Ungkapkan Ulama’ Salaf Tentang Akhlak Yang Baik dan Penjelasan Hakikatnya

Ketahuilah sesungguhnya telah di riwayatkan dari ulama’ salaf tentang akhlak yang baik keterangan-keterangan yang bagaikan buah dan puncak segalanya.

Di antaranya adalah apa yang diungkapkan oleh imam Hasan Basri Ra, “akhlak yang baik adalah berwajah ramah, menyerahkan pemberian dan tidak menyakiti orang lain.”

Beliau juga berkata, “akhlak yang baik adalah membuat senang orang lain baik saat senang ataupun kesulitan.”

Dan ada juga yang mendefinisikan dengan hal-hal lain yang semuanya merupakan buah dari akhlak yang baik.

    Adapun hakikat akhlak adalah sifat yang menancap di dalam hati, yang mana dari sanalah perbuatan-perbuatan dengan mudah dan gampang keluar tanpa butuh harus berfikir dan ada riwayat yang menjelaskannya. Jika sifat yang menancap itu memunculkan perbuatan-perbuatan yang terpuji menurut akal dan syareat, maka sifat tersebut di sebut dengan akhlak yang baik. Namun jika yang muncul adalah perbuatan-perbuatan tercela, maka sifat tersebut di sebut dengan akhlak yang jelek.

    Saya mengungkapkan dengan bahasa, “sifat yang menancap”, karena sesungguhnya orang yang memberikan harta hanya kadang-kadang saja, jika ada keperluan, maka orang tersebut tidak bisa di sebut dermawan selama sifat dermawan tidak menancap di dalam hatinya.

Saya mensyaratkan bahwa perbuatan-perbuatan yang di lakukan harus muncul dengan mudah tanpa harus ada riwayat terlebih dahulu, karena sesungguhnya orang yang berusaha memberikan harta atau berusaha diam saat emosi dengan memaksakan diri atau karena ada riwayat yang menjelaskannya, maka orang tersebut tidak bisa di sebut dermawan atau bijak.

    Pokok dan pondasi akhlak yang baik ada empat, yaitu ilmu hikmah, berani, menjauhi hal yang haram (iffah), dan adil. Yang saya maksud dengan ilmu hikmah adalah keadaan hati yang mampu untuk membedakan antara hal yang benar dan yang salah dalam segala keadaan yang normal. Yang saya kehendaki dengan adil adalah keadaan dan kemampuan hati untuk mengontrol emosi dan syahwat, sehingga sifat adil ini akan mampu mengarahkan keduanya sesuai dengan tuntunan ilmu hikmah, membatasi agar tidak bebas terumbar, dan menahan sesuai dengan tuntunan hikmah. Yang saya maksud dengan berani adalah akal mampu mengendalikan kekuatan emosi, kapan harus marah dan kapan harus tidak marah. Yang saya maksud dengan iffah adalah kekuatan syahwat terkontrol dengan akal dan syareat.

    Dengan sempurnanya ke empat pondasi ini, maka seluruh akhlak yang mulia akan muncul. Sesungguhnya Al Qur’an telah memberi isyarat terhadap akhlak-akhlak ini di dalam mensifati golongan orang-orang mukmin. Allah Swt berfirman dalam surat Al Hujurrat ayat 15 :

Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, Kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar”.

Iman kepada Allah dan Rosul-Nya tanpa ada keraguan adalah kekuatan keyaqinan yang merupakan buah akal dan puncak ilmu hikmah. Berjuang dengan harta adalah kedermawanan guna membatasi kekuatan syahwat. Berjuang dengan badan adalah keberanian mengontrol kekuatan emosional sesuai dengan tuntunan akal dan dalam batas yang wajar tidak berlebihan. Sesungguhnya Allah Swt mensifati para sahabat Nabi Saw dengan firman-Nya dalam surat Al Fath ayat 29 :

Artinya : “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka”.

Firman Allah Swt ini memberi isyarah bahwa ada tempatnya harus bersikap keras dan ada tempatnya harus bersikap lunak dan ramah. Bukanlah suatu kesempurnaan jika selalu bersikap keras atau selalu bersikap lunak dan ramah dalam berbagai keadaan.
(Sumber : BEKAL DAKWAH AL-GHOZALI jilid 2)

Baca juga artikel kami lainnya :  Kepribadian nabi Muhammad saw

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Contoh Dakwah Islam - Artikel Populer