnya istri yang telah tafwidl
sebelum ada ketentuan dari sang suami tersebut atau seorang hakim. Sehingga
bagi sang istri berhak memiliki mahar
mitsil sebab jima’ tersebut.
|
(أَوْ
يَدْخُلَ) أَيِ الزَّوْجُ (بِهَا) أَيِ الزَّوْجَةِ الْمُفَوِّضَةِ قَبْلَ فَرْضٍ
مِنَ الزَّوْجِ أَوِ الْحَاكِمِ (فَيَجِبُ) لَهَا (مَهْرُ الْمِثْلِ)
بِنَفْسِ الدُّخُوْلِ
|
Mahar mitsil yang dijadikan ukuran adalah mahar mitsil saat akad nikah menurut
pendapat al ashah.
|
وَيُعْتَبَرُ هَذَا الْمَهْرُ بِحَالِ الْعَقْدِ فِيِ
الْأَصَحِّ
|
Jika salah satu dari suami istri meninggal dunia sebelum
ada kepastian ukuran mas kawinnya dan sebelum terjadi jima’, maka sang suami
wajib memberikan mahar mitsli
menurut pendapat al adlhar.
|
وَإِنْ مَاتَ أَحَدُ الزَّوْجَيْنِ قَبْلَ فَرْضٍ وَوَطْءٍ
وَجَبَ مَهْرُ مِثْلٍ فِيْ الْأَظْهَرِ
|
Yang dikehendaki dengan mahar mitsil adalah ukuran mas kawin yang disetujui / disukai
oleh wanita yang selevel dengan istri tersebut secara adatnya.
|
وَالْمُرَادُ بِمَهْرِ الْمِثْلِ قَدْرُ مَا يُرْغَبُ
بِهِ فِيْ مِثْلِهَا عَادَةً
|
Ukuran
Mas Kawin
Tidak ada batasan tertentu di dalam ukuran
minimal mas kawin. Dan juga tidak ada batasan tertentu di dalam ukuran
maksimal mas kawin.
|
(وَلَيْسَ
لِأَقَلِّ الصَّدَاقِ) حَدٌّ مُعَيَّنٌ فِيْ قِلَّةٍ (وَلَا أَكْثَرِهِ حَدٌّ) مُعَيَّنٌ
فِيْ الْكَثْرَةِ
|
Bahkan batasan dalam hal itu adalah, sesungguhnya
setiap sesuatu yang sah dijadikan sebagai tsaman,
baik berupa benda atau manfaat, maka sah dijadikan sebagai mas kawin.
|
بَلِ الضَّابِطُ فِيْ ذَلِكَ أَنَّ كُلَّ شَيْئٍ صَحَّ
جَعْلُهُ ثَمَنًا مِنْ عَيْنٍ أَوْ مَنْفَعَةٍ صَحَّ جَعْلُهُ صَدَاقًا
|
Namun telah dijelaskan bahwa sesungguhnya mas
kawin yang disunnahkan adalah tidak kurang dari sepuluh dirham dan tidak
lebih dari lima ratus dirham.
|
وَسَبَقَ أَنَّ الْمُسْتَحَبَّ عَدَمُ النَّقْصِ عَنْ
عَشْرَةِ دَرَاهِمَ وَعَدَمُ الزِّيَادَةِ عَلَى خَمْسِ مِائَةِ دِرْهَمٍ
|
Bagi seorang laki-laki diperkenankan menikahi
seorang wanita dengan mas kawin berupa manfaat yang diketahui/maklum, seperti
mengajari Al Qur’an pada wanita tersebut.
|
(وَيَجُوْزُ
أَنْ يَتَزَوَّجَهَا عَلَى مَنْفَعَةٍ مَعْلُوْمَةٍ) كَتَعْلِيْمِهَا الْقُرْآنَ
|
Hukum Mas
Kawin
Separuh dari mas kawin menjadi gugur sebab
terjadi talak sebelum melakukan jima’.
|
(وَيَسْقُطُ
بِالطَّلَاقِ قَبْلَ الدُّخُوْلِ نِصْفُ الْمَهْرِ)
|
Sedangkan talak yang terjadi setelah jima’
walaupun satu kali saja, maka seluruh mas kawin berhak diberikan pada sang
istri, walaupun jima’ yang dilakukan hukumnya haram seperti sang suami
menjima’ istrinya saat sang istri melakukan ihram atau saat haidl.
|
أَمَّا بَعْدَ الدُّخُوْلِ وَلَوْ مَرَّةً وَاحِدَةً
فَيَجِبُ كُلُّ الْمَهْرِ وَلَوْ كَانَ الدُّخُوْلُ حَرَامًا كَوَطْءِ الزَّوْجِ
زَوْجَتَهُ حَالَ إِحْرَامِهَا أَوْ حَيْضِهَا
|
Sebagaimana keterangan didepan bahwa seluruh mas
kawin wajib diberikan pada sang istri sebab salah satu dari suami istri
meninggal dunia. Dan mas kawin belum wajib sebab telah berduaan dengan sang
istri menurut qaul jadid.
|
وَيَجِبُ كُلُّ الْمَهْرِ كَمَا سَبَقَ بِمَوْتِ أَحَدِ
الزَّوْجَيْنِ لَا بِخَلْوَةِ الزَّوْجِ بِهَا فِيْ الْجَدِيْدِ
|
Ketika seorang istri yang merdeka bunuh diri
sebelum sang suami berhubungan intim dengannya, maka mas kawin wanita
tersebut tidak gugur.
|
وَإِذَا قَتَلَتِ الْحُرَّةُ نَفْسَهَا قَبْلَ الدُّخُوْلِ
بِهَا لَا يَسْقُطُ مَهْرُهَا
|
Berbeda dengan permasalahan ketika seorang istri
budak wanita yang melakukan bunuh diri atau dibunuh oleh majikannya sendiri
sebelum sang suami melakukan jima’ dengannya, maka sesungguhnya mas kawinnya
menjadi gugur.
|
بِخِلَافِ مَا لَوْ قَتَلَتِ الْأَمَّةُ نَفْسَهَا أَوْ
قَتَلَهَا سَيِّدُهَا قَبْلَ الدُّخُوْلِ فَإِنَّهُ يَسْقُطُ مَهْرُهَا .
|
(Sumber : Kitab Fathul Qorib)
Baca juga artikel kami lainnya : Asal Mula Kehidupan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar