(Fasal)
menjelaskan hukum-hukum asy syuf’ah.
|
(فَصْلٌ فِيْ أَحْكَامِ
الشُّفْعَةِ
|
Lafadz
“asy syuf’ah” itu dengan terbaca sukun huruf fa’nya. Sebagian ahli fiqh
membaca dlammah huruf fa’nya. Makna asy syuf’ah secara bahasa adalah
mengumpulkan.
|
وَهِيَ
بِسُكُوْنِ الْفَاءِ وَبَعْضُ الْفُقَهَاءِ يَضُمُّهَا وَمَعْنَاهَا لُغَةً
الضَّمُّ
|
Dan
secara syara’ adalah hak untuk memiliki secara paksa yang ditetapkan bagi
syarik yang lebih dulu atas syarik yang masih baru sebab adanya syirkah
dengan mengganti sesuai dengan kadar barang yang digunakan -syarik hadits-
untuk memiliki.
|
وَشَرْعًا
حَقُّ تَمَلُّكٍ قَهْرِيٍّ يَثْبُتُ لِلشَّرِيْكِ الْقَدِيْمِ عَلَى الشَّرِيْكِ
الْحَادِثِ بِسَبَبِ الشِّرْكَةِ بِالْعِوَضِ الَّذِيْ مُلِكَ بِهِ
|
Asy
syuf’ah disyareatkan untuk mencegah kesulitan.
|
وَشُرِعَتْ
لِدَفْعِ الضَّرَرِ
|
Hukum
Syuf’ah
Asy
syuf’ah hukumnya wajib, maksudnya tetap bagi syarik disebabkan oleh
percampuran, maksudnya percampuran yang menyeluruh (khulthah asy syuyu’),
bukan percampuran yang dibatasi (khulthah al jiwar).
|
(وَالشُّفْعَةُ وَاجِبَةٌ)
أَيْ ثَابِتَةٌ لِلشَّرِيْكِ (بِالْخُلْطَةِ) أَيْ خُلْطَةِ الشُّيُوْعِ (دُوْنَ)
خُلْطَةِ (الْجِوَارِ)
|
Sehingga
tidak ada hak syuf’ah bagi tetangga rumah, baik yang dempet atau tidak.
|
فَلَا
شُفْعَةَ لِجَارِ الدَّارِ مُلَاصِقًا كَانَ أَوْ غَيْرَهُ
|
Syarat
Syuf’ah
Asy
syuf’ah hanya berlaku dalam urusan barang-barang yang bisa terbagi, maksudnya
menerima untuk dibagi.
|
وَإِنَّمَا
تَثْبُتُ الشُّفْعَةُ (فِيْمَا يَنْقَسِمُ) أَيْ يَقْبَلُ الْقِسْمَةَ
|
Bukan
barang-barang yang tidak bisa terbagi seperti kamar mandi kecil, maka tidak
berlaku syuf’ah pada barang ini.
|
(دُوْنَ مَا لَا يَنْقَسِمُ)
كَحَمَامٍ صَغِيْرٍ فَلَا شُفْعَةَ فِيْهِ
|
Jika
bisa dibagi seperti kamar mandi besar yang memungkinkan untuk dijadikan dua
kamar mandi, maka syuf’ah berlaku pada barang tersebut.
|
فَإِنْ
أَمْكَنَ انْقِسَامُهُ كَحَمَامٍ كَبِيْرٍ يُمْكِنُ جَعْلُهُ حَمَامَيْنِ
ثَبَتَتِ الشُّفْعَةُ فِيْهِ
|
Syuf’ah
juga berlaku pada setiap barang yang tidak berpindah dari tanah yang bukan
berupa barang wakafan dan barang sewaan seperti kebun dan lainnya yang berupa
bangunan dan pohon, karena mengikut pada tanahnya.
|
(وَ) الشُّفْعَةُ ثَابِتَةٌ
أَيْضًا (فِيْ كُلِّ مَا لَا يُنْقَلُ مِنَ الْأَرْضِ) غَيْرِ الْمَوْقُوْفَةِ
وَالْمُحْتَكَرَةِ (كَالْعَقَارِ وَغَيْرِهِ) مِنَ الْبِنَاءِ وَالشَّجَرِ
تَبْعًا لِلْأَرْضِ
|
Proses
Syuf’ah
Asy syafi’ (orang
yang melakukan syuf’ah) hanya boleh mengambil bagian dari kebun dengan tsaman yang digunakan untuk
membelinya.
|
وَإِنَّمَا
يَأْخُذُ الشَّفِيْعُ شِقْصَ الْعَقَارِ (بِالثَّمَنِ الَّذِيْ وَقَعَ عَلَيْهِ
الْبَيْعُ)
|
Jika tsaman-nya berupa mitsli seperti biji-bijian dan mata uang, maka ia harus mengambil
bagian tersebut dengan sesamanya tsaman
tersebut.
|
فَإِنْ
كَانَ الثَّمَنُ مِثْلِيًّا كَحَبٍّ وَنَقْدٍ أَخَذَهُ بِمِثْلِهِ
|
Atau
berupa barang yang memiliki harga seperti budak dan pakaian, maka ia
mengambilnya dengan harga barang tersebut saat terjadinya akad jual beli.
|
أَوْ
مُتَقَوَّمًا كَعَبْدٍ وَثَوْبٍ أَخَذَهُ بِقِيْمَتِهِ يَوْمَ الْبَيْعِ
|
Konsekwensi
Syuf’ah
Syuf’ah,
maksudnya syuf’ah dengan arti mengambilnya, adalah harus segera.
|
(وَهِيَ) أَيِ الشُّفْعَةُ
بِمَعْنَى طَلَبِهَا (عَلَى الْفَوْرِ)
|
Kalau
demikian, maka syafi’ harus segera mengambilnya ketika ia telah tahu akan
penjualan bagian tersebut.
|
وَحِيْنَئِذٍ
فَلْيُبَادِرِ الشَّفِيْعُ إِذَا عَلِمَ
بَيْعَ الشِّقْصِ بِأَخْذِهِ
|
Yang
dimaksud segera di dalam mengambil
syuf’ah adalah sesuai dengan ukuran adat / kebiasaan.
|
وَالْمُبَادَرَةُ
فِيْ طَلَبِ الشُّفْعَةِ عَلَى الْعَادَةِ
|
Sehingga
ia tidak dituntut bergegas yang melebihi ukuran kebiasaan yaitu dengan
berlari atau selainnya.
|
فَلَا
يُكَلَّفُ الْإِسْرَاعُ عَلَى خِلَافِ عَادَتِهِ بِعَدْوٍ أَوْ غَيْرِهِ
|
Bahkan
batasan dalam semua itu adalah sikap yang dianggap menundah-nundah di dalam
mengambil syuf’ah, maka bisa menggugurkannya. Jika tidak, maka tidak sampai
menggugurkannya.
|
بَلِ
الْضَابِطُ فِيْ ذَلِكَ أَنَّ مَا عُدَّ تَوَانِيًّا فِيْ طَلَبِ الشُّفْعَةِ
أَسْقَطَهَا وَإِلَّا فَلاَ.
|
Sehingga,
jika ia menunda melakukan syuf’ah padahal mampu untuk segera melakukannya,
maka hak syuf’ah baginya telah batal.
|
(فَإِنْ أَخَّرَهَا) أَيِ
الشُّفْعَةَ (مَعَ الْقُدْرَةِ عَلَيْهَا بَطَلَتْ)
|
Seandainya
orang yang menghendaki syuf’ah tersebut sedang sakit, tidak berada di daerah
orang yang membeli, dipenjara, atau takut terhadap musuhnya, maka hendaknya
ia mewakilkan pada orang lain jika memang mampu. Namun jika tidak mampu, maka
hendaknya ia membuat saksi bahwa dirinya ingin mengambil syuf’ah tersebut.
|
وَلَوْ
كَانَ مُرِيْدُ الشُّفْعَةِ مَرِيْضًا أَوْ غَائِبًا عَنْ بَلَدِ الْمُشْتَرِيْ
أَوْ مَحْبُوْسًا أَوْ خَائِفًا مِنْ عَدُوٍّ فَلْيُوَكِّلْ إِنْ قَدَرَ
وَإِلَّا فَلْيُشْهِدْ عَلَى الطَّلَبِ
|
Sehingga,
jika ia tidak melakukan apa yang mampu ia lakukan baik mewakilkan atau
membuat saksi, maka haknya menjadi batal menurut pendapat al adlhar.
|
فَإِنْ
تَرَكَ الْمَقْدُوْرَ عَلَيْهِ مِنَ التَّوْكِيْلِ أَوِ الْإِشْهَادِ بَطَلَ
حَقُّهُ فِي الْأَظْهَرِ
|
Seandainya
syafi’ berkata, “aku tidak tahu kalau sesungguhnya hak
syuf’ah itu harus segera dilakukan”, dan ia memang termasuk dari orang
yang kurang mengerti tentang semua itu, maka ia dibenarkan disertai dengan
sumpahnya.
|
وَلَوْ
قَالَ الشَّفِيْعُ لَمْ أَعْلَمْ إِنَّ حَقَّ الشُّفْعَةِ عَلَى الْفَوْرِ
وَكَانَ مِمَّنْ يَخْفَى عَلَيْهِ ذَلِكَ صُدِّقَ بِيَمِيْنِهِ
|
Ketika
seseorang menikahi seorang wanita dengan mas kawin berupa siqsh (bagian), maka syafi’ berhak
mengambil bagian tersebut dengan mengganti mahar mitsil pada wanita tersebut.
|
(وَإِذَا تَزَوَّجَ) شَخْصٌ (امْرَأَةً
عَلَى شِقْصٍ أَخَذَهُ) أَيْ أَخَذَ (الشَّفِيْعُ) الشِّقْصَ (بِمَهْرِ
الْمِثْلِ) لِتِلْكَ الْمَرْأَةِ
|
Ketika
syafi’nya lebih dari satu orang, maka mereka berhak atas syuf’ah tersebut
sesuai dengan ukuran bagian-bagian mereka dari barang-barang yang dimiliki
tersebut.
|
(وَإِنْ كَانَ الشُّفَعَاءُ
جَمَاعَةً اسْتَحَقُّوْهَا) أَيِ الشُّفَعَاءُ (عَلَى قَدْرِ) حِصَصِهِمْ مِنَ (الْأَمْلَاكِ)
|
Sehingga,
seandainya salah satu dari mereka memiliki separuh dari kebun -yang
disyirkahi-, yang satunya memiliki sepertiganya, dan yang lain lagi memiliki
seperenamnya, kemudian orang yang memiliki separuh menjual bagiannya, maka
dua orang yang lainnya berhak mengambil dengan dibagi sepertigaan.
|
فَلَوْ
كَانَ لِأَحَدِهِمْ نِصْفُ عَقَارٍ وَلِلْآخَرِ ثُلُثُهُ وَلِلْآخَرِ سُدُسُهُ
فَبَاعَ صَاحِبُ النِّصْفِ حِصَّتَهُ أَخَذَهَا الْآخَرَانِ اَثْلَاثًا
|
(Sumber : Kitab Fathul Qorib)
Baca juga artikel kami lainnya : Ayat Ayat Setan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar