Hukum yang mengatur hubungan antar manusia dikelompokkan dalam bab muamalah. Tujuan diadakannya peraturan ini adalah agar tatanan kehidupan masyarakat berjalan dengan baik dan saling menguntungkan.
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. ( QS. Al-Baqaroh : 188 )
Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (QS. Az-Zukhruf : 32)
Masalah muamalah yang sering mewarnai kehidupan kita sehari-hari banyak ragamnya, diantaranya ialah masalah jual beli. Pengertian Jual Beli menurut syariat Islam yaitu kesepakatan tukar menukar barang untuk memiliki suatu benda untuk selamanya. Melakukan jual beli dibenarkan Al-Quran.
"Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya." (QS. Al-Baqoroh : 275)
Apabila jual beli itu menyangkut suatu barang yang sangat besar nilainya, dan agar tidak terjadi kecurangan dikemudian hari, Al-Quran menyarankan agar ada saksi.
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. Al-Baqoroh : 282)
Syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam Islam tentang jual beli adalah sebagai berikut:
a. baligh, berarti anak kecil tidak sah jual belinya
b. berakal sehat, berarti orang bodoh / gila tidak sah jual belinya
c. atas kehendak sendiri, jika terdapat unsur paksaan maka tidak sah jual belinya.
a. halal dan suci menurut agama Islam. Maka tidak dapat dibenarkan menjual barang haram semacam minuman keras. Rasulullah Muhammad saw bersabda : "Sesungguhnya Allah dan Rosul-Nya telah mengharamkan menjual arak dan bangkai. Begitu juga babi dan berhala." Para sahabat bertanya, "Bagaimana dengan lemak bangkai Ya Rasulullah? Sebab lemak bangkai berguna untuk cat perahu, minyak kulit dan minyak lampu." Beliau menjawab, "Tidak boleh, semua itu haram. Celakalah orang Yahudi tatkala Allah mengharamkan bangkai. Mereka menghancurkan bangkai itu sampai menjadi minyak, kemudian mereka menjual minyaknya, lalu mereka memakan uangnya." (HR. Bukhori dan Muslim dari Jabir ra.)
b. bermanfaat. Dengan demikian kita dilarang memperjualbelikan barang yang tidak bermanfaat, sebab orang-orang yang membeli barang-barang yang tidak bermanfaat sama dengan menyia-nyiakan harta atau pemborosan.
"Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan
itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. " (QS. Al-Isra' : 27)
c. keadaan barang dapat diserahterimakan. Tidak sah menjual barang yang tidak diserahterimakan. Suatu misal menjual ikan dalam laut atau barang yang sedang dijadikan jaminan, sebab semua itu mengandung tipu daya. Diterangkan dalam hadits, "Telah melarang Nabi saw. akan jual beli barang yang mengandung tipu daya" (HR. Muslim)
d. Keadaan barang diketahui oleh penjual dan pembeli.
e. milik sendiri. Muhammad Rasulullah saw bersabda "Tak sah jual beli melainkan atas barang yang dimiliki" (HR Abu Dawud dan Tirmizi)
Dengan kata lain sah-sah saja kita menjualkan barang orang lain, asalkan mendapat kuasa penuh untuk menjualkan dari pemilik barang yang bersangkutan
Seperti pernyataan penjual,"Saya jual barang ini dengan harga sekian." Pembeli menjawab, "Baiklah saya beli." Dengan demikian jual beli itu berlangsung suka sama suka. Muhammad Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya jual beli itu hanya sah jika suka sama suka." (HR. Ibnu Hibban)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar