Hadits 9 imam : ENAM PERINGKAT KITAB HADITS

Hadits 9 imam : ENAM PERINGKAT KITAB HADITS

Sesungguhnya banyak kitab hadits karya ulama terkemuka yang cukup terkenal di masyarakat luas. Misalnya:

# al-Muwaththo' karya Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir Al-Ashbachi atau lebih popular dengan sebutan Imam Malik (Madinah 94-179 H / 716-795 M) pendiri mazhab Maliki. Al-Muwaththo' adalah kitab hadits pertama yang disusun sebab periwayatan hadits pada masa sebelum Imam Malik terbatas pada hafalan. Al-Muwaththo' merupakan kitab yang menghimpun hadits-hadits berdasarkan tema-tema fiqih;

# al-Musnad karya Abdullah Muhammad bin Idris asy-Syafi'i atau lebih popular dengan panggilan Imam Syafi'i (Gaza, Palestina 150 H/767 M — Kairo, Mesir 204 H/820 M), pendiri Mazhab Syafi'i. Kitab Al-Musnadnya berisi hadits-hadits Nabi Muhammad Rosulullah saw. yang dihimpun dalam Kitab Al-Umm, yakni kitab fikih yang komprehensif karya Imam Syafi'i sendiri;

# al-Musnad karya Ahmad bin Hambal atau Imam Hambali (Baghdad, 164-241 H / 780-855 M) pendiri mazhab Hambali. Kitab ini berisi kumpulan hadits terutama yang berkaitan dengan persoalan fiqih dan diriwayatkan dari para perawi shiqot (kuat hafalannya serta dapat dipercaya)

Memang banyak kitab hadits yang disusun para ulama terkemuka, namun tidak semuanya diterima oleh masyarakat luas. Sebab para ulama telah memberi pengakuan hanya terhadap enam kitab hadits sebagai kitab standard, sekaligus menyusun peringkatnya. Penentuan peringkat ini berdasarkan pada semua aspek dalam masing-masing kitab itu, mulai dari nilai hadits, ketelitian, syarat-syarat yang ditetapkan, sampai sitematika penyusunannya.

Dengan demikian meskipun suatu kitab hadits dinyatakan peringkat pertama, namun tidak berarti semua hadits yang termuat di dalamnya dengan sendirinya menduduki peringkat pertama pula. Mengapa? Sebab bisa saja suatu hadits yang terdapat dalam kitab hadits peringkat kedua, tetapi nilai hadits yang dikandungnya malah di peringkat pertama.

Keenam peringkat kitab hadits yang telah ditetapkan para ulama itu disebut al-Kutub as-Sittah (masyarakat membacanya Kutubus Sittah). Keenam peringkat kitab hadits tersebut secara berturut-turut adalah: 1) Shohih Bukhori; 2) Shohih Muslim; 3) Sunan Abu Dawud; 4) Sunan Tirmidzi; 5) Sunan Nasa’i; dan 6) Sunan Ibnu Majah. Sampai kini keenam kitab hadits itu masih beredar luas dan dipakai umat Islam di seluruh dunia sebagai referensi.

Berikut kami ketengahkan sepesifikasi dari keenam peringkat kitab hadits tersebut.
a) Kitab Shohih Bukhori (al-Jami' as-Shohih Bukhori), berisi 7.275 hadits yang merupakan seleksi dari 600.000 hadits. Kitab ini juga memuat fatwa sahabat dan tabi'in sebagai penjelasan terhadap hadits yang diketengahkan.

Sebagian ulama berpendapat bahwa nilai Shohih Bukhori lebih tinggi dibanding Shohih Muslim. Alasan mereka karen a syarat yang ditetapkan oleh Imam Bukhori lebih ketat dibandingkan dengan syarat yang ditetapkan oleh Imam Muslim. Syarat yang dimaksud, di antaranya, Bukhori menetapkan liqoo (bertemunya antara rawi yang menyampaikan dengan rawi yang menerima). Sebaliknya bagi Imam Muslim, syarat tersebut cukuplah mu'asaroh (perawi yang menyampaikan dan perawi yang menerima itu hidup dalam satu masa).

b) Kitab Shohih Muslim (al-Jami' as-Shohih Muslim). Para ulama berselisih pendapat tentang jumlah hadits yang termuat dalam kitab ini. Muhammad Ajaj al- Khotib (guru besar hadits di Universitas Damsyik) menyatakan, hadits yang termuat dalam kitab ini berjumlah 3030 hadits tanpa pengulangan, dan jika dengan pengulangan berjumlah 10000. Menurut al-Khuli (seorang ulama dan ahli hadits di Mesir), Shohih Muslim berisi 4000 hadits jika tanpa pengulangan, sedangkan jika dengan pengulangan berjumlah 7.275.


Ulama wilayah Maghribi menilai peringkat Shohih Muslim lebih tinggi dari kitab Shohih Bukhori. Mengapa? Sebab walau persyaratan yang digunakan oleh Imam Muslim lebih longgar, namun kitab ini dipandang telah memenuhi syarat minimal. Sebaliknya persyaratan yang diterapkan oleh Imam Bukhori yang lebih ketat, mereka nilai berlebihan.

Kitab Shohih Muslim memiliki beberapa kelebihan dibandingkan Shohih Bukhori, yakni:
# imam Muslim lebih teliti dalam meriwayatkan dengan lafal yang diterimanya, sebab ia mencatatnya sewaktu menerima hadits;

# redaksi haditsnya sebagian besar diriwayatkan secara bi allafz (dengan lafal yang sama disampaikan oleh Nabi Muhammad saw). Sebaliknya redaksi Imam Bukhori sebagian besar disampaikan secara bi al-ma'na (menyampaikan maksud atau makna dari yang disabdakan Muhammad Rosulullah saw). Itulah sebabnya jika terjadi perbedaan kalimat antara hadits Bukhori dan Muslim, sebagian besar ulama lebih memilih redaksi yang digunakan oleh Muslim.

#  susunan Shohih Muslim lebih sistematis, karena hadits-haditsnya dihimpun berdasarkan bab-bab yang ada dalam kitab fiqih seperti akidah, hukum, kemasyarakatan, dan ibadah. Dengan demikian seseorang yang ingin meneliti hadits lebih mudah menelusurinya dalam Shohih Muslim.

Dalam menyusun kitab ini Imam Muslim menggunakan prinsip: ilmu jarh dan ta'dil (yaitu suatu ilmu yang dipakai menilai cacat tidaknya suatu hadits). Juga ia gunakan metode penerimaan riwayat (shighot at-tahammul), chaddasanaa (menyampaikan kepada kami), akhbaroni (mengabarkan kepada saya), akhbaronaa (mengabarkan kepada kami), dan qoola (ia berkata).

c) Kitab Sunan Abu Dawud memuat 4800 hadits, hasil seleksi dari 500000 hadits yang dihafal oleh Imam Abu Dawud. Kitab ini dinamakan kitab sunan, sebab mengemukakan penjelasan ketidakshohihan hadits-hadits. Itulah sebabnya kitab ini memuat hadits-hadits yang shohih, mendekati shohih, dan menyerupai shohih. Ciri yang menonjol dari karya Abu Dawud ini adalah kaya dengan hadits-hadits yang berkaitan dengan masalah hukum.

d) Kitab Hadits Sunan Tirmidzi (Jaami' at Tirmidzi). Disebut kitab sunan karena menjelaskan rawi dan derajat haditsnya. Sebagaimana kitab-kitab lain yang bernama jami', cakupan bahasannya meliputi masalah-masalah popular, antara lain masalah: keimanan (al-Aqidah); pemberi rezeki (ar-Rozzaaq); etika makan minum (Adab at-Ta'am wa asy-Syurb); hukum (al-Ahkam), serta tafsir, sejarah, dan biografi (at-Tafsiir wa at-Tariikh wa asSayr)

Pedoman pokok yang digunakan oleh Imam Tirmidzi menyeleksi hadits, yaitu apakah hadits tersebut dipakai ahli fikih sebagai hujjah atau tidak. Dengan demikian Tirmidzi tidak menyaring hadits berdasarkan shohih atau dhoif. Oleh sebab itu ia selalu menerangkan hadits yang dicantumkan dalam kitabnya.

Sunan Tirmidzi memiliki beberapa keistimewaan, antara lain:
# pencantuman riwayat dari sahabat lain mengenai masalah yang dibahas dalam hadits pokok, baik isinya yang semakna maupun yang berbeda;
# banyak memberikan catatan perbedaan pendapat di kalangan ahli fiqih (fuqoha) tentang istinbat hadits pokok dan menyebutkan beberapa hadits yang berbeda dalam hal itu serta memberikan penilaiannya;
# setiap hadits yang dimuat dalam kitab tersebut disebutkan nilainya dengan jelas, bahkan nilai perawinya yang dianggap penting;
# Imam Tirmidzi menggunakan istilah khusus, dan yang paling populer adalah istilah hasan shohih yang mengundang kontroversi di kalangan ulama.

e) Kitab Hadits Sunan Nasa'i (Sunan as-Sugroo atau Sunan al-Mujtabaa), memuat 5761 hadits hasil seleksi dari hadits-hadits yang terdapat dalam kitab as-Sunan al-Kubro karya Imam Nasa'i sebelumnya. Isi as-Sunan al-Kubro diseleksi kembali karena tidak hanya memuat hadits-hadits hasan dan shohih, melainkan juga mengemukakan hadits-hadits dhoif.

f) Kitab Hadits Sunan Ibnu Majah. Sebenarnya sebagian ulama mengeluarkan kitab ini dari Kutubus Sittah (keenam peringkat kitab hadits) karena selain memuat hadits shohih dan hasan, juga memuat hadit dhoif dan hadits mungkar (hadits yang sangat lemah)

'Ulama yang pertama kali memasukkan Sunan Ibnu Majah ke dalam kelompok Kutubus Sittah adalah Abu al-Fadhol Muhammad bin Tahir al-Maqdisi. Sebagian ulama berpendapat al-Muwaththo' karya Imam Malik yang pantas sebagai kitab yang keenam, bukan Sunan Ibnu Majah. Ada juga yang mengusulkan bahwa kitab yang keenam adalah Sunan Ad-Darimi (Kitab yang berisi kumpulan hadits yang disusun oleh Imam Ad-Darimi). Pandangan Abu al-Fadhol Muhammad bin Tahir al-Maqdisi memasukkan Sunan Ibnu Majah dalam Kutubus Sittah didukung sepenuhnya oleh Hafidz Abdul Ghoni al-Maqdisi dalam kitabnya Ikmal (pelengkap). Alasan mereka lebih memilih Sunan Ibnu Majah dibanding kitab hadits lainnya, karena kitab ini memuat dan menginformasikan hadits-hadits yang tidak terdapat dalam lima kitab lainnya.

Meskipun keenam kitab hadits tersebut dijadikan pegangan oleh para ulama, bukan berarti tidak menuai kritik. Kritik yang ditujukan kepada Shohih Bukhori, salah satunya adalah adanya hadits mu'allaq (menggantung, yakni hadits yang terputus sanadnya). Tetapi para ulama membelanya bahwa Bukhori dalam hal ini menggunakan lafal mabnii ii al-majhuul (kalimat pasif). Jadi Bukhori sengaja memuat hadits dhoif hanya sebagai pendukung.

Shohih Muslim juga menuai kritik, karena dinilai memiliki beberapa kelemahan, antara lain:
# sebagian kecil haditsnya mu'allaq, suatu hadits dimana salah satu atau lebih sanadnya dibuang pada permulaannya dengan kata lain terputus sanadnya;

# terdapat hadits mursal, yaitu hadits yang dalam sanadnya tidak terdapat sahabat. Dengan kata lain diriwayatkan oleh tabi'in langsung dari Nabi Muhammad saw.

# terdapat periwayatan hadits dari perawi-perawi yang dinilai lemah.

Salah satu kritik yang ditujukan kepada Sunan Abu Dawud adalah masih adanya hadits-hadits dhoif. Lalu kritik yang terlontar untuk Sunan Tirmidzi adalah dipandang kurang ketat dalam menetapkan syarat (menentukan kualitas) hadits. Hanya Sunan anNasa'i yang mendapat kritik cukup ringan, yakni beberapa hadits di dalamnya sering diulang. Dan kritik yang diperoleh kitab Sunan Ibnu Majah juga karena memuat hadits dhoif, dan bahkan hadits mungkar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Contoh Dakwah Islam - Artikel Populer