BAB KITABAH (BUDAK MUKATAB)

(Fasal) menjelaskan hukum-hukum kitabah, dengan terbaca kasrah huruf kafnya menurut pendapat yang paling masyhur. Dan menurut satu pendapat dengan terbaca fathah huruf kafnya seperti lafadz “al ‘ataqah.”
(فَصْلٌ) فِيْ أَحْكَامِ الْكِتَابَةِ بِكَسْرِ الْكَافِ فِيْ الْأَشْهَرِ وَقِيْلَ بِفَتْحِهَا كَالْعَتَاقَةِ
Kitabah menurut bahasa adalah lafadz yang diambil dari lafadz “al katbu”, yaitu bermakna mengumpulkan, karena di dalam akad kitabah terdapat unsur mengumpulkan satu cicilan dengan cicilan yang lain.

وَهِيْ لُغَةً مَأْخُوْذَةٌ مِنَ الْكَتْبِ وَهُوَ بِمَعْنَى الْضَمِّ وَالْجَمْعِ لِأَنَّ فِيْهَا ضَمِّ نَجْمٍ إِلَى نَجْمٍ
Dan secara syara’ adalah merdekakan budak yang digantungkan terhadap harta yang dicicil dengan dua waktu yang sudah diketahui atau lebih.
وَشَرْعًا عِتْقٌ مُعَلَّقٌ عَلَى مَالٍ مُنَجَّمٍ بِوَقْتَيْنِ مَعْلُوْمَيْنِ فَأَكْثَرَ


Hukum Kitabah

Al kitabah hukumnya disunnahkan ketika budak laki-laki atau perempuan meminta untuk melakukannya.

(وَالْكِتَابَةُ مُسْتَحَبَّةٌ إِذَا سَأَلَهَا الْعَبْدُ) أَوِالْأَمَّةُ
Dan masing-masing dari keduanya dapat dipercaya dan bisa berkerja, maksudnya mampu bekerja untuk melunasi cicilan yang ia sanggupi.

(وَكَانَ) كُلٌّ مِنْهُمَا (مَأْمُوْنًا) أَيْ أَمِيْنًا (مُكْتَسِبًا) أَيْ قَوِيًا عَلَى كَسْبٍ يُوْفِيْ بِمَا الْتَزَمَهُ مِنْ أَدَاءِ النُّجُوْمِ
Akad kitabah tidak sah  kecuali dengan cicilan harta yang sudah diketahui, seperti ucapan sang majikan kepada si budak, “aku melakukan akad kitabah denganmu dengan membayar dua dinar,” semisal.
(وَلَا تَصِحُّ إِلَّا بِمَالٍ مَعْلُوْمٍ) كَقَوْلِ السَّيِّدِ لِعَبْدِهِ كَاَتَبْتُكَ عَلَى دِيْنَارَيْنِ مَثَلًا.
Harta yang sudah diketahui tersebut diberi jangka waktu yang diketahui, minimal dua kali cicilan.


(وَيَكُوْنُ) الْمَالُ الْمَعْلُوْمُ (مُؤَجَّلًا إِلَى أَجَلٍ مَعْلُوْمٍ أَقَلُّهُ نَجْمَانِ)
Seperti ucapan sang majikan pada budaknya di dalam contoh yang telah disebutkan, “kamu memberikan dua dinar padaku, setiap cicilan memberikan satu dirham. Kemudian setelah kamu telah melunasinya, maka kamu merdeka.”
كَقَوْلِ السَّيِّدِ فِيْ الْمِثَالِ الْمَذْكُوْرِ لِعَبْدِهِ تَدْفَعُ إِلَيَّ الدِّيْنَارَيْنِ فِيْ كُلِّ نَجْمٍ دِيْنَارٌ فَإِذَا أَدَّيْتَ ذَلِكَ فَأَنْتَ حُرٌّ
Akad kitabah yang sah  hukumnya lazim bagi pihak majikan.
(وَهِيَ) أَيِ الْكِتَابَةُ الصَّحِيْحَةُ (مِنْ جِهَّةِ السَّيِّدِ لَازِمَةٌ)
Sehingga baginya tidak diperkenankan merusak akad kitabah ketika sudah sah  kecuali jika budak mukatabnya tidak mampu membayar seluruh atau sebagian cicilan ketika sudah jatuh tempo, seperti ucapan si budak, “aku tidak mampu melunasinya.” Maka bagi sang majikan diperkenankan merusak akad pada saat demikian.

فَلَيْسَ لَهُ فَسْخُهَا بَعْدَ لُزُوْمِهَا إِلَّا أَنْ يَعجُزَ الْمُكَاتَبُ عَنْ أَدَاءِ النَّجْمِ أَوْ بَعْضِهِ عِنْدَ الْمَحِلِّ كَقَوْلِهِ عَجَزْتُ عَنْ ذَلِكَ فَلِلسَّيِّدِ حِيْنَئِذٍ فَسْخُهَا
Yang semakna dengan tidak mampu melunasi adalah si budak mukatab tidak mau melunasi cicilan padahal ia mampu untuk membayar.

وَفِيْ مَعْنَى الْعَجْزِ امْتِنَاعُ الْمُكَاتَبِ مِنْ أَدَاءِ النُّجُوْمِ مَعَ الْقُدْرَةِ عَلَيْهَا.
Akad kitabah hukumnya jaiz bagi pihak si budak.
(وَ) الْكِتَابَةُ (مِنْ جِهَّةِ) الْعَبْدِ (الْمُكَاتَبِ جَائِزَةٌ
Sehingga, setelah akad itu terjadi maka bagi dia diperkenankan menganggap dirinya tidak mampu dengan cara yang telah disebutkan di atas. Dan juga diperkenankan merusak akad kapanpun ia mau.

فَلَهُ) بَعْدَ عَقْدِ الْكِتَابَةِ تَعْجِيْزُ نَفْسِهِ بِالطَّرِيْقِ السَّابِقِ وَلَهُ أَيْضًا (فَسْخُهَا مَتَّى شَاءَ)
Walaupun dia memiliki harta yang bisa digunakan untuk melunasi cicilan kitabahnya.

وَإِنْ كَانَ مَعَهُ مَا يُوَفِّيْ بِهِ نُجُوْمَ الْكِتَابَةِ
Ungkapan mushannif, “kapanpun ia mau”, memberi pemahaman bahwa sesungguhnya ia berhak memilih untuk merusak akad kitabah.

وَأَفْهَمَ قَوْلُ الْمُصَنِّفِ مَتَى شَاءَ أَنَّ لَهُ اخْتِيَارَ الْفَسْخِ
Sedangkan untuk akad kitabah yang fasid, maka hukumnya jaiz bagi pihak budak mukatab dan pihak sang majikan.

أَمَّا الْكِتَابَةُ الْفَاسِدَةُ فَجَائِزَةٌ مِنْ جِهَّةِ الْمُكَاتَبِ وَالسَّيِّدِ
Bagi budak mukatab diperkenankan mentasharufkan harta yang berada ditangannya dengan menjual, membeli, menyewakan dan sesamanya, tidak dengan menghibbahkan dan sesamanya.
(وَلِلْمُكَاتَبِ التَّصَرُّفُ فِيْمَا فِيْ يَدِّهِ مِنَ الْمَالِ) بِبَيْعٍ وَشِرَاءٍ وَإِيْجَارٍ وَنَحْوِ ذَلِكَ لَا بِهِبَّتِهِ وَنَحْوِهَا
Dalam sebagian redaksi matan menggunakan ungkapan, “budak mukatab memiliki hak untuk mentasharrufkan dengan cara yang bisa menggembangkan harta.”

وَفِيْ بَعْضِ نُسَخِ الْمَتْنِ وَيَمْلِكُ الْمُكَاتَبُ التَّصَرُّفَ فِيْمَا فِيْهِ تَنْمِيَةُ الْمَالِ
Yang dikehendaki adalah sesungguhnya dengan akad kitabah, si budak mukatab memiliki hak atas manfaat-manfaat dan hasil pekerjaannya, akan tetapi dia berstatus mahjur ‘alaih (tercegah) untuk merusakkan semua itu tanpa alasan yang benar karena melihat hak sang majikan.

وَالْمُرَادُ أَنَّ الْمُكَاتَبَ يَمْلِكُ بِعَقْدِ الْكِتَابَةِ مَنَافِعَهُ وَاكْتِسَابَهُ إِلَّا أَنَّهُ مَحْجُوْرٌ عَلَيْهِ لِأَجْلِ السَّيِّدِ فِيْ اسْتِهْلَاكِهَا بِغَيْرِ حَقٍّ.
Setelah akad kitabah dengan budaknya sah, maka bagi sang majikan wajib untuk memotong / memberi dispen dari cicilan kitabah sebagian yang bisa membantu si budak untuk melunasi cicilan akad kitabahnya.

(وَيَجِبُ عَلَى السَّيِّدِ) بَعْدَ صِحَّةِ كِتَابَةِ عَبْدِهِ (أَنْ يَضَعَ) أَيْ يَحُطَّ (عَنْهُ مِنْ مَالِ الْكِتَابَةِ مَا) أَيْ شَيْئًا (يَسْتَعِيْنُ بِهِ عَلَى أَدَاءِ نُجُوْمِ الْكِتَابَةِ)
Hukumnya sama dengan memotong, yaitu sang majikan memberikan bagian yang sudah diketahui dari harta kitabah kepada si budak.

وَيَقُوْمُ مَقَامَ الْحَطِّ أَنْ يَدْفَعَ لَهُ السَّيِّدُ جُزْأً مَعْلُوْمًا مِنْ مَالِ الْكِتَابَةِ
Akan tetapi memotong itu lebih utama daripada memberikan harta, karena sesungguhnya tujuan dari potongan tersebut adalah menolong untuk memerdekakan, dan bentuk pertolongan itu nyata betul di dalam pemotongan sedangkan dalam pemberian hanya sekedar dugaan saja.

وَلَكِنِ الْحَطُّ أَوْلَى مِنَ الدَّفْعِ لِأَنَّ الْقَصْدَ مِنَ الْحَطِّ الْإِعَانَةُ عَلَى الْعِتْقِ وَهِيَ مُحَقَّقَةٌ فِيْ الْحَطِّ مَوْهُوْمَةٌ فِيْ الدَّفْعِ
Budak mukatab tidak merdeka kecuali setelah membayar semua harta, maksudnya harta yang telah disepakati di dalam akad kitabah dengan mengecualikan kadar yang dipotong oleh pihak sang majikan.
(وَلَا يَعْتِقُ) الْمُكَاتَبُ (إِلَّا بِأَدَاءِ جَمِيْعِ الْمَالِ) أَيْ مَالِ الْكِتَابَةِ بَعْدَ الْقَدْرِ الْمَوْضُوْعِ عَنْهُ مِنْ جِهَّةِ السَّيِّدِ.

(Sumber : Kitab Fathul Qorib)

Baca juga artikel kami lainnya :  Arti Kafir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Contoh Dakwah Islam - Artikel Populer