Keutamaan Menahan Amarah

Allah Swt berfirman dalam surat Ali Imran ayat 134 :

Artinya : “dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”.
Ayat ini menunjukkan bahwa sesungguhnya orang-orang yang mampu menahan amarah adalah termasuk dari golongan orang-orang yang bertaqwa. Dan sesungguhnya ampunan Allah Swt dapat di raih oleh mereka, sorga di persiapkan untuk mereka, dan tidak ada balasan yang lebih utama dari balasan ini.

Baginda Nabi Muhammad Saw bersabda,

مَنْ كَفَّ غَضَبَهُ كَفَّ اللهُ عَنْهُ عَذَابَهُ وَمَنِ اعْتَذَرَ إِلَى رَبِّهِ قَبِلَ اللهُ عُذْرَهُ وَمَنْ خَزِنَ لِسَانَهُ سَتَرَ اللهُ عَوْرَتَهُ
 “barang siapa menahan amarahnya, maka Allah akan menahan siksa darinya. Barang siapa yang memohon ampun pada Allah, maka Allah pun akan mengabulkan permohonannya. Dan barang siapa menjaga lisannya, maka Allah akan menutupi kejelekan-kejelekannya.”

Rosulullah Saw bersabda,

أَشَدُّكُمْ مَنْ غَلَبَ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ وَأَحْلَمُكُمْ مَنْ عَفَا عِنْدَ الْقُدْرَةِ
 “orang yang paling kuat di antara kalian adalah orang yang paling mampu mengendalikan diri saat marah, dan orang yang paling sabar diantara kalian adalah orang yang mau memaafkan padahal dia mampu membalas.”

Di riwayatkan sesungguhnya ada seorang lelaki badui yang berwatak keras dan buruk berkata kepada sahabat Umar Ra, “demi Allah, aku tidak mendapatkan keputusan yang adil dan anda tidak mau memberikan pemberian yang banyak.” Tak pelak beliau pun marah hingga kemarahan itu nampak jelas di wajah beliau, kemudian ada seorang lelaki yang berusaha meredam kemarahan beliau ini dengan mengatakan, “wahai Amirul Mukminin, apakah anda tidak pernah mendengar firman Allah Swt :

“jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh”

Dan sesungguhnya orang ini termasuk orang-orang yang bodoh.” Maka amarah Umar pun reda dan beliau memaafkan lelaki yang kurang sopan tadi.

Keutamaan Sabar Dan Pemaaf

    Ketahuilah sesungguhnya sabar dan pemaaf itu lebih utama daripada hanya sekedar meredam amarah. Karena sesungguhnya meredam amarah adalah ungkapan yang mempunyai arti berusaha untuk memaafkan. Amarah tidak butuh di redam kecuali oleh orang yang amarahnya mulai berkobar dan dia harus berjuang berat untuk meredam amarahnya. Akan tetapi ketika dia sudah terbiasa dengan semua ini, maka hal ini akan menjadi kebiasaan yang melekat sehingga amarahnya tidak mudah berkobar, jika pun berkobar maka tidak sulit untuk di redam. Lah inilah pemaaf yang telah menjadi watak. Sikap seperti ini menunjukkan kesempurnaan akal, akal mampu mengontrol, pecahnya kekuatan amarah, dan amarah tunduk di bawah aturan akal. Akan tetapi pada awalnya memang harus berusaha sekuat tenaga untuk memaafkan dan meredam kemarahan.

Dalam sebuah hadits di jelaskan,

إِنَّمَا الْعِلْمُ بِالتَّعَلُّمِ وَالْحِلْمُ بِالتَّحَلُّمِ
“ilmu hanya bisa di dapat dengan belajar, dan sifat pemaaf hanya bisa di raih dengan berusaha untuk memaafkan kesalahan orang lain.”

 Hadits ini menunjukkan bahwa cara meraih sifat pemaaf pada mulanya adalah berusaha memaafkan dengan sekuat tenaga, sebagaimana ilmu bisa di raih dengan cara belajar.

Beliau Nabi Saw bersabda,

إِنَّ الرَّجُلَ الْمُسْلِمَ لَيُدْرِكُ بِالْحِلْمِ دَرَجَةَ الصَّائِمِ الْقَائِمِ
“sesungguhnya dengan sifat peyabar, lelaki muslim akan bisa mendapatkan derajat orang yang berpuasa dan melaksanakan sholat malam.”

Di dalam firman Allah Swt di dalam surat Al Furqaan ayar 63 yang berbunyi :

Artinya : “dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.”

Imam Hasan Basri berkata bahwa yang di kehendaki dengan hamba-hamba Allah Swt itu adalah orang-orang yang peyabar. Ketika ada perbuatan bodoh yang di lakukan pada mereka, maka mereka tidak membalas dengan perbuatan bodoh.

    Dalam firman Allah Swt surat Al Furqan ayat 72 :

Artinya : “dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.”
Imam Mujahid berkata bahwa yang di kehendaki ayat ini adalah ketika mereka di sakiti, maka mereka memaafkan.

Sahabat Ali bin Abu Tholib Ra berkata, “kebaikan itu bukanlah banyak harta dan anak, akan tetapi kebaikan adalah ketika engkau banyak ilmu, besar rasa peyabarmu, dan engkau tidak membanggakan ibadahmu kepada Allah Swt di hadapan manusia. Ketika engkau berbuat baik, maka engkau memuji Allah Swt, dan ketika engkau berbuat salah maka memohon ampun pada Allah Ta’ala.”
Imam Aktsam Ra berkata, “penopang akal adalah sifat peyabar, dan sumber berbagai perkara adalah sabar.”

Sahabat Mu’awiyah Ra berkata, “seorang hamba tidak akan mencapai pendapat tertinggi sehingga sifat aris mengalahkan kebodohannya dan kesabaran mengalahkan syahwatnya. Dan dia tidak akan mencapai semua itu kecuali dengan kekuatan ilmu.”

Sahabat Mu’awiyah Ra bertanya kepada ‘Amr bin al Ahtam Ra, “siapakah lelaki yang paling pemberani?.” ‘Amr menjawab, “orang yang bisa menolak kebodohannya dengan sifat peyabarnya!.” “siapakah lelaki yang paling dermawan?”, lanjut Mu’awiyah. “orang yang mau menyerahkan dunianya untuk kebaikan agamanya”, jawab ‘Amr.

Sahabat Mu’awiyah Ra bertanya kepada ‘Urabah Ra, “dengan apakah engkau berbuat baik kepada kaummu?.” ‘Urabah menjawab, “aku maafkan orang bodoh mereka, aku beri orang yang meminta-minta dari mereka, dan aku berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Barang siapa melakukan seperti apa yang aku lakukan, maka dia sama denganku. Barang siapa melampauiku, maka dia lebih utama dari pada aku. Dan barang siapa melakukan kurang dari apa yang aku lakukan, maka aku lebih baik dari pada dia.”

Allah Swt berfirman dalam surat Al Fushshilat ayat 34 – 35 yang berbunyi :

Artinya :“Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara Dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai Keuntungan yang besar.”

Sahabat Anas bin Malik berkata bahwa yang di kehendaki di dalam surat itu adalah seorang lelaki yang di caci saudaranya, kemudian lelaki itu berkata, “jika memang aku bohong, maka Allah akan mengampuni dosamu, dan jika aku benar maka Allah akan memaafkan dosaku.”

Di riwayatkan dari imam ‘Ali ibn Husain Ra bahwa sesungguhnya beliau pernah di caci seorang lelaki, kemudian beliau melemparkan baju khamis yang beliau kenakan pada lelaki tersebut dan memerintahkan akan lelaki itu di beri seribu dirham.

Sebagian ulama’ berkata, “ada lima sifat terpuji yang terkumpul di dalam diri beliau (‘Ali ibn Husain), yaitu peyabar, menghilangkan hal-hal yang menyakitkan, menyelamatkan orang lain dari sesuatu yang bisa menjauhkan dari Allah Azza wa Jalla, mendorongnya untuk menyesali perbuatannya dan bertaubat serta kembali ke keadaan terpuji setelah berada dalam keadaan tercela. Semua itu beliau beli dengan sebagian dunia yang sangat sedikit.”

(Sumber : BEKAL DAKWAH AL-GHOZALI jilid 2)

Baca juga artikel kami lainnya :  Pandangan Kristen Terhadap Islam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Contoh Dakwah Islam - Artikel Populer