Mazhab dalam islam

Mazhab dalam islam

SAMPAI KAPAN pun masalah-masalah khilafiyah, tanpa kita sadari memang menantang untuk diperdebatkan. Terutama bagi orang yang baru mempelajari Islam, dan menuntut ilmu hanya pada seorang guru. Sehingga mereka cuma mengenal satu madzhab saja, lalu meyakininya bahwa madzhab itulah yang paling benar.

Padahal madzhab dalam bidang fiqh Islam itu sangat banyak. Tidak hanya Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam Syafi'i, dan Imam Ahmad seperti yang kita kenal selama ini. Sejarah fiqih Islam juga mencatat para imam madzhab besar selain keempat imam tersebut, antara lain Imam Al-Laits bin Sa'ad, Imam Sufyan ats-Tsauri yang keilmuannya dalam bidang fiqih tidak kalah dengan Imam Abu Hanifah, Imam Al-Auzai (pemuka ulama negeri Syam dan madzhabnya telah diamalkan di sana lebih dari dua ratus tahun dan Imam Zaid bin Ali dan saudaranya Imam Abu Ja'far Muhammad bin Ali Baqir serta anaknya bernama Abu Ja'far ash-Shodiq.
Jika imam madzhab fiqih itu begitu banyak, maka pendapat siapakah yang paling benar dan harus kita ikuti? Sebagai muslim kita bebas memilih madzhab yang kita suka. Saudara boleh mengamalkan madzhab tertentu yang saudara yakini kebenaranya begitu pula saya. Kalau ada orang yang ingin beribadah sesuai madzhab Hanafi atau madzhab Maliki, silakan. Saudara juga tidak dilarang mengamalkan madzhab Syafi'ie atau madzhab Hambali.

Jadi jangan membenarkan madzhab tertentu, lalu menyalahkan madzhab yang lain. Juga janganlah kita terkotak-kotak oleh madzhab. Bukankah Allah SWT telah menegaskan dalam Al-Qur'an bahwa sesama muslim adalah bersaudara. Dengan demikian, kita wajib mengutamakan ukhuwah (persatuan), dan sudah seharusnya kita mempererat tali ukhuwah kita.

MADZHAB
Madzhab adalah suatu aliran yang berasal dari pemikiran atau ijtihad seseorang dalam memahami sesuatu, baik suatu masalah di bidang teologi, filsafat, hukum (fiqih), ibadah, mu'amalah, tasawuf, dan lain sebagainya. Pemikiran atau hukum yang didapat oleh seseorang dengan jalan ijtihad itulah yang dinamakan madzhabnya.
Mengapa muncul bermacam-macam madzhab dalam Islam? Seorang ulama fiqih dan ilmu kalam kenamaan, Abu Zahroh, dalam karyanya berjudul "Sejarah Aliran-aliran dalam Islam" mengemukakan delapan penyebab kemunculan perbedaan pendapat yang melahirkan beragam madzhab, yaitu:
1. Ketidakjelasan masalah yang menjadi tema pembicaraan; 
2. perbedaan cara pandang;
3. perbedaan kesenangan dan kecenderungan;
4. perbedaan pemikiran;
5. perbedaan kemampuan (mencermati, memahami, dan menganalisa suatu masalah)
6. karena mengikuti (taklid) pendahulunya;
7. fanatisme kelompok yang berlebihan; dan
8. masalah kepemimpinan dan cinta kepada penguasa.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemunculan agai madzhab itu pada dasarnya karena perbedaan dalam memahami ayat-ayat Al-Qur'an dan sunnah yang tidak bersifat absolut (atau ayat-ayat yang tidak pasti/jelas artinya). Suatu misal adanya perbedaan pendapat mengenai maksud ayat-ayat yang pengertiannya masih dapat ditafsirkan (zhonni ad-dholalah). Bukan perbedaan mengenai ajaran dasar Islam, sehingga madzhab itu dapat diterima sebagai sesuatu yang benar dan tidak keluar dari Islam.

Karena perbedaan madzhab itu dapat diterima sebagai sesuatu yang benar dan tidak keluar dari Islam, maka janganlah saudara merasa paling benar sendiri. Sebab tidak seorangpun dari imam mazdab yang merasa pendapatnyalah paling benar. Mereka pun tidak pernah mengharuskan orang lain mengikuti pendapatnya. 


Berikut ini pernyataan mereka:
a. Imam Abu Hanifah menyatakan, "Ini adalah pendapatku, dan ini sebaik-baik pendapatku. Barangsiapa yang mendatangkan pendapat yang lebih baik, niscaya kami terima."
b. Imam Malik menjelaskan, "Sungguh aku hanyalah manusia biasa yang mungkin benar dan mungkin salah, karena itu konfirmasikanlah pendapatku dengan al-Qur'an dan As-Sunnah".
c. Imam Syafi'i menegaskan, "Jika ada hadits shohih yang bertentangan dengan pendapatku, buanglah pendapatku ke pagar. Dan jika engkau melihat alasan yang kuat, rnaka itulah pendapatku."
d. Imam Ahmad berkata, "Janganlah kamu bertaklid kepadaku, jangan bertaklid kepada Imam Malik, jangan bertaklid kepada ats-Tsauri, jangan bertaklid kepada al-Auzai, tetapi ambillah dari mana mereka mengambil." Beliau juga menyatakan, "Di antara tanda minimnya pengetahuan seseorang adalah ia bertaklid kepada orang lain dalam urusan agamanya."
e. Abu Yusuf, murid Abu Hanifah paling utama dan paling terkemuka, berkata: "Tidak halal bagi seseorang mengutarakan pendapat kami sampai ia tahu darimana (sumber) kami menetapkan pendapat itu".
Jika para imam besar yang begitu luas ilmunya tidak memaksakan pendapatnya, mengapa kita yang awam berani memastikan bahwa madzhab tertentu yang benar? Lalu memaksa orang lain mengikutinya? Sebab berbeda cara dalam melakukan takbirotul ihrom, saat menunjuk dalam duduk tasyahud, berdoa, dan masalah-masalah khilafiyah lainnya juga merupakan hal yang biasa. 

Wajar, dan sah-sah saja. Untuk itu kita harus bersikap dewasa. Maksudnya:
# biarkanlah orang lain mengikuti madzhab tertentu, sekalipun berbeda madzhab dengan kita. Bukankah setiap orang bebas memilih madzhab yang disukainya;
# hormatilah pilihan orang lain sebagaimana pilihan kita ingin dihormati. Cuma orang yang kekanak-kanakan yang hanya ingin selalu dihormati tanpa mau menghormati orang lain; 
# tidak usah memaksa orang lain mengikuti cara-cara kita. Bukankah kita pun tidak mau diajak mengikuti cara-cara orang lain. Maka sudah seharusnya kita belajar sportif;
# kalau kita memvonis orang lain taklid buta karena tidak mengikuti kemauan kita, sadarilah kita pun sesungguhnya taklid buta sebab tidak mau mengikuti kemauan orang lain;

Untuk itu pelajarilah fiqh berbagai madzhab. Ada beberapa sikap dari belajar perbandingan madzhab ini, antara lain:
a ) insya Allah kita tidak seperti "Katak dalam tempurung", yakni merasa paling hebat, dan paling benar. Bukankah sikap seperti itu hanya pantas dimiliki anak-anak?
b) insya Allah kita juga tidak "Tong kosong nyaring bunyinya". Dan tidak bisa dipungkiri bahwa selama ini orang yang paling galak dan nyaring suaranya adalah orang awam; dan
c) insya Allah kita mampu memahami dan bisa menerima perbedaan yang ada. Kemampuan memahami dan menerima perbedaan adalah merupakan hidayah yang sangat besar dari Allah SWT. Sebab keduanya menjadikan seseorang merasa tenang dan nyaman bersama siapapun atau berada di manapun.

Cara lain agar kita bisa menerima perbedaan adalah menuntutlah ilmu kepada banyak guru dan bacalah sebanyak mungkin buku agama. Kalau kita mau membaca biografi para ulama besar, tidak terbatas hanya para imam madzhab, mereka berguru kepada belasan atau bahkan puluhan ulama terkemuka. Lalu renungkan apa yang saudara dapatkan dengan kejernihan pikiran dan kebersihan hati. Jangan memperturutkan emosi. Tentu saja sertailah dengan doa memohon pertolongan Allah SWT secara terus-menerus. Sebab semata-mata karena hidayah-Nya kita dapat memilah-milah mana yang benar dan mana yang salah.

Ingatlah pernyataan Imam Ahmad, "Di antara tanda minimnya pengetahuan seseorang adalah ia bertaklid kepada orang lain dalam urusan agamanya." Sungguh memalukan jika ada orang mengaku-ngaku bermadzhab Hambali tetapi tidak mengetahui ucapan beliau tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Contoh Dakwah Islam - Artikel Populer