Lafadz shiyam
dan shaum adalah dua bentuk
kalimat masdar, yang secara bahasa
keduanya bermakna menahan.
|
وَهُوَ وَالصَّوْمُ
مَصْدَرَانِ مَعْنَاهُمَا لُغَةً الْإِمْسَاكُ
|
Dan secara syara’ adalah
menahan dari hal-hal yang membatalkan puasa disertai niat tertentu sepanjang
siang hari yang bisa menerima ibadah puasa dari orang muslim yang berakal dan
suci dari haidl dan nifas.
|
وَشَرْعًا
إِمْسَاكٌ عَنْ مُفْطِرٍ بِنِيَةٍ مَخْصُوْصَةٍ جَمِيْعَ نَهَارٍ قَابِلٍ لِلصَّوْمِ
مِنْ مُسْلِمٍ عَاقِلٍ طَاهِرٍ مِنْ حَيْضٍ وَنِفَاسٍ
|
Syarat Wajib Puasa
Syarat-syarat wajib berpuasa
ada tiga perkara. Dalam sebagian redaksi ada empat perkara.
|
(وَشَرَائِطُ وُجُوْبِ الصِّيَامِ
ثَلَاثَةُ أَشْيَاءَ) وَفِيْ بَعْضِ النُّسَحِ أَرْبَعَةُ أَشْيَاءَ
|
Yaitu Islam, baligh, berakal
dan mampu berpuasa.
|
(الإِسْلَامُ وَالْبُلُوْغُ وَالْعَقْلُ
وَالْقُدْرَةُ عَلَى الصَّوْمِ)
|
Dan ini (mampu berpuasa)
tidak tercantum di dalam redaksi yang mengatakan syaratnya ada
tiga perkara.
|
وَهَذَا
هُوَ السَّاقِطُ عَلى نُسْخَةِ الثَّلَاثَةِ
|
Maka puasa tidak wajib bagi
orang yang memiliki sifat yang sebaliknya.
|
فَلَا يَجِبُ
الصَّوْمُ عَلَى الْمُتَّصِفِ بِأَضْدَادِ ذَلِكَ.
|
Fardlu-Fardlu Puasa
Fardlu-fardlunya puasa ada
empat perkara.
|
(وَفَرَائِضُ الصَّوْمِ أَرْبَعَةُ
أَشْيَاءَ)
|
Salah satunya adalah niat di
dalam
hati.
|
أَحَدُهَا
(النِّيَةُ) بِالْقَلْبِ
|
Jika puasa yang dikerjakan
adalah fardlu seperti Romadlon atau puasa nadzar, maka harus melakukan niat
di malam hari.
|
فَإِنْ كَانَ
الصَّوْمُ فَرْضًا كَرَمَضَانَ أَوْ نَذْرًا فَلاَ بُدَّ مِنْ إِيْقَاعِ النِّيَةِ لَيْلًا
|
Dan wajib menentukan puasa
yang dilakukan di dalam puasa fardlu seperti puasa Romadlon.
|
وَيَجِبُ
التَّعْيِيْنُ فِيْ صَوْمِ الْفَرْضِ كَرَمَضَانَ
|
Niat puasa Romadlon yang
paling sempurna adalah seseorang mengatakan, “saya
niat melakukan puasa esok hari untuk melaksanakan kewajiban bulan Romadlon
tahun ini karena Allah Ta’ala.”
|
وَأَكْمَلُ
نِيَةِ صَوْمِهِ أَنْ يَقُوْلَ الشَّخْصُ نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ
رَمَضَانِ هَذِهِ السَّنَةِ لِلهِ تَعَالَى
|
Fardlu kedua adalah menahan
dari makan dan minum
walaupun perkara yang dimakan dan yang diminum hanya sedikit, hal ini ketika
ada unsur kesengajaan.
|
(وَ) الثَّانِيَ (الْإِمْسَاكُ
عَنِ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ) وَإِنْ قَلَّ الْمَأْكُوْلُ وَالْمَشْرُوْبُ عِنْدَ
التَّعَمُّدِ
|
Jika seorang yang berpuasa
melakukan makan dalam keadaan lupa atau tidak mengetahui hukumnya, maka puasanya
tidak batal jika ia adalah orang yang baru masuk Islam atau hidup jauh dari
ulama’. Jika tidak demikian, maka puasanya batal.
|
فَإِنْ أَكَلَ
نَاسِيًا أَوْ جَاهِلًا لَمْ يُفْطِرْ إِنْ كَانَ قَرِيْبَ عَهْدٍ بِالْإِسْلَامِ
أَوْ نَشَأَ بَعِيْدًا عَنِ الْعُلَمَاءِ وَإِلاَّ أَفْطَرَ
|
Fardlu ke tiga adalah
menahan dari melakukan jima’ dengan sengaja.
|
(وَ) الثَّالِثُ (الْجِمَاعُ) عَامِدًا
|
Adapun melakukan jima’ dalam
keadaan lupa, maka hukumnya sama seperti makan dalam keadaan lupa.
|
وَ أَمَّا
الْجِمَاعُ نَاسِيًا فَكَالْأَكْلِ نَاسِيًا
|
Fardlu ke empat adalah
menahan dari muntah
dengan sengaja. Jika ia terpaksa muntah, maka puasanya tidak batal.
|
(وَ) الرَّابِعُ (تَعَمُّدُ الْقَيْئِ)
فَلَوْ غَلَبَهُ الْقَيْئُ لَمْ يَبْطُلْ صَوْمُهُ.
|
Hal-Hal Yang Membatalkan Puasa
Hal-hal yang membuat orang
berpuasa menjadi batal ada sepuluh perkara.
|
(وَالَّذِيْ يُفْطِرُ بِهِ الصَّائِمُ
عَشْرَةُ أَشْيَاءَ)
|
Yang pertama dan kedua
adalah sesuatu yang masuk dengan sengaja ke dalam lubang badan yang terbuka
atau tidak terbuka seperti masuk ke dalam kepala dari luka yang tembus ke
otak.
|
أَحَدُهَا
وَثَانِيْهَا (مَا وَصَلَ عَمْدًا إِلَى الْجَوْفِ) الْمُنْفَتِحِ (أَوْ) غَيْرِ
الْمُنْفَتِحِ كَالْوُصُوْلِ مِنْ مَأْمُوْنَةٍ إِلَى (الرَّأْسِ)
|
Yang dikehendaki adalah
seseorang yang berpuasa harus mencegah masuknya sesuatu ke bagian badan yang
dinamakan jauf (lubang).
|
وَالْمُرَادُ
إِمْسَاكُ الصَّائِمِ عَنْ وُصُوْلِ عَيْنٍ إِلَى مَا يُسَمَّى جَوْفًا
|
Yang ke tiga adalah al huqnah (menyuntik) di bagian salah
satu dari qubul dan dubur.
|
(وَ) الثَّالِثُ (الْحُقْنَةُ
فِيْ أَحَدِ السَّبِيْلَيْنِ)
|
Huqnah adalah obat yang
disuntikkan ke badan orang yang sakit melalui qubul atau dubur yang
diungkapkan di dalam matan dengan
bahasa “sabilaini (dua jalan)”.
|
وَهِيَ دَوَاءٌ
يُحْقَنُ بِهِ الْمَرِيْضُ فِيْ قُبُلٍ أَوْ دُبُرٍ الْمُعَبَّرِ عَنْهُمَا فِي
الْمَتْنِ بِالسَّبِيْلَيْنِ
|
Yang ke empat adalah muntah dengan
sengaja. Jika tidak sengaja, maka puasanya tidak batal seperti yang telah dijelaskan.
|
(وَ) الرَّابِعُ (الْقَيْئُ عَمْدًا)
فَإِنْ لَمْ يَتَعَمَّدْ لَمْ يَبْطُلْ صَوْمُهُ كَمَا سَبَقَ
|
Yang ke lima adalah wathi’
dengan sengaja di bagian farji.
|
(وَ) الْخَامِسُ (الْوَطْءُ عَمْدًا
فِي الْفَرْجِ)
|
Maka puasa seseorang tidak
batal sebab melakukan jima’ dalam keadaan lupa seperti yang telah dijelaskan.
|
فَلَا يُفْطِرُ
الصَّائِمُ بِالْجِمَاعِ نَاسِيًا كَمَا سَبَقَ
|
Yang ke enam adalah inzal, yaitu keluar sperma sebab
bersentuhan kulit dengan tanpa melakukan jima’
|
(وَ) السَّادِسُ (الْإِنْزَالُ)
وَهُوَ خُرُوْجُ الْمَنِيِّ (عَنْ مُبَاشَرَةٍ) بِلَا جِمَاعٍ
|
Baik keluar sperma tersebut
diharamkan seperti mengeluarkan sperma dengan tangannya sendiri, atau tidak
diharamkan seperti mengeluarkan sperma dengan tangan istri atau budak
perempuannya.
|
مُحَرَّمًا
كَإِخْرَاجِهِ بِيَدِّهِ أَوْ غَيْرَ مُحَرَّمٍ كَإِخْرَاجِهِ بِيَدِّ زَوْجَتِهِ
أَوْ جَارِيَتِهِ
|
Dengan bahasa “sebab
bersentuhan kulit”, mushannif mengecualikan keluarnya sperma sebab mimpi
basah, maka secara pasti hal itu tidak bisa membatalkan puasa.
|
وَاخْتَرَزَ
بِمُبَاشَرَةٍ عَنْ خُرُوْجِ الْمَنِيِّ بِاحْتِلَامٍ فَلَا إِفْطَارَ بِهِ جَزْمًا
|
Yang ke tujuh hingga akhir
yang ke sepuluh adalah haidl, nifas, gila dan murtad.
|
(وَ) السَّابِعُ إِلَى آخِرِ
الْعَشْرَةِ (الْحَيْضُ وَالنِّفَاسُ وَالْجُنُوْنُ وَالرِّدَةُ)
|
Maka barang siapa mengalami
hal tersebut di tengah-tengah pelaksanaan puasa, maka hal tersebut
membatalkan puasanya.
|
فَمَنْ طَرَأَ
شَيْئٌ مِنْهَا فِيْ أَثْنَاءِ الصَّوْمِ أَبْطَلَهُ .
|
Kesunahan-Kesunahan Puasa
Di dalam puasa ada tiga perkara yang disunnahkan.
|
(وَيُسْتَحَبُّ فِي الصَّوْمِ
ثَلَاثَةُ أَشْيَاءَ)
|
Salah satunya adalah segera
berbuka jika orang yang berpuasa
tersebut telah meyaqini terbenamnya matahari.
|
أَحَدُهَا
(تَعْجِيْلُ الْفِطْرِ) إِنْ تَحَقَّقَ الصَّائِمُ غُرُوْبَ الشَّمْسِ
|
Jika ia masih ragu-ragu,
maka tidak diperkenankan segera berbuka.
|
فَإِنْ شَكَّ
فَلَا يُعَجِّلُ الْفِطْرَ
|
Disunnahkan untuk berbuka
dengan kurma kering. Jika
tidak maka dengan air.
|
وَيُسَنُّ
أَنْ يُفْطِرَ عَلَى تَمْرٍ وَإِلاَّ فَمَاءٍ
|
Yang ke dua adalah
mengakhirkan sahur selama tidak sampai mengalami keraguan -masuknya waktu Shubuh-. Jika tidak demikian, maka hendaknya tidak
mengakhirkan sahur.
|
(وَ) الثَّانِيْ (تَأْخِيْرُ
السَّحُورِ) مَالَمْ يَقَعْ فِيْ شَكٍّ فَلَا يُؤَخِّرُ
|
Kesunahan sahur sudah bisa
hasil dengan makan dan minum sedikit.
|
وَيَحْصُلُ
السَّحُوْرُ بِقَلِيْلِ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ
|
Yang ke tiga adalah tidak
berkata kotor.
|
(وَ) الثَّالِثُ (تَرْكُ الْهَجْرِ)
أَيِ الْفُحْشِ (مِنَ الْكَلَامِ) الْفَاحِشِ
|
Maka orang yang berpuasa
hendaknya menjaga lisannya dari berkata bohong, menggunjing orang lain dan
sesamanya seperti mencela orang lain.
|
فَيَصُوْنُ
الصَّائِمُ لِسَانَهُ عَنِ الْكَذِبِ وَالْغِيْبَةِ وَنَحْوِ ذَلِكَ كَالشَّتْمِ
|
Jika ada seseorang yang
mencaci dirinya, maka hendaknya ia berkata dua atau tiga kali, “sesungguhnya aku sedang berpuasa.”
|
وَإِنْ شَتَمَهُ
أَحَدٌ فَلْيَقُلْ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا إِنِّيْ صَائِمٌ
|
Adakalanya mengucapkan
dengan
lisan
seperti yang dijelaskan imam an Nawawi di dalam kitab al Adzkar.
|
إِمَّا بِلِسَانِهِ
كَمَا قَالَ النَّوَوِيُّ فِي الْأَذْكَارِ
|
Atau dengan hati sebagaimana
yang dinuqil oleh imam ar Rafi’i dari beberapa imam, dan hanya mengucapkan di
dalam hati.
|
أَوْ بِقَلْبِهِ
كَمَا نَقَلَهُ الرَّافِعِيِّ عَنِ الْأَئِمَّةِ وَاقْتَصَرَ عَلَيْهِ.
|
Puasa-Puasa Yang Diharamkan
Haram melakukan puasa di dalam lima hari. Yaitu dua hari
raya, maksudnya puasa di hari raya Idul Fitri dan Idul Adlha.
|
(وَيَحْرُمُ صِيَامُ
خَمْسِ أَيَّامٍ الْعِيْدَانِ) أَيْ صَوْمُ يَوْمِ عِيْدِ الْفِطْرِ وَعِيْدِ الْأَضْحَى
|
Dan di hari-hari Tasyrik,
yaitu tiga hari setelah hari raya kurban
|
(وَأَيَّامُ التَّشْرِيْقِ) وَهِيَ (الثَّلَاثَةُ)
الَّتِيْ بَعْدَ يَوْمِ النَّحْرِ
|
Puasa Yang Makruh Tahrim
Hukumnya makruh tahrim melakukan puasa di hari Syak tanpa ada sebab yang menuntut untuk melakukan puasa pada
hari itu.
|
(وَيُكْرَهُ) تَحْرِيْمًا (صَوْمُ
يَوْمِ الشَّكِّ) بِلَا سَبَبٍ يَقْتَضِيْ صَوْمَهُ
|
Mushannif memberi isyarah
pada sebagian contoh-contoh sebab ini dengan perkataan beliau, “kecuali jika
kebiasannya melakukan puasa bertepatan dengan hari tersebut”.
|
وَأَشَارَ
الْمُصَنِّفُ لِبَعْضِ صُوَرِ هَذَا السَّبَبِ بِقَوْلِهِ (إِلَّا أَنْ يُوَافِقَ
عَادَةً لَهُ) فِيْ تَطَوُّعِهِ
|
Seperti orang yang memiliki
kebiasaan puasa satu hari dan tidak puasa satu hari, kemudian giliran
puasanya bertepatan dengan hari Syak. Seseorang juga diperkenankan melakukan puasa di hari Syak sebagai pelunasan puasa qadla’
dan puasa nadzar.
|
كَمَنْ عَادَتُهُ
صِيَامُ يَوْمٍ وَإِفْطَارُ يَوْمٍ فَوَافَقَ صَوْمُهُ يَوْمَ الشَّكِّ وَلَهُ صِيَامُ
يَوْمِ الشَّكِّ أَيْضًا عَنْ قَضَاءٍ وَنَذْرٍ
|
Hari Syak adalah hari tanggal
tiga puluh Sya’ban ketika hilal tidak terlihat di malam hari sebelumnya
padahal langit dalam keadaan terang, sedangkan orang-orang membicarakan bahwa
hilal telah terlihat namun tidak ada orang adil yang diketahui telah
melihatnyanya, atau yang bersaksi telah melihatnya adalah anak-anak kecil,
budak atau orang-orang fasiq.
|
وَيَوْمُ
الشَّكِّ هُوَ يَوْمُ الثَّلَاثِيْنَ مِنْ شَعْبَانَ إِذَا لَمْ يُرَى الْهِلَالُ
لَيْلَتَهَا مَعَ الصَّحْوِ وَ تَحَدَّثَ النَّاسُ بِرُؤْيَتِهِ وَلَمْ يُعْلَمْ
عَدْلٌ رَآهُ أَوْ شَهِدَ بِرُؤْيَتِهِ صِبْيَانٌ أَوْ عَبِيْدٌ أَوْ فَسَقَةٌ.
|
Orang Yang Melakukan Jima’ di
Siang Hari Bulan Romadlon
Barang siapa melakukan jima’
di siang hari bulan Romadlon dalam keadaan sengaja melakukannya di bagian
farji, dan dia adalah orang yang diwajibkan untuk berpuasa dan telah niat
melakukan puasa di malam harinya serta dia dianggap berdosa melakukan jima’
tersebut karena berpuasa, maka wajib baginya untuk mengqadla’ puasanya dan
membayar kafarat.
|
(وَمَنْ وَطِئَ فِيْ نَهَارِ رَمَضَانَ)
حَالَ كَوْنِهِ (عَامِدًا فِي الْفَرْجِ) وَهُوَ مُكَلَّفٌ بِالصَّوْمِ وَنَوَى
مِنَ اللَّيْلِ وَهُوَ آثِمٌ بِهَذَا الْوَطْءِ لِأَجْلِ الصَّوْمِ(فَعَلَيْهِ
الْقَضَاءُ وَالْكَفَارَةُ
|
Kafarat tersebut adalah
memerdekakan budak mukmin. Dalam sebagian redaksi ada penjelasan “budak yang selamat dari
cacat yang bisa mengganggu di dalam bekerja dan beraktifitas.”
|
وَهِيَ عِتْقُ
رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ) وَفِيْ بَعْضِ النُّسَحِ سَلِيْمَةٍ مِنَ الْعُيُوْبِ الْمُضِرَّةِ بِالْعَمَلِ
وَالْكَسْبِ
|
Jika ia tidak menemukan
budak, maka wajib melakukan puasa dua bulan berturut-turut. Jika tidak mampu
melakukan puasa dua bulan, maka wajib memberi maka enam puluh orang miskin
atau faqir.
|
(فَإِنْ لَمْ يَجِدْ) هَا (فَصِيَامُ
شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ) صَوْمَهُمَا (فَإِطْعَامُ سِتِّيْنَ
مِسْكِيْنًا) أَوْفَقِيْرًا
|
Masing-masing mendapatkan
satu mud, maksudnya dari jenis bahan makanan yang bisa mencukupi di dalam
zakat fitrah.
|
(لِكُلِّ مِسْكِيْنٍ مُدٌّ) أَيْ
مِمَّا يُجْزِئُ فِيْ صَدَقَةِ الْفِطْرِ
|
Jika ia tidak mampu
melakukan semuanya, maka kafarat tersebut tetap menjadi tanggungannya. Ketika
setelah itu ia mampu melakukan salah satunya, maka wajib baginya untuk
melakukannya.
|
فَإِنْ عَجَزَ
عَنِ الْجَمِيْعِ اسْتَقَرَّتِ الْكَفَارَةُ فِيْ ذِمَّتِهِ فَإِذَا قَدَرَ بَعْدَ
ذَلِكَ عَلَى خَصْلَةٍ مِنْ خِصَالِ الْكَفَارَةِ فَعَلَهَا
|
Hutang Puasa Hingga Meninggal
Dunia
Barang siapa meninggal dunia
dan masih memiliki hutang puasa Romadlon yang ia tinggalkan sebab udzur seperti orang yang
membatalkan puasa sebab sakit dan belum sempat mengqadla’inya semisal
sakitnya terus berlanjut hingga ia meninggal dunia, maka tidak ada tanggungan
dosa baginya di dalam puasa yang ia tinggalkan ini, dan tidak perlu ditebus
dengan fidyah.
|
(وَمَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ)
فَائِتٌ (مِنْ رَمَضَانَ) بِعُذْرٍ كَمَنْ أَفْطَرَ فِيْهِ لِمَرَضٍ وَلَمْ يَتَمَكَّنْ
مِنْ قَضَائِهِ كَأَنِ اسْتَمَرَّ مَرَضُهُ حَتَّى مَاتَ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ
فِيْ هَذَا الْفَائِتِ وَلَا تُدَارَكُ لَهُ بِالْفِدْيَةِ
|
Jika hutang puasa tersebut
bukan karena udzur
dan ia meninggal dunia sebelum sempat mengqadla’inya, maka wajib memberikan
makanan sebagai ganti dari hutang puasanya. Maksudnya bagi seorang wali wajib
mengeluarkan untuk mayat dari harta peninggalannya. Setiap hari yang telah
ditinggalkan diganti dengan satu mud bahan makanan.
|
وَإِنْ فَاتَ
بِغَيْرِ عُذْرٍ وَمَاتَ قَبْلَ التَّمَكُّنِ مِنْ قَضَائِهِ (أُطْعِمَ عَنْهُ) أَيْ
أَخْرَجَ الْوَلِيُّ عَنِ الْمَيِّتِ مِنْ تِرْكَتِهِ (لِكُلِّ يَوْمٍ) فَاتَ (مُدُّ)
طَعَامٍ
|
Satu mud adalah satu rithl
lebih sepertiga rithl negara Bagdad. Dan dengan takaran adalah separuh wadah
takaran negara Mesir.
|
وَهُوَ رِطْلٌ
وَثُلُثٌ بِالْبَغْدَادِيِّ وَهُوَ بِالْكَيْلِ نِصْفُ قَدَحٍ مِصْرِيٍّ
|
Apa yang telah disebutkan
oleh mushannif adalah qaul Jadid.
|
وَمَا ذَكَرَهُ
الْمُصَنِّفُ هُوَ الْقَوْلُ الْجَدِيْدُ
|
Sedangkan menurut qaul
Qadim, tidak harus memberi bahan makanan, bahkan bagi wali juga diperkenankan
untuk melakukan puasa sebagai pengganti dari orang yang meninggal, bahkan hal
itu disunnahkan bagi seorang wali sebagaimana
keterangan
di dalam kitah Syarh al Muhadzdzab.
|
وَالْقَدِيْمُ
لَايَتَعَيَّنُ الْإِطعَامُ بَلْ يَجُوْزُ لِلْوَلِيِّ أَيْضًا أَنْ يَصُوْمَ عَنْهُ
بَلْ يُسَنُّ لَهُ ذَلِكَ كَمَا فِيْ شَرْحِ الْمُهَذَّبِ
|
Dan di dalam kitab ar
Raudlah, imam an Nawawi membenarkan kemantapan dengan pendapat qaul
Qadim.
|
وَصَوَّبَ
فِي الرَّوْضَةِ الْجَزْمَ بِالْقَدِيْمِ
|
Lansia dan Orang Sakit Yang
Tidak Ada Harapan Sembuh
Orang laki-laki tua, wanita
lansia, dan orang sakit yang tidak ada harapan untuk sembuh, ketika
masing-masing dari ketiganya tidak mampu untuk berpuasa, maka diperkenankan
untuk tidak berpuasa dan memberi bahan makanan sebanyak satu mud sebagai
ganti dari setiap harinya.
|
(وَالشَّيْخُ الْهَرَمُ) وَالْعَجُوْزُ
وَالْمَرِيْضُ الَّذِيْ لَا يُرْجَى بُرْؤُهُ (إِذَا عَجَزَ) كُلٌّ مِنْهُمْ (عَنِ
الصَّوْمِ يُفْطِرُ وَيُطْعِمُ عَنْ كُلِّ يَوْمٍ مُدًّا)
|
Tidak diperkenankan menta’jil pembayaran mud sebelum masuk
bulan Romadlon, dan baru
boleh dibayarkan setelah terbit fajar setiap harinya.
|
وَلَايَجُوْزُ
تَعْجِيْلُ الْمُدِّ قَبْلَ رَمَضَانَ وَيَجُوْزُ بَعْدَ فَجْرِ كُلِّ يَوْمٍ.
|
Ibu Hamil dan Menyusui
Bagi wanita hamil dan
menyusui, jika keduanya khawatir terjadi sesuatu yang membahayakan dirinya
sendiri sebab
berpuasa seperti bahaya yang dialami oleh orang sakit, maka diperkenankan
untuk tidak berpuasa dan wajib bagi mereka berdua untuk mengqadla’inya.
|
(وَالْحَامِلُ وَالْمُرْضِعُ إِنْ
خَافَتَا عَلَى أَنْفُسِهِمَا) ضَرَرًا يَلْحَقُهُمَا بِالصَّوْمِ كَضَرَرِ الْمَرِيْضِ
(أَفْطَرَتَا وَ) وَجَبَ (عَلَيْهِمَا الْقَضَاءُ
|
Jika keduanya khawatir pada
anaknya, maksudnya khawatir keguguran bagi wanita hamil dan sedikitnya air
susu bagi ibu menyusui, maka keduanya diperkenankan tidak berpuasa dan wajib
bagi keduanya untuk mengqadla’i sebab membatalkan puasa dan juga membayar
kafarat.
|
وَإِنْ خَافَتَا
عَلَى أَوْلَادِهِمَا) أَيْ إِسْقَاطِ الْوَلَدِ فِيْ الْحَامِلِ وَقِلَّةِ اللَّبَنِ
فِي الْمُرْضِعِ (أَفْطَرَتَا وَ) وَجَبَ (عَلَيْهِمَا الْقَضَاءُ) لِلْإِفْطَارِ
(وَالْكَفَارَةُ) أَيْضًا
|
Kafaratnya adalah setiap
harinya wajib mengeluarkan satu mud. Satu mud, seperti yang telah dijelaskan,
adalah satu rithl lebih sepertiga rithl negara Iraq. Dan diungkapkan dengan
negara Baghdad.
|
وَالْكَفَارَةُ
أَنْ يُخْرَجَ (عَنْ كُلِّ يَوْمٍ مُدٌّ وَهُوَ) كَمَا سَبَقَ (رِطْلٌ وَثُلُثٌ
بِالْعِرَاقِيِّ) وَيُعَبَّرُ عَنْهُ بِالْبَغْدَادِيِّ
|
Orang Sakit dan Musafir
Orang yang sakit dan
bepergian jauh yang hukumnya mubah, jika ia merasa berat untuk berpuasa, maka
bagi keduanya diperkenankan untuk tidak berpuasa dan wajib mengqadla’inya.
|
(وَالْمَرِيْضُ وَالْمُسَافِرُ
سَفَرًا طَوِيْلًا) مُبَاحًا إِنْ تَضَرَّرَا بِالصَّوْمِ (يُفْطِرَانِ وَيَقْضِيَانِ)
|
Bagi orang sakit, jika
sakitnya terus menerus, maka baginya diperkenankan untuk tidak niat berpuasa
di malam hari.
|
وَلِلْمَرِيْضِ
إِنْ كَانَ مَرَضُهُ مُطْبِقًا تَرْكُ النِّيَةِ مِنَ اللَّيْلِ
|
Dan jika sakitnya tidak
terus menerus, seperti demam dalam satu waktu dan tidak di waktu yang lain,
namun di waktu memasuki pelaksanaan puasa (menginjak pagi hari) demamnya
kambuh, maka baginya diperkenankan untuk tidak niat berpuasa -di malam hari-.
|
وَإِنْ لَمْ
يَكُنْ مُطْبِقًا كَمَا لَوْ كَانَ يَحُمَّ وَقْتًا دُوْنَ وَقْتٍ وَكَانَ وَقْتُ
الشُّرُوْعِ فِي الصَّوْمِ مَحْمُوْمًا فَلَهُ تَرْكُ النِّيَةِ
|
Jika tidak demikian, maka
wajib baginya untuk niat di malam hari. Kemudian jika demamnya
kambuh dan ia butuh untuk membatalkan puasa, maka diperkenankan untuk
membatalkan puasanya.
|
وَإِلَّا
فَعَلَيْهِ النِّيَةُ لَيْلًا فَإِنْ عَادَتِ الْحُمَى وَاحْتَاجَ لِلْفِطْرِ أَفْطَرَ
|
Puasa Sunnah
Mushannif tidak menjelaskan
tentang puasa sunnah. Dan puasa sunnah disebutkan di dalam kitab-kitab yang
diperluas pembahasannya.
|
وَسَكَتَ
الْمُصَنِّفُ عَنْ صَوْمِ التَّطَوُّعِ وَهُوَ مَذْكُوْرٌ فِي الْمُطَوَّلَاتِ
|
Di antaranya adalah puasa
Arafah, Asyura’, Tasu’a’, Ayyamul Bidl -tanggal 13,
14, 15-,
dan puasa enam hari di bulan Syawal.
|
وَمِنْهُ
صَوْمُ عَرَفَةَ وَعَاشُوْرَاءَ وَتَاسُوْعَاءَ وَأَيَّامِ الْبِيْضِ وَسِتَّةٍ
مِنْ شَوَّالٍ .
|
(Sumber : Kitab Fathul Qorib)
Baca juga artikel kami lainnya : Cara Mengusir Setan dan Iblis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar