Syariat Islam ini berlaku bagi hamba-Nya yang
berakal, sehat, dan telah menginjak usia baligh atau dewasa. (dimana sudah
mengerti/memahami segala masalah yang dihadapinya). Tanda baligh atau dewasa
bagi anak laki-laki, yaitu apabila telah bermimpi bersetubuh dengan lawan
jenisnya, sedangkan bagi anak wanita adalah jika sudah mengalami datang bulan
(menstruasi).
Bagi orang yang mengaku Islam, keharusan
mematuhi peraturan ini diterangkan dalam firman Allah SWT. "kemudian Kami
jadikan engkau (Muhammad) mengikuti syariat (peraturan) dari agama itu, maka
ikutilah syariat itu, dan janganlah engkau ikuti keinginan orang-orang yang
tidak mengetahui." (QS. 45/211-Jatsiyah: 18).
Syariat Islam ini, secara garis besar,
mencakup tiga hal:
1.
Petunjuk dan bimbingan untuk
mengenal Allah SWT dan alam gaib yang tak terjangkau oleh indera manusia (Ahkam
syar'iyyah I'tiqodiyyah) yang menjadi pokok bahasan ilmu tauhid.
2.
Petunjuk untuk mengembangkan
potensi kebaikan yang ada dalam diri manusia agar menjadi makhluk terhormat
yang sesungguhnya (Ahkam syar'iyyah khuluqiyyah) yang menjadi bidang bahasan
ilmu tasawuf (ahlak).
3.
Ketentuan-ketentuan yang mengatur
tata cara beribadah kepada Allah SWT atau hubungan manusia dengan Allah
(vetikal), serta ketentuan yang mengatur pergaulan/hubungan antara manusia
dengan sesamanya dan dengan lingkungannya.
Dewasa ini, umat Islam selalu mengidentikkan
syariat dengan fiqih, oleh karena sedemikian erat hubungan keduanya. Akan
tetapi antara syariat dan fiqih, sesungguhnya ada perbedaan yang mendasar.
Syariat Islam merupakan ketetapan Allah SWT tentang ketentuan-ketentuan hukum
dasar yang bersifat global dan kekal, sehingga tidak mungkin diganti/dirombak
oleh siapa pun sampai kapan pun. Sedangkan fiqih adalah penjabaran syariat dari
hasil ijtihad para mujtahid, sehingga dalam perkara-perkara tertentu bersifat
lokal dan temporal. Itulah sebabnya ada sebutan fiqih Irak dan lain-lainnya.
Selain itu, karena fiqih hasil dari pemikiran mujtahid, maka ada fiqih
Syafi'ie, fiqih Maliki, fiqih Hambali, fiqih Hanafi.
Oleh Karena syariat Islam adalah ketetapan
Allah SWT, maka memiliki sifat-sifat, antara lain:
1.
Umum, maksudnya syariat Islam
berlaku bagi segenap umat Islam di seluruh penjuru dunia, tanpa memandang
tempat, ras, dan warna kulit. Berbeda dengan hukum perbuatan manusia yang
memberlakukannya terbatas pada suatu tempat karena perbuatannya berdasarkan
faktor kondisional dan memihak pada kepentingan penciptanya.
2.
Universal, maksudnya syariat Islam
mencakup segala aspek kehidupan umat manusia. Ditegaskan oleh Allah SWT.
"Tidak ada sesuatu pun yang kami luputkan di dalam Kitab
(Al-Qur'an)." (QS. 6/An-An'am: 38). Maksudnya di dalam Al-Qur'an itu telah
ada pokok-pokok agama, norma-norma, hukum-hukum, hikmah-hikmah, dan tuntunan
untuk kebahagiaan manusia di dunia dan di akhirat.
Bukti bahwa hukum Islam mencakup segala urusan manusia, berikut kami petikkan beberapa ayat Al-Qur'an, antara lain:
a.
tentang ekonomi dan keuangan. Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu melakukan utang-piutang untuk waktu yang
ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di
antara kamu menuliskannya dengan benar." (QS. 2/Al-Baqoroh: 282].
b.
tentang usaha dan kerja. “Dan
bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya." (QS.
53/An-Najm: 39).
c.
tentang peradilan. "...dan
apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya
dengan adil." (QS. 4/An-Nisa':58).
d.
tentang militer. "Dan
persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan
yang kamu miliki dan dari pasukan berkuda yang dapat menggentarkan musuh Allah,
musuhmu, dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya, tetapi
Allah mengetahuinya." (QS. 8/Al-Anfal: 60)
e.
tentang masalah perdata. "Hai
orang-orang yang beriman, penuhilah janji-janji." (QS. 5/Al-Maidah: 1).
Maksudnya adalah janji kepada Allah, janji terhadap sesama manusia, dan janji
kepada diri sendiri.
3.
Orisinil dan abadi, maksudnya
syariat ini benar-benar diturunkan oleh Allah SWT, dan tidak akan tercemar oleh
usaha-usaha pemalsuan sampai akhir zaman. "Sesungguhnya Kamilah yang
menurunkan Al-Qur'an, dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya." (QS. 151
Al-Hijr: 9). Firman Allah tersebut telah terbukti. Beberapa kali umat lain
gagal memalsukan ayat-ayat Al-Qur'an.
4.
Mudah dan tidak memberatkan. Kalau
kita mau merenungkan syariat Islam dengan seksama dan jujur, akan kita dapati
bahwa syariat Islam sama sekali tidak memberatkan dan tidak pula menyulitkan.
"Allah tidak membebani seseorang, melainkan sesuai dengan
kesanggupannya." [QS. 2/Al-Baqoroh: 286).
Bukti-bukti bahwa syariat ini mudah dan tidak memberatkan, bisa kita dapati antara lain bagi:
a.
orang yang bepergian (Musafir)
mendapat keringanan boleh mengqoshor (memendekkan sholat yang empat rokaat
menjadi dua rokaat), dan boleh tidak berpuasa dengan catatan harus menggantinya
pada hari yang lain.
b.
orang yang sedang sakit tidak
diharuskan bersuci dengan wudhu, melainkan dengan tayammum yakni menggunakan
debu. Dalam menunaikan sholat pun jika tidak sanggup berdiri, boleh dengan
duduk, atau bahkan boleh sambil merebahkan diri.
c.
percikan najis dari genangan air
di jalanan, apabila mengena pakaian, dimaafkan karena itu sulit di hindarkan.
d.
dalam keadaan terpaksa, tidak ada
secuil pun makanan untuk mengganjal perut, makanan yang telah diharamkan
seperti bangkai, boleh dimakan asalkan tidak berlebihan.
5.
Seimbang antara kepentingan dunia
dan akhirat. Islam tidak memerintahkan umatnya untuk mencari kesenangan dunia
semata, sebaliknya juga tidak memerintahkan pemeluknya mencari kebahagiaan
akhirat belaka. Akan tetapi Islam mengajarkan kepada pemeluknya agaromencari kebahagiaan
hidup di dunia dan akhirat kelak. Ayat-ayat Al Quran yang mensuratkan
keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat, antara lain: "Dan carilah
(pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu,
tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia." (QS. 28/Al-Qoshosh: 77).
Dialah yang menjadikan malam untukmu (sebagai) pakaian, dan tidur untuk
istirahat, dan Dia menjadikan siang untuk bangkit berusaha." (QS.
25/Al-Furqon: 47).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar