(Fasal) menjelaskan tentang
tayammum.
|
(فَصْلٌ) فِي التَّيَمُّمِ
|
Dalam sebagian redaksi matan, mendahulukan fasal ini dari
pada fasal sebelumnya.
|
وَفِيْ
بَعْضِ نُسَخِ الْمَتْنِ تَقْدِيْمُ هَذَا الْفَصْلِ عَلَى الَّذِيْ قَبْلَهُ
|
Tayammum secara bahasa
bermakna menyengaja. Dan secara syara’ adalah mendatangkan debu suci
mensucikan pada wajah dan kedua tangan sebagai pengganti dari wudlu’, mandi
atau membasuh anggota dengan syarat-syarat tertentu.
|
وَالتَّيَمُّمُ
لُغَةً الْقَصْدُ وَشَرْعًا إِيْصَالُ تُرَابٍ طَهُوْرٍ لِلْوَجْهِ
وَالْيَدَّيْنِ بَدَلًا عَنْ وُضُوْءٍ أَوْ غُسْلٍ أَوْ غَسْلِ عُضْوٍ
بِشَرَائِطَ مَخْصُوْصَةٍ
|
Syarat-Syarat
Tayammum
Syarat-syarat tayammum ada
lima perkara. Dalam sebagian redaksi matan
menggunakan bahasa “khamsu
khishalin (lima hal)”.
|
(وَشَرَائِطُ التَّيَمُّمِ
خَمْسَةُ أَشْيَاءَ:) وَفِيْ بَعْضِ نُسَخِ الْمَتْنِ خَمْسُ خِصَالٍ
|
Salah satunya adalah ada
udzur sebab bepergian
atau sakit.
|
أَحَدُهَا
(وُجُوْدُ الْعُذْرِ بِسَفَرٍ أَوْ مَرَضٍ
|
Yang kedua adalah masuk
waktu sholat. Maka tidak sah tayammun untuk sholat yang dilakukan sebelum
masuk waktunya.
|
وَ)
الثَّانِيْ (دُخُوْلُ وَقْتِ الصَّلَاةِ) فَلَا يَصِحُّ التَّيَمُّمُ لَهَا
قَبْلَ دُخُوْلِ وَقْتِهَا
|
Yang ketiga adalah mencari
air setelah masuknya waktu sholat, baik diri sendiri atau orang lain yang
telah ia beri izin. Maka ia harus mencari air di tempatnya
dan teman-temannya.
|
(وَ) الثَّالِثُ (طَلَبُ
الْمَاءِ) بَعْدَ دُخُوْلِ الْوَقْتِ بِنَفْسِهِ أَوْ بِمَنْ أَذِنَ لَهُ فِيْ
طَلَبِهِ فَيَطْلُبُ الْمَاءَ مِنْ رَحْلِهِ وَرُفْقَتِهِ
|
Jika ia sendirian, maka
cukup melihat ke kanan
kirinya
dari ke empat arah, jika ia berada di dataran yang rata.
|
فَإِنْ
كَانَ مُنْفَرِدًا نَظَرَ حَوَالَيْهِ مِنَ الْجِهَاتِ الْأَرْبَعِ إِنْ كَانَ
بِمُسْتَوٍ مِنَ الْأَرْضِ
|
Jika ia berada di tempat
yang naik turun, maka harus berkeliling ke tempat yang terjangkau oleh
pandangan matanya.
|
فَإِنْ
كَانَ فِيْهَا ارْتِفَاعٌ وَانْخِفَاضٌ تَرَدَّدَ قَدْرَ نَظَرِهِ
|
Dan yang ke empat adalah
sulit menggunakan air.
|
(وَ) الرَّابِعُ (تَعَذُّرُ
اسْتِعْمَالِهِ) أَيِ الْمَاءِ
|
Dengan gambaran jika
menggunakan air, ia khawatir akan kehilangan nyawa atau fungsi anggota badan.
|
بِأَنْ يَخَافَ مِنِ اسْتِعْمَالِ الْمَاءِ عَلَى ذَهَابِ نَفْسٍ أَوْ
مَنْفَعَةِ عُضْوٍ
|
Termasuk udzur adalah
seandainya di dekatnya ada air, namun jika mengambilnya, ia khawatir pada
dirinya dari binatang buas atau musuh, atau khawatir hartanya akan diambil
oleh pencuri atau orang yang ghasab.
|
وَيَدْخُلُ
فِي الْعُذْرِ مَا لَوْ كَانَ بِقُرْبِهِ مَاءٌ وَخَافَ لَوْ قَصَدَهُ عَلَى
نَفْسِهِ مِنْ سَبُعٍ أَوْ عَدُوٍّ أَوْ عَلَى مَالِهِ مِنْ سَارِقٍ أَوْ
غَاصِبٍ
|
Di dalam sebagian redaksi matan, tepat di dalam syarat ini, di
temukan tambahan setelah syarat sulit menggunakan air, yaitu membutuhkan air
setelah berhasil mendapatkannya.
|
وَيُوْجَدُ
فِيْ بَعْضِ نُسَخِ الْمَتْنِ فِيْ هَذَا الشَّرْطِ زِيَادَةٌ بَعْدَ تَعَذُّرِ
اسْتِعْمَالِهِ وَهِيَ (وَإِعْوَازُهُ بَعْدَ الطَّلَبِ).
|
Yang kelima adalah debu
suci, maksudnya debu suci mensucikan dan tidak basah.
|
(وَ) الْخَامِسُ (التُّرَابُ
الطَّاهِرُ) أَيِ الطَّهُوْرُ غَيْرُ الْمَنْدِيِّ
|
Debu suci mencakup debu
hasil ghasab dan debu kuburan yang tidak digali.
|
وَيَصْدُقُ
الطَّاهِرُ بِالْمَغْصُوْبِ وَتُرَابِ مَقْبَرَةٍ لَمْ تُنْبَشْ
|
Di dalam sebagian redaksi matan, ditemukan tambahan di dalam
syarat ini, yaitu debu yang memiliki ghubar.
Sehingga, jika debu tersebut tercampur oleh gamping atau pasir, maka tidak diperbolehkan.
|
وَيُوْجَدُ
فِيْ بَعْضِ الْنَسْخِ زِيَادَةٌ فِيْ هَذَا الشَّرْطِ وَهِيَ (الَّذِيْ لَهُ
غُبَارٌ فَإِنْ خَالَطَهُ جَصٌّ أَوْ رَمْلٍ لَمْ يَجُزْ)
|
Dan ini sesuai dengan pendapat
imam an Nawawi di dalam kitab Syarh Muhadzdzab dan at Tashhih.
|
وَهَذَا
مُوَافِقٌ لِمَا قَالَهُ النَّوَاوِيُّ فِيْ شَرْحِ الْمُهَذَّبِ
وَالتَّصْحِيْحِ
|
Akan tetapi di dalam kitab
ar Raudlah dan al Fatawa, beliau memperbolehkan hal itu.
|
لَكِنَّهُ
فِي الرَّوْضَةِ وَالْفَتَاوَى جَوَّزَ ذَلِكَ
|
Dan juga sah melakukan
tayammum dengan pasir yang ada ghubar-nya.
|
وَيَصِحُّ
التَّيَمُّمُ أَيْضًا بَرَمَلٍ فِيْهِ غُبَارٌ
|
Dengan ungkapan mushannif
“debu”, mengecualikan
selain debu seperti gamping dan remukan genteng.
|
وَخَرَجَ
بِقَوْلِ الْمُصَنِّفِ التُّرَابُ غَيْرُهُ كَنَوْرَةٍ وَسَحَاقَةِ خَزَفٍ
|
Dikecualikan dengan debu
yang suci yaitu debu najis.
|
وَخَرَجَ
بِالطَّاهِرِ النَّجَسُ
|
Adapun debu musta’mal, maka tidak syah digunakan tayammum.
|
وَأَمَّا
التُّرَابُ الْمُسْتَعْمَلُ فَلَا يَصِحُّ التَّيَمُّمُ بِهِ
|
Fardlu-Fardlu
Tayammum
Fardlunya tayammum ada empat perkara.
|
(وَفَرَائِضُهُ أَرْبَعَةُ
أَشْيَاءَ:)
|
Salah satunya adalah niat.
Dalam sebagian redaksi matan,
menggunakan bahasa “empat pekerjaan, yaitu niat fardlu”.
|
أَحَدُهَا
(النِّيَّةُ) وَفِيْ بَعْضِ نُسَخِ الْمَتْنِ أَرْبَعُ خِصَالٍ نِيَّةُ
الْفَرْضِ
|
Jika orang yang melakukan
tayammum niat fardlu dan sunnah, maka dia diperkenankan melakukan keduanya.
|
فَإِنْ
نَوَى الْمُتَيَمِّمُ الْفَرْضَ وَالنَّفْلَ اسْتَبَاحَهُمَا
|
Atau niat fardlu saja, maka
di samping fardlu tersebut, ia juga diperkenankan melakukan ibadah sunnah dan
sholat jenazah. Atau niat sunnah saja, maka ia tidak diperkenankan melakukan
fardlu besertaan dengan ibadah sunnah, begitu juga seandainya ia niat sholat
saja.
|
أَوِ
الْفَرْضَ فَقَطْ اسْتَبَاحَ مَعَهُ النَّفْلَ وَصَلَاةَ الْجَنَائِزِ أَيْضًا
أَوِ النَّفْلَ فَقَطْ لَمْ يَسْتَبِحْ مَعَهُ الْفَرْضَ وَكَذَا لَوْ نَوَى
الصَّلَاةَ
|
Dan
wajib membarengkan niat tayammum dengan memindah debu pada wajah dan kedua
tangan, dan melanggengkan niat hinggah mengusap sebagian wajah.
|
وَيَجِبُ
قَرْنُ نِيَّةِ التَّيَمُّمِ بِنَقْلِ التُّرَابِ لِلْوَجْهِ وَالْيَدَّيْنِ وَاسْتِدَامَةِ
هَذِهِ النِّيَّةِ إِلَى مَسْحِ شَيْئٍ مِنَ الْوَجْهِ
|
Seandainya
dia hadats setelah memindah debu, maka tidak diperkenankan mengusap dengan
debu tersebut, akan tetapi harus memindah / mengambil debu yang lain.
|
وَلَوْ
أَحْدَثَ بَعْدَ نَقْلِ التُّرَابِ لَمْ يَمْسَحْ بِذَلِكَ التُّرَابِ بَلْ
يَنْقُلُ غَيْرَهُ
|
Rukun
yang kedua dan ketiga adalah mengusap wajah dan mengusap kedua tangan beserta
kedua siku.
|
(وَ) الثَّانِيْ وَالثَّالِثُ (مَسْحُ
الْوَجْهِ وَمَسْحُ الْيَدَّيْنِ مَعَ الْمِرْفَقَيْنِ)
|
Dalam
sebagian redaksi matan menggunakan
bahasa “hingga kedua siku”.
|
وَفِيْ
بَعْضِ نُسَخِ الْمَتْنِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ
|
Mengusap
kedua bagian ini (wajah & kedua tangan) dengan dua pukulan pada debu.
|
وَيَكُوْنُ
مَسْحُهُمَا بِضَرْبَتَيْنِ
|
Seandainya
ia meletakkan tangannya ke debu yang lembut kemudian ada debu yang menempel
pada tangannya tanpa memukulkan tangan, maka sudah dianggap cukup.
|
وَلَوْ
وَضَعَ يَدَّهُ عَلَى تُرَابٍ نَاعِمٍ فَعَلَقَ بِهَا تُرَابٌ مِنْ غَيْرِ
ضَرْبٍ كَفَى
|
Rukun
yang ke empat adalah tertib. Maka wajib mendahulukan mengusap wajah sebelum
mengusap kedua tangan, baik tayammum untuk hadats kecil ataupun hadats besar.
|
(وَ) الرَّابِعُ (التَّرْتِيْبُ)
فَيَجِبُ تَقْدِيْمُ مَسْحِ الْوَجْهِ عَلَى مَسْحِ الْيَدَّيْنِ سَوَاءٌ
تَيَمَّمَ عَنْ حَدَثٍ أَصْغَرَ أَوْ أَكْبَرَ
|
Dan
seandainya ia meninggalkan tertib, maka tayammumnya tidak sah.
|
وَلَوْ
تَرَكَ التَّرْتِيْبَ لَمْ يَصِحَّ
|
Adapun
mengambil debu untuk mengusap wajah dan kedua tangan, maka tidak disyaratkan
harus tertib.
|
وَأَمَّا
أَخْذُ التُّرَابِ لِلْوَجْهِ وَالْيَدَّيْنِ فَلَا يُشْتَرَطُ فِيْهِ
تَرْتِيْبٍ
|
Dan
seandainya ia memukulkan tangan satu kali ke debu dan mengusap wajahnya
dengan tangan kanan, dan mengusap tangan kanannya dengan tangan kirinya, maka
hal itu diperkenankan.
|
وَلَوْ
ضَرَبَ بِيَدِّهِ دَفْعَةً عَلَى تُرَابٍ وَمَسَحَ بِيَمِيْنِهِ وَجْهَهُ
وَبِيَسَارِهِ يَمِيْنَهُ جَازَ .
|
Kesunahan-Kesunahan
Tayammum
Kesunahan
tayammum ada tiga perkara. Dalam sebagian redaksi matan, menggunkan bahasa “tiga khishal”.
|
(وَسُنَنُهُ) أَيِ
التَّيَمُّمِ (ثَلَاثَةُ أَشْيَاءَ) وَفِيْ بَعْضِ نُسَخِ الْمَتْنِ ثَلَاثُ
خِصَالٍ
|
Yaitu
membaca basmalah, mendahulukan bagian kanan dari kedua tangan sebelum bagian
kiri dari keduanya, dan mendahulukan wajah bagian atas sebelum wajah bagian
bawah.
|
(التَّسْمِيَّةُ وَتَقْدِيْمُ
الْيُمْنَى) مِنَ الْيَدَّيْنِ (عَلَى الْيُسْرَى) مِنْهُمَا وَتَقْدِيْمُ
أَعْلَى الْوَجْهِ عَلَى أَسْفَلِهِ
|
Dan muwallah. Maknanya telah dijelaskan di
dalam bab “wudlu’”.
|
(وَالْمُوَالَّاةُ) وَسَبَقَ
مَعْنَاهَا فِي الْوُضُوْءِ
|
Masih
ada beberapa kesunahan-kesunahan tayammum yang disebutkan di dalam
kitab-kitab yang diperluas keterangannya.
|
وَبَقِيَ
لِلتَّيَمُّمِ سُنَنٌ أُخْرَى مَذْكُوْرَةٌ فِي الْمُطَوَّلَاتِ
|
Di
antaranya adalah orang yang tayammum sunnah melepas cincinnya saat memukul
debu pertama. Sedangkan untuk pukulan yang kedua, maka wajib melepas cincin.
|
مِنْهَا
نَزْعُ المُتَيَمِّمِ خَاتَمَهُ فِي الضَّرْبَةِ الْأُوْلَى أَمَّا الثَّانِيَةُ
فَيَجِبُ نَزْعُ الْخَاتَمِ فِيْهَا.
|
Hal-Hal yang
Membatalkan Tayammum
Hal-hal
yang membatalkan tayammum ada tiga perkara.
|
(وَالَّذِيْ يُبْطِلُ
التَّيَمُّمَ ثَلَاثَةُ أَشْيَاءَ:)
|
Salah
satunya adalah setiap perkara yang membatalkan wudlu’. Dan telah dijelaskan
di dalam bab “Sebab-Sebab Hadats”.
|
أَحَدُهَا
كُلُّ (مَا أَبْطَلَ الْوُضُوْءَ) وَسَبَقَ بَيَانُهُ فِيْ أَسْبَابِ الْحَدَثِ
|
Sehingga,
ketika seseorang dalam keadaan bertayammum kemudian hadats, maka tayammumnya
batal.
|
فَمَتَى
كَانَ مُتَيَمِّمًا ثُمَّ أَحْدَثَ بَطَلَ تَيَمُّمُهُ
|
Yang ke
dua adalah melihat air di selain waktu sholat. Dalam sebagian redaksi
menggunakan bahasa “wujudnya air”.
|
(وَ) الثَّانِيْ (رُؤْيَةُ
الْمَاءِ) وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ وُجُوْدُ الْمَاءِ (فِيْ غَيْرِ وَقْتِ
الصَّلَاةِ)
|
Sehingga,
barang siapa melakukan tayammum karena tidak ada air kemudian ia melihat atau
menyangka ada air sebelum melakukan sholat, maka tayammumnya batal.
|
فَمَنْ
تَيَمَّمَ لِفَقْدِ الْمَاءِ ثُمَّ رَأَى الْمَاءَ أَوْ تَوَهَّمَهُ قَبْلَ
دُخُوْلِهِ فِي الصَّلَاةِ بَطَلَ تَيَمُّمُهُ
|
Sehingga,
jika ia melihat air saat melakukan sholat, dan sholat yang dilakukan termasuk
sholat yang tidak gugur kewajibannya dengan tayammum -tetap wajib qadla’-
seperti sholatnya orang muqim, maka seketika itu sholatnya batal.
|
فَإِنْ
رَآهُ بَعْدَ دُخُوْلِهِ فِيْهَا وَكَانَتِ الصَّلّاةُ مِمَّا لَايَسْقُطُ فَرْضُهَا
بِالتَّيَمُّمِ كَصَلَاةِ مُقِيْمٍ بَطَلَتْ فِي الْحَالِ
|
Atau
termasuk sholat yang sudah gugur kewajibannya dengan tayammum seperti
sholatnya seorang musafir, maka sholatnya tidak batal, baik sholat fardlu
ataupun sunnah.
|
أَوْ
مِمَّا يَسْقُطُ فَرْضُهَا بِالتَّيَمُّمِ كَصَلَاةِ مُسَافِرٍ فَلَا تَبْطُلُ
فَرْضًا كَانَتِ الصَّلاَةُ أَوْ نَفْلًا
|
Jika
seseorang melakukan tayammum karena sakit atau sesamanya, kemudian ia melihat
air, maka melihat air tidaklah berpengaruh apa-apa, bahkan tayammumnya tetap sah.
|
وَإِنْ
كَانَ تَيَمُّمُ الشَّخْصِ لِمَرَضٍ وَنَحْوِهِ ثُمَّ رَأَى الْمَاءَ فَلَا
أَثَرَ لِرُؤْيَتِهِ بَلْ تَيَمُّمُهُ بَاقٍ بِحَالِهِ
|
Yang
ketiga adalah murtad. Murtad adalah memutus Islam.
|
(وَ) الثَّالِثُ (الرِّدَّةُ)
وَهِيَ قَطْعُ الْإِسْلَامِ
|
Shahibul
Jaba’ir (Orang yang Memakai Perban)
Ketika secara
syara’ tercegah untuk menggunakan air pada anggota badan, maka jika pada
anggota tersebut tidak terdapat penutup, maka bagi dia wajib melakukan
tayammum dan membasuh anggota yang sehat, dan tidak ada kewajiban tertib
antara keduanya (tayammum & membasuh yang sehat) bagi orang yang junub.
|
وَإِذَا
امْتَنَعَ شَرْعًا اسْتِعْمَالُ الْمَاءِ فِيْ عُضْوٍ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ
عَلَيْهِ سَاتِرٌ وَجَبَ عَلَيْهِ التَّيَمُّمُ وَغَسْلُ الصَّحِيْحِ وَلَا
تَرْتِيْبَ بَيْنَهُمُا لِلْجُنُبِ
|
Adapun
orang yang hadats kecil, maka dia boleh melakukan tayammum ketika sudah
waktunya membasuh anggota yang sakit.
|
أَمَّا
الْمُحْدِثُ فَإِنَّمَا يَتَيَمَّمُ وَقْتَ دُخُوْلِ غَسْلِ الْعُضْوِ
الْعَلْيِلِ
|
Jika
ada penghalang (satir) pada anggota yang sakit, maka hukumnya dijelaskan di
dalam perkataan mushannif di bawah ini.
|
فَإِنْ
كَانَ عَلَى الْعُضْوِ سَاتِرٌ فَحُكْمُهُ مَذْكُوْرٌ فِيْ قَوْلِ الْمُصَنِّفِ
|
Orang
yang memakai jaba’ir (perban), jaba’ir adalah bentuk kalimat jama’nya
lafad jabirah, yaitu kayu atau bambu
yang dipasang dan diikatkan pada anggota yang luka / retak agar supaya
bersatu kembali / sembuh, maka ia wajib mengusap perbannya dengan air jika
tidak memungkinkan untuk melepasnya karena khawatir terjadi bahaya yang telah
dijelaskan di depan.
|
(وَصَاحِبُ الْجَبَائِرِ)
جَمْعُ جَبِيْرَةٍ بِفَتْحِ الْجِيْمِ وَهِيَ أَخْشَابٌ أَوْ قَصْبٌ تُسَوَّى
وَتُشَدُّ عَلَى مَوْضِعِ الْكَسْرِ لِيَلْتَحِمَ (يَمْسَحُ عَلَيْهَا)
بِالْمَاءِ إِنْ لَمْ يُمْكِنْهُ نَزْعُهَا لِخَوْفِ ضَرَرٍ مِمَّا سَبَقَ
|
Dan
orang yang memakai perban harus melakukan tayammum di wajah dan kedua tangan seperti
yang telah dijelaskan.
|
(وَيَتَيَمَّمُ) صَاحِبُ
الْجَبَائِرِ فِيْ وَجْهِهِ وَيَدَّيْهِ كَمَا سَبَقَ
|
Ia
harus melakukan sholat dan tidak wajib mengulangi -ketika sudah sembuh-, jika
ia memasang perbannya dalam keadaan suci dan diletakkan pada selain aggota
tayammum.
|
(وَيُصَلِّيْ وَلَا إِعَادَةَ
عَلَيْهِ إِنْ كَانَ وَضْعُهَا) أَيِ الْجَبَائِرِ (عَلَى طُهْرٍ) وَكَانَتْ
فِيْ غَيْرِ أَعْضَاءِ التَّيَمُّمِ
|
Jika
tidak demikian, maka ia wajib mengulangi sholatnya -ketika sudah sembuh-. Dan
ini adalah pendapat yang disampaikan imam an Nawawi di dalam kitab ar
Raudlah.
|
وَإِلَّا
أَعَادَ وَهَذَا مَاقَالَهُ النَّوَوِيُّ فِي الرَّوْضَةِ
|
Akan
tetapi di dalam kitab al Majmu’, beliau berpendapat bahwa sesungguhnya
kemutlakan yang disampaikan jumhur (mayoritas
ulama’) menetapkan bahwa tidak ada perbedaan, maksudnya antara posisi perban
yang berada pada anggota tayammum dan selainnya.
|
لَكِنَّهُ
قَالَ فِي الْمَجْمُوْعِ إِنَّ إِطْلَاقَ الْجُمْهُوْرِ يَقْتَضِيْ عَدَمَ
الْفَرْقِ أَيْ بَيْنَ أَعْضَاءِ التَّيَمُّمِ وَغَيْرِهَا.
|
Perban
disyaratkan harus tidak menutup anggota yang sehat kecuali anggota sehat yang
memang harus tertutup guna memperkuat perban tersebut.
|
وَيُشْتَرَطُ
فِي الْجَبِيْرَةِ أَنْ لَا تَأْخُذَ مِنَ الصَّحِيْحِ إِلَّا مَا لَا بُدَّ مِنْهُ لِلْاِسْتِمْسَاكِ
|
وَاللَّصُوْقُ
وَالْعِصَابَةُ وَالْمَرْهَمُ وَنَحْوُهَا عَلَى الْجُرْحِ كَالْجَبِيْرَةِ
|
Yang
Boleh Dilakukan dengan Tayammum
Sesorang harus melakukan tayammum
setiap hendak melakukan satu ibadah fardlu dan
ibadah nadzar.[4]
Sehingga ia tidak diperkenankan melakukan dua sholat fardlu, dua thowaf,
sholat dan thowaf, sholat Jum’at dan khutbahnya hanya dengan satu kali
tayammum.
|
(وَيَتَيَمَّمُ لِكُلِّ فَرِيْضَةٍ)
وَمَنْذُوْرَةٍ فَلَا يَجْمَعُ بَيْنَ صَلَاتَيِ فَرْضٍ بِتَيَمُّمٍ وَاحِدٍ
وَلَا بَيْنَ طَوَافَيْنِ وَلَا بَيْنَ صَلَاةٍ وَطَوَافٍ وَلَا بَيْنَ جُمُعَةٍ
وَخُطْبَتِهَا
|
Ketika seorang wanita
melakukan tayammum guna melayani sang suami, maka bagi dia diperkenankan
melakukan pelayanan berulang kali dan melakukan sholat dengan tayammum
tersebut.
|
وَلِلْمَرْأَةِ
إِذَا تَيَمَّمَتْ لِتَمْكِيْنِ الْحَلِيْلِ أَنْ تَفْعَلَهُ مِرَارًا
وَتَجْمَعُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الصَّلَاةِ بِذَلِكَ التَّيَمُّمِ
|
Perkataan mushannif “ dengan
satu tayammum, seseorang diperkenankan melakukan ibadah-ibadah sunnah yang ia
kehendaki” tidak tercantum di dalam sebagian redaksi matan.
|
وَقَوْلُهُ
(وَيُصَلِّي بِتَيَمُّمٍ وَاحِدٍ مَاشَاءَ مِنَ النَّوَافِلِ) سَاقِطٌ مِنْ
بَعْضِ نُسَخِ الْمَتْنِ.
|
[1] Sesuatu yang ditempelkan pada luka baik berupa kain,
kapas atau sesamanya.
[2] Sesuatu yang diikatkan pada luka baik berupa tali atau
sesamanya.
[3] Obat yang ditabutkan ke luka.
[4] Sholat, thowaf
da khutbah Jum’at saja.
(Sumber : Kitab Fathul Qorib)
Baca juga artikel kami lainnya : Tugas Para Malaikat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar