(Fasal)
menjelaskan tentang akad shuluh.
|
(فَصْلٌ) فِي الصُّلْحِ
|
Shuluh
secara bahasa adalah memutus perseturuan. Dan secara syara’ adalah akad yang
memutus perseteruan.
|
وَهُوَ
لُغَةً قَطْعُ الْمُنَازَعَةِ وَشَرْعًا عَقْدٌ يَحْصُلُ بِهِ قَطْعُهَا
|
Shuluh
hukumnya sah disertai dengan pengakuan, maksudnya pengakuan orang yang
dituduh atas tuduhan di dalam masalah harta. Dan ini adalah sesuatu yang
sudah nampak jelas.
|
(وَيَصِحُّ الصُّلْحُ مَعَ
الْإِقْرَارِ) أَيْ إِقْرَارِ الْمُدَّعَى عَلَيْهِ بِالْمُدَّعَى بِهِ (فِيْ
الْأَمْوَالِ) وَهُوَ ظَاهِرٌ
|
Begitu
juga di dalam masalah sesuatu yang mengantarkan padanya, maksudnya pada
harta.
|
(وَ) كَذَا (مَا أَفْضَى
إِلَيْهَا) أَيِ الْأَمْوَالِ
|
Seperti
orang yang telah memiliki hak qishash
atas seseorang, kemudian mereka berdamai dengan ganti rugi berupa harta
dengan menggunakan bahasa “shuluh”, maka sesungguhnya shuluh tersebut
hukumnya sah, atau menggunakan bahasa “jual beli” maka hukumnya tidak sah.
|
كَمَنْ
ثَبَتَ لَهُ عَلَى شَخْصٍ قِصَاصٌ فَصَالَحَهُ عَلَيْهِ عَلَى مَالٍ بِلَفْظِ
الصُّلْحِ فَإِنَّهُ يَصِحُّ أَوْ بِلَفْظِ الْبَيْعِ فَلَا
|
Macam-Macam
Shuluh
Shuluh
memiliki dua macam, shuluh ibra’ dan
mu’awadlah.
|
(وَهُوَ) أَيِ الصُّلْحُ (نَوْعَانِ
إِبْرَاءٌ وَ مُعَاوَضَةٌ
|
Shuluh
Ibra’
Ibra’, maksudnya shuluh ibra’ adalah hanya mengambil
sebagian dari hutang yang berhak ia terima.
|
فَالْإِبْرَاءُ)
أَيْ صُلْحُهُ (اقْتِصَارُهُ مِنْ حَقِّهِ) أَيْ دَيْنِهِ (عَلَى بَعْضِهِ)
|
Sehingga,
ketika ia melakukan akad shuluh dari uang seribu yang menjadi tanggungan
seseorang dengan hanya mengambil lima ratusnya saja, maka seakan-akan ia
berkata pada orang tersebut, “berikan
lima ratus padaku, dan aku bebaskan lima ratusnya lagi untukmu.”.
|
فَإِذَا
صَالَحَهُ مِنَ الْأَلْفِ الَّذِيْ لَهُ فِيْ ذِمَّةِ شَخْصٍ عَلَى
خَمْسِمِائَةٍ مِنْهَا فَكَأَنَّهُ قَالَ لَهُ اعْطِنِيْ خَمْسَمِائَةٍ
وَأَبْرَأْتُكَ مِنْ خَمْسِمِائَةٍ.
|
Tidak
boleh, dengan arti tidak sah, menggantungkan shuluh, maksudnya menggantungkan
shuluh yang bermakna ibra’ dengan
suatu syarat.
|
(وَلَا يَجُوْزُ) بِمَعْنَى
لَا يَصِحُّ (تَعْلِيْقُهُ) أَيْ تَعْلِيْقُ الصُّلْحِ بِمَعْنَى الْإِبْرَاءِ (عَلَى
شَرْطٍ)
|
Seperti
ucapannya, “ketika datang awal bulan,
maka aku melakukan akad shuluh denganmu.”
|
كَقَوْلِهِ
إِذَا جَاءَ رَأْسُ الشَّهْرِ فَقَدْ صَالَحْتُكَ
|
Shuluh
Mu’awadlah
Dan mu’awadlah, maksudnya shuluh mu’awadlah, adalah berpindah dari
haknya kepada barang lain.
|
(وَالْمُعَاوَضَةُ) أَيْ
صُلْحُهَا (عُدُوْلُهُ عَنْ حَقِّهِ إِلَى غَيْرِهِ)
|
Seperti
ia menuntut sebuah rumah atau bagian dari rumah pada seseorang, dan orang
tersebut mengakuinya, kemudian mereka berdamai dengan meminta barang tertentu
seperti baju sebagai ganti dari tuntutan yang pertama, maka sesungguhnya hal
tersebut hukumnya sah.
|
كَأَنِ
ادَّعَى عَلَيْهِ دَارًا أَوْ شِقْصًا مِنْهَا وَأَقَرَّ لَهُ بِذَلِكَ
وَصَالَحَهُ مِنْهَا عَلَى مُعَيَّنٍ كَثَوْبٍ فَإِنَّهُ يَصِحُّ
|
Pada
shuluh ini berlaku hukum jual beli.
|
(وَيَجْرِيْ عَلَيْهِ) أَيْ
عَلَى هَذَا الصُّلْحِ (حُكْمُ الْبَيْعِ)
|
Maka
dalam contoh tersebut, seakan-akan ia menjual rumahnya pada orang yang
dituntut dibeli dengan baju.
|
فَكَأَنَّهُ
فِي الْمِثَالِ الْمَذْكُوْرِ بَاعَهُ الدَّارَ بِالثَّوْبِ
|
Dan
ketika demikian, maka hukum-hukum jual beli berlaku pada barang yang diakadi
shuluh, seperti mengembalikan sebab ada cacat, mencegah tasharruf sebelum
diterima barangnya.
|
وَحِيْنَئِذٍ
فَيَثْبُتُ فِيْ الْمُصَالَحِ عَلَيْهِ أَحْكَامُ الْبَيْعِ كَالرَّدِّ
بِالْعَيْبِ وَمَنْعِ التَّصَرُّفِ قَبْلَ الْقَبْضِ
|
Shuluh
Hathithah
Seandainya
ia melakukan akad shuluh dengan mengambil sebagian barang yang dituntut, maka
disebut hibbah yang ia lakukan pada sebagian hartanya yang tidak ia ambil.
|
وَلَوْ
صَالَحَهُ عَلَى بَعْضِ الْعَيْنِ الْمُدَّعَاةِ فَهِبَّةٌ مِنْهُ لِبَعْضِهَا
الْمَتْرُوْكِ مِنْهَا
|
Sehingga
di dalam hibbah ini terlaku hukum-hukum hibbah yang dijelaskan di dalam
babnya.
|
فَيَثْبُتُ
فِيْ هَذِهِ الْهِبَّةِ أَحْكَامُهَا الَّتِيْ تُذْكَرُ فِي بَابِهَا
|
Shuluh
ini disebut dengan shuluh al hathithah.
|
وَيُسَمَّى
هَذَا صُلْحَ الْحَطِيْطَةِ
|
Tidak
sah dengan menggunakan ungkapan menjual pada sebagian hak yang tidak ia ambil
karena seakan-akan ia menjual barang yang ia tuntut dengan sebagian barang
tersebut.
|
وَلَا
يَصِحُّ بِلَفْظِ الْبَيْعِ لِلْبَعْضِ الْمَتْرُوْكِ كَأَنْ يَبِيْعَهُ
الْعَيْنَ الْمُدَّعَاةَ بِبَعْضِهَا.
|
Memasang
Atap di Atas Jalan Umum
Bagi
orang islam diperkenankan untuk isyra’,
dengan membaca dlammah huruf awalnya dan membaca kasrah huruf yang sebelum
akhir, maksudnya mengeluarkan atap /
belandar, yang disebut juga dengan bahasa janah.
Yaitu mengeluarkan kayu yang berada di atas tembok, hingga berada di atas
jalan umum, yang disebut juga dengan bahasa syari’, dengan syarat tidak sampai menggangu orang yang berjalan
di bawahnya, maksudnya di bawah atap tersebut, bahkan harus agak ditinggikan
sekira orang yang tinggi dengan posisi tegap sempurna bisa berjalan di
bawahnya.
|
(وَيَجُوْزُ لِلْإِنْسَانِ) الْمُسْلِمِ (أَنْ يُشْرِعَ) بِضَمِّ
أَوَّلِهِ وَكَسْرِ مَا قَبْلَ آخِرِهِ أَيْ يُخْرِجُ (رَوْشَنًا) وَيُسَمَّى
أَيْضًا بِالْجَنَاحِ وَهُوَ إِخْرَاجُ خَشَبٍ عَلَى جِدَارٍ (فِيْ) هَوَاءِ (طَرِيْقٍ)
نَافِذٍ وَيُسَمَّى أَيْضًا بِالشَّارِعِ (بِحَيْثُ لَا يَتَضَرَّرُ الْمَارُّ
بِهِ) أَيِ الرَّوْشَنِ بَلْ يُرْفَعُ بِحَيْثُ يَمُرُّ تَحْتَهُ الْمَارُّ
التَّامُ الطَّوِيْلُ مُنْتَصِبًا
|
Imam al
Mawardi juga mensyaratkan bahwa di atas kepala orang tersebut terdapat muatan
yang sudah terbiasa.
|
وَاعْتَبَرَ
الْمَاوَرْدِيُّ أَنْ يَكُوْنَ عَلَى رَأْسِهِ الْحَمُوْلَةُ الْغَالِبَةُ
|
Jika
jalan umum tersebut adalah jalur penunggang kuda atau onta, maka atapnya
harus ditinggikan sekiran tandu yang berada di atas onta beserta kayu-kayu
penopang yang berada di atas tandu tersebut bisa berjalan tanpa terganggu.
|
وَإِنْ
كَانَ الطَّرِيْقُ النَّافِذُ مَمَرَّ فُرْسَانٍ وَقَوَافِلَ فَلْيُرْفَعِ
الرَّوْشَنُ بِحَيْثُ يَمُرُّ تَحْتَهُ الْمَحْمِلُ عَلَى الْبَعِيْرِ مَعَ
أَخْشَابِ الْمَظِلَّةِ الْكَائِنَةِ فَوْقَ الْمَحْمِلِ
|
Adapun
orang kafir dzimmi, maka tidak
diperbolehkan untuk mengeluarkan atap dan as
sabathnya (atap jendela) di atas jalan umum, walaupun ia diperkenankan
lewat di jalan umum.
|
أَمَّا
الذِّمِّيُّ فَيُمْنَعُ مِنْ إِشْرَاعِ الرَّوْشَنِ وَالسَّابَاطِ وَإِنْ جَازَ
لَهُ الْمُرُوْرُ فِيْ الطَّرِيْقِ النَّافِذِ.
|
Gang
Buntu
Tidak
diperkenankan mengeluarkan atap hingga berada di atas gang musytarak (yang di huni orang banyak),
kecuali seizin orang-orang yang bersekutu pada gang tersebut.
|
(وَلَا يَجُوْزُ) إِشْرَاعُ
الرَّوْشَنِ (فِيْ دَرْبِ الْمُشْتَرَكِ إِلَّا
بِإِذْنِ الشُّرَكَاءِ) فِيْ الدَّرْبِ
|
Yang
dikehendaki dengan mereka adalah orang yang pintu rumahnya terhubung pada
gang tersebut.
|
وَالْمُرَادُ
بِهِمْ مَنْ نَفَذَ بَابُ دَارِهِ مِنْهُمْ إِلَى الدَّرْبِ
|
Yang
dikehendaki dengan mereka bukan orang yang tembok rumahnya bersentuhan dengan
gang tanpa ada pintu yang menjalur pada gang tersebut.
|
وَلَيْسَ
الْمُرَادُ بِهِمْ مَنْ لَاصَقَهُ مِنْهُمْ جِدَارُهُ بِلَا نُفُوْذِ بَابٍ
إِلَيْهِ
|
Masing-masing
dari mereka berhak memanfaatkan gang mulai dari pintu rumahnya hingga pintu
masuk gang, bukan bagian setelah pintu rumahnya hingga ujung gang.
|
وَكُلٌّ
مِنَ الشُّرَكَاءِ يَسْتَحِقُّ الْاِنْتِفَاعَ مِنْ بَابِ دَارِهِ إِلَى رَأَسِ
الدَّرْبِ دُوْنَ مَا يَلِيْ آخِرَ الدَّرْبِ
|
Diperkenankan
memajukan posisi pintu rumah di gang musytarak.
Dan tidak diperkenankan memundurkan posisi pintu rumah kecuali seizin
orang-orang yang bertempat di sana.
|
(وَيَجُوْزُ تَقْدِيْمُ
الْبَابِ فِيْ الدَّرْبِ الْمُشْتَرَكِ وَلَا يَجُوْزُ تَأْخِيْرُهُ) أَيِ
الْبَابِ (إِلَّا بِإِذْنِ الشُّرَكَاءِ)
|
Sekira
mereka tidak memperbolehkan, maka tidak diperkenankan untuk dimundurkan.
|
فَحَيْثُ
مَنَعُوْهُ لَمْ يَجُزْ تَأْخِيْرُهُ
|
Sekira
dicegah untuk memundurkan, kemudian ia melakukan akad shuluh dengan
orang-orang yang bertempat di sana dengan ganti rugi berupa harta, maka
hukumnya sah.
|
وَحَيْثُ
مُنِعَ مِنَ التَّأْخِيْرِ فَصَالَحَ شُرَكَاءَ الدَّرْبِ بِمَالٍ صَحَّ
|
(Sumber : Kitab Fathul Qorib)
Baca juga artikel kami lainnya : Sifat Setan - Musuh-Musuh Dan Kawan-Kawan Setan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar