BAB WAKAF

(Fasal) menjelaskan hukum-hukum wakaf.

(فَصْلٌ فِيْ أَحْكَامِ الْوَقْفِ
Wakaf secara bahasa adalah menahan.

وَهُوَ لُغَةً الْحَبْسُ
Dan secara syara’ adalah menahan harta tertentu yang menerima untuk dialih milikkan yang mungkin untuk dimanfaatkan tanpa menghilangkan barangnya dan memutus hak tasharruf pada barang tersebut karena untuk ditasharrufkan ke jalan kebaikan dengan tujuan mendekat kepada Allah Ta’ala.

وَشَرْعًا حَبْسُ مَالٍ مُعَيَّنٍ قَابِلٍ لِلنَّقْلِ يُمْكِنُ الْاِنْتِفَاعُ بِهِ مَعَ بَقَاءِ عَيْنِهِ وَقَطْعُ التَّصَرُّفِ فِيْهِ عَلَى أَنْ يُصْرَفَ فِيْ جِهَّةِ خَيْرٍ تَقَرُّبًا إِلَى اللهِ تَعَالَى
Syarat orang yang mewakafkan harus sah ibarah-nya dan sah untuk bersedekah kesunnahan.
وَشَرْطُ الْوَاقِفِ صِحَّةُ عِبَارَتِهِ وَأَهْلِيَةُ التَّبَرُّعِ


Syarat Wakaf

Wakaf hukumnya jawaz dengan tiga syarat.

(وَالْوَقْفُ جَائِزٌ بِثَلَاثَةِ شَرَائِطَ)
Dalam sebagian redaksi dengan menggunakan bahasa “wakaf hukumnya jawaz. Dan wakaf memiliki tiga syarat”.
وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ وَالْوَقْفُ جَائِزٌ وَلَهُ ثَلَاثَةُ شُرُوْطٍ
Salah satunya, maukuf (barang yang diwakafkan) harus berupa barang yang bisa dimanfaatkan tanpa menghilangkan barangnya.

أَحَدُهَا (أَنْ يَكُوْنَ) الْمَوْقُوْفُ (مِمَّا يُنْتَفَعُ بِهِ مَعَ بَقَاءِ عَيْنِهِ)
Kemanfaatannya harus kemanfaatan yang mubah dan maqsud.

وَيَكُوْنُ الْاِنْتِفَاعُ مُبَاحًا مَقْصُوْدًا
Sehingga tidak sah mewakafkan alat musik dan mewakafkan dirham untuk digunakan hiasan.

فَلَا يَصِحُّ وَقْفُ آلَةِ اللَّهْوِ وَلَا وَقْفُ دَرَاهِمَ لْلزِّيْنَةِ
Tidak disyaratkan kemanfaat harus wujud pada saat itu. Sehingga hukumnya sah mewakafkan budak dan keledai yang masih kecil.

وَلَا يُشْتَرَطُ النَّفْعُ فِيْ الْحَالِ فَيَصِحُّ وَقْفُ عَبْدٍ وَجَحْشٍ صَغِيْرَيْنِ
Adapun barang yang tidak bisa menetap ainiyah-nya seperti makanan dan wewangian, maka tidak sah mewakafkannya.

وَأَمَّا الَّذِيْ لَا يَبْقَى عَيْنُهُ كَمَطْعُوْمٍ وَرَيْحَانٍ فَلَا يَصِحُّ وَقْفُهُ 
Yang kedua, wakaf harus diberikan pada asal (maukuf alaih pertama) yang sudah wujud, dan far’ (maukuf alaih selanjutnya) yang tidak akan terputus -akan selalu ada-.

(وَ) الثَّانِيْ (أَنْ يَكُوْنَ) الْوَقْفُ (عَلَى أَصْلٍ مَوْجُوْدٍ وَفَرْعٍ لَا يَنْقَطِعُ)
Sehingga mengecualikan wakaf yang diberikan kepada anaknya orang yang mewakafkan yang akan dilahirkan kemudian setelahnya diberikan kepada fuqara’.

فَخَرَجَ الْوَقْفُ عَلَى مَنْ سَيُوْلَدُ لِلْوَاقِفِ ثُمَّ عَلَى الْفُقَرَاءِ
Contoh ini dinamakan dengan mungqati’ al awwal (maukuf alaih pertamanya terputus).

وَيُسَمَّى هَذَا مُنقَطِعَ الْأَوَّلِ
Jika wakif (orang yang mewakafkan) tidak menyebutkan kata “kemudian setelahnya diberikan pada fuqara’”, maka contoh ini adalah mungqathi’ awwal wal akhir (maukuf pertama dan yang akhir terputus).

فَإِنْ لَمْ يَقُلْ ثُمَّ الْفُقَرَاءَ كَانَ مُنْقَطِعَ الْأَوَّلِ وَالْآخِرِ
Perkataan mushannif “yang tidak terputus” mengecualikan wakaf yang mungqathi’ al akhir (terputus mauquf ‘alaih selanjutnya) seperti ucapan wakif, “saya mewakafkan barang ini pada Zaid kemudian pada anak-anaknya”, dan ia tidak menambahkan kata-kata setelah itu.

وَقَوْلُهُ لَا يَنْقَطِعُ اخْتِرَازٌ عَنِ الْوَقْفِ الْمُنْقَطِعِ الْآخِرِ كَقَوْلِهِ وَقَفْتُ هَذَا عَلَى زَيْدٍ ثُمَّ نَسْلِهِ وَلَمْ يَزِدْ عَلَى ذَلِكَ
Dan dalam permasalahan ini terdapat dua thariq (pendapat), salah satunya mengatakan bahwa sesungguhnya contoh ini hukumnya batal sebagaimana permasalahan mungqathi’ al awwal. Ini adalah pendapat yang disetujui oleh mushannif.

وَفِيْهِ طَرِيْقَانِ أَحَدُهُمَا أَنَّهُ بَاطِلٌ كَمُنْقَطِعِ الْأَوَّلِ وَهُوَ الَّذِيْ مَشَى عَلَيْهِ الْمُصَنِّفُ
Akan tetapi menurut pendapat yang rajih / kuat hukumnya adalah sah.
لَكِنِ الرَّاجِحُ الصِّحَةُ.
Yang ketiga, wakaf tidak dilakukan pada sesuatu yang diharamkan. Lafadz “mahdhur” dengan menggunakan huruf dha’ yang dibaca dengan mengangkat lidah, maksudnya yang diharamkan.

(وَ) الثَّالِثُ (أَنْ لَا يَكُوْنَ) الْوَقْفُ (فِيْ مَحْظُوْرٍ) بِظَاءٍ مُشَالَةٍ أَي مُحَرَّمٍ
Sehingga tidak sah wakaf untuk membangun gereja yang digunakan untuk beribadah.

فَلَا يَصِحُّ الْوَقْفُ عَلَى عِمَارَةِ كَنِيْسَةٍ لِلتَّعَبُّدِ
Penjelasan mushannif ini memberi pemahaman bahwa sesungguhnya dalam wakaf tidak disyaratkan harus nampak jelas tujuan ibadahnya, bahkan yang penting tidak ada unsur maksiatnya, baik nampak jelas tujuan ibadahnya seperti wakaf kepada kaum fuqara’, atau tidak nampak jelas seperti wakaf kepada orang-orang kaya.

وَأَفْهَمَ كَلاَمُ الْمُصَنِّفِ أَنَّهُ لَا يُشْتَرَطُ فِيْ الْوَقْفِ ظُهُوْرُ قَصْدِ الْقُرْبَةِ بَلِ انْتِفَاءُ الْمَعْصِيَةِ سَوَاءٌ وُجِدَ فِي الْوَقْفِ ظُهُوْرُ قَصْدِ الْقُرْبَةِ كَالْوَقْفِ عَلَى الْفُقَرَاءِ أَمْ لَا كَالْوَقْفِ عَلَى الْأَغْنِيَاءِ
Di dalam wakaf disyaratkan harus tidak dibatasi dengan waktu seperti, “aku wakafkan barang ini selama setahun.”

وَيُشْتَرَطُ فِيْ الْوَقْفِ أَنْ لَا يَكُوْنَ مُؤَقَّتًا كَوَقَفْتُ هَذَا سَنَةً
Dan tidak digantungkan dengan sesuatu seperti ucapan wakif, “ketika datang awal bulan, maka sesungguhnya aku mewakafkan barang ini.”
وَأَنْ لَا يَكُوْنَ مُعَلَّقًا كَقَوْلِهِ إِذَا جَاءَ رَأْسُ الشَّهْرِ فَقَدْ وَقَفْتُ كَذَا

Sesuai Syarat Wakif

Wakaf disesuaikan dengan apa yang disyaratkan oleh wakif pada barang tersebut,

(وَهُوَ) أَيِ الْوَقْفُ (عَلَى مَا شَرَّطَ الْوَاقِفُ) فِيْهِ
Yaitu syarat mendahulukan sebagian dari orang-orang yang mendapatkan wakaf seperti, “aku wakafkan pada anak-anakku yang paling wira’i.”

(مِنْ تَقْدِيْمٍ) لِبَعْضِ الْمَوْقُوْفِ عَلَيْهِمْ كَوَقَفْتُ عَلَى أَوْلَادِيْ الْاَوْرَعِ مِنْهُمْ
Atau mengakhirkan sebagiannya seperti, “aku wakafkan kepada anak-anakku. Kemudian ketika mereka sudah tidak ada, maka kepada anak-anak mereka.”

(أَوْ تَأْخِيْرٍ) كَوَقَفْتُ عَلَى أَوْلَادِيْ فَإِذَا انْقَرَضُوْا فَعَلَى أَوْلَادِهِمْ
Atau menyamakan -diantara seluruh maukuf alaih- seperti, “aku wakafkan kepada anak-anakku sama rata antara yang laki-laki dan yang perempuan.”

(أَوْ تَسْوِيَةٍ) كَوَقَفْتُ عَلَى أَوْلَادِيْ بِالسَّوِيَةِ بَيْنَ ذُكُوْرِهِمْ وَإِنَاثِهِمْ
Atau mengunggulkan sebagian anak-anaknya di atas sebagian yang lain seperti, “aku wakafkan kepada anak-anakku, yang laki-laki mendapatkan bagian dua kali lipat dari bagian yang perempuan.”
(أَوْ تَفْضِيْلٍ) لِبَعْضِ الْأَوْلَادِ عَلَى بَعْضٍ كَوَقَفْتُ عَلَى أَوْلَادِيْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ.

(Sumber : Kitab Fathul Qorib)

Baca juga artikel kami lainnya :  Ayat Ayat Setan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Contoh Dakwah Islam - Artikel Populer