Amaliah Bathin Saat Membaca Al Qur’an Ada Tujuh

Amaliah Bathin Saat Membacal Qur’an Ada Tujuh

            Pertama, memahami betapa agung dan luhurnya Kalamullah, betapa besar anugerah dan belas kasih Allah Swt kepada makhluknya, sehingga mereka mampu memahami kalam-Nya.

            Kedua, mengagungkan Dzat yang memiliki kalam yang sedang di baca. Bagi orang yang membaca Al Qur’an, hendaknya di awal bacaannya dia menghadirkan dalam hati akan keagungan Allah Swt, dan mengetahui bahwa sesungguhnya apa yang akan dia baca bukanlah kalam manusia. Keagungan Allah Swt tidak akan hadir di dalam hati selama tidak berfikir tentang sifat, keagungan dan pekerjaan-Nya. Ketika demikian, maka di dalam hati akan terbanyang Arsy, Kursi, langit, bumi, dan makhluk yang berada diantara keduanya, baik jin, manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan, dan dia tahu bahwa yang menciptakan, menguasai dan memberi rizki semuanya adalah Dzat yang Esa, dan sesungguhnya semuamakhluk berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya yang tidak pernah lepas dari anugerah, rahmat, siksa dan hukuman dari-Nya. Jika Allah memberi nikmat, maka semata-mata atas anugerah-Nya.Dan jika menyiksa, maka semata-mata karena keadilan-Nya.Dengan menghayati ini semua, maka orang yang sedang membaca Al Qur’an akan bisa menghadirkan keagungan Allah Swt, Dzat yang Maha berkalam, kemudian dia bisa mengagungkan Kalamullah.

            Ketiga, menghadirkan hati, meninggalkan bisikan hati, kosentrasi pada Al Qur’an saat membacanya dan berpaling dari yang lain. Sebagian ulama’ salaf ketika membaca Al Qur’an dan hatinya tidak konsentrasi, maka beliau mengulangi bacaannya lagi.Hal ini muncul dari keadaan sebelumnya, yaitu mengagungkan Kalamullah. Sebab orang yang mengagungkan kalam yang sedang di bacanya, merasa senang dan bahagia dengannya, maka dia tidak akan melupakannya. Di dalam Al Qur’an terdapat sesuatu yang bisa membuat hati bahagia jika memang yang membaca adalah ahli Al Qur’an.Maka buat apa mencari kebahagian dengan memikirkan yang lain.

            Keempat, menghayati  dan merenungkan makna Al Qur’an. Hal ini bukanlah hanya menghadirkan hati tapi sesuatu lain setelahnya. Karena sesungguhnya terkadang orang yang membaca Al Qur’an tidak memikirkan selain Al Qur’an,akan tetapi dia hanya mendengarkan bacaan dirinya tanpa menghayati dan merenungkan makna di dalamnya. Padahal tujuan membaca Al Qur’an adalah merenungkan makna di dalamnya.Oleh sebab itu disunnahkan membaca dengan tartil.Karena dengan tartil, diharapkan bisa menghayati makna di dalam hati.

Sahabat Ali Ra berkata,“tidak ada kebaikan di dalam ibadah tanpa fiqh di dalamnya, dan tidak ada kebaikan di dalam membaca Al Qur’an tanpa di sertai menghayati maknanya.

Jika tidak bisa menghayati makna kecuali dengan mengulang-ulang bacaan, maka hendaknya hal itu di lakukan, kecuali dia dalam keadaan menjadi makmum di dalam sholat.Di jelaskan di dalam sebuah riwayat bahwa sesungguhnya baginda Nabi Muhammad Saw pernah mengulang-ulang bacaan satu ayat saja saat melaksanakan sholat malam.

            Keenam adalah tafahum-berusaha memahami-, yaitu dengan berusaha menguak rasahia yang tepat dari setiap ayat Al Qur’an. Karena Al Qur’an memuat penjelasan tentang sifat-sifat dan pekerjaan-pekerjaan Allah Swt, tentang keaadan para nabi, orang-orang yang mendustakan para nabi, tentang bagaimana mereka -orang yang mendustkan- di hancurkan, tentang perintah dan larangan Allah Swt, tentang surga dan neraka. Di antara ayat yang menjelaskan tentang sifat-sifat Allah Azza Wa Jalla adalah firman Allah Swt didalam surat Asy Syura ayat 11 :

Artinya :“tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat”

Dan firman Allah Swt di dalam surat Al Hasyr ayat 23 :

Artinya : “Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, yang Maha Suci, yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki segala Keagungan, Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan”

Maka hendaknya dia menghayati makna dari nama-nama dan sifat-sifat ini, agar rahasia di dalamnya bisa terbuka untuknya.

Sedangkan yang menjelaskan tentang pekerjaan-pekerjaan Allah Ta’ala adalah seperti penjelasan Al Qur’an tentang penciptaan langit, bumi dan lainnya. Maka dari situ hendaknya orang yang membaca Al Qur’an memahami sifat-sifat Allah Azza Wa Jalla.Karena hasil pekerjaan itu bisa menunjukkan kepada yang mengerjakannya.Kemegahan dan kehebatan hasil dari suatu pekerjaan itu menunjukkan kehebatan dan keagungan yang membuatnya.Maka hendaknya orang yang membaca Al Qur’an lebih melihat pada yang menciptakan semua itu, tidak pada hasil dari ciptaannya. Barang siapa mengetahui Allah Swt, Tuhan yang Hak,maka dia akan melihat-Nya di setiap sesuatu. Oleh sebab itu, ketika membaca firman Allah Azza Wa Jalla di dalam surat Al Waqi’ah ayat 58, 63, 68 dan 71 :

Artinya :“Maka Terangkanlah kepadaku tentang nutfah yang kamu pancarkan. Maka Terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam.Maka Terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum.Maka Terangkanlah kepadaku tentang api yang kamu nyalakan (dengan menggosok-gosokkan kayu)”.

Maka hendaknya tidak hanya melihat air, api, tanaman dan sperma saja. Akan tetapi berfikir tentang sperma yang semula berupa cairan yang memiliki bagian yang sama, namun kemudian terbagi menjadi daging, tulang, otot kecil, dan otot besar. Dan bagaimana anggota-anggota badan bisa bentuknya berbeda-beda, dari kepala, tangan, kaki, limpa, hati dan yang lain. Kemudian berfikir tentang sifat-sifat mulia yang nampak dari manusia, yaitu bisa mendengar, melihat, berfirkir dan yang lainnya.Kemudian tentang sifat-sifat manusia yang tercela, dari pemarah, nafsu birahi, sombong, bodoh, pendusta dan suka memrotes. Sebagaimana yang di firmankan Allah Swt di dalam surat Yaasiin  ayat 77 :

Artinya :“dan Apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setitik air (mani), Maka tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata!”

Maka hendaknya dia berfikir tentang keajaiban-keajaiban ini agar dari situ dia akan bisa memahami sesuatu yang paling ajaib, yaitu proses penciptaan yang menghasilkan keajaiban-keajaiban ini.Maka dia akan selalu berfikir tentang proses penciptaan ini, mengetahui terhadap keagungan dan kehebatan Tuhan yang menciptakannya.

Dan ketika mendengar ayat yang menjelaskan tentang keadaaa-keadaan para nabi, yaitu ketika mereka di dustakan, di pukul, sebagian ada yang di bunuh, namun akhirnya mendapat pertolongan dari Allah Swt, maka orang yang membaca akan faham atas kekuasaan Allah Swt dan kehendak-Nya untuk menolong kebenaran. 

Ketika membaca ayat tentang keadaan kaum-kaum yang mendustakan para nabi, seperti kaum ‘Ad dan kaum Tsamud serta apa yang menimpa mereka, maka hendaknya merasa takut atas siksa dan murka Allah Swt, dan hendaknya menjadikan semua itu sebagai teladan untuk dirinya sendiri.

Keenam, menyingkirkan segala sesuatu yang bisa mencega pemahaman.Karena sesungguhnya kebanyakan orang terhalang untuk memahami isi Al Qur’an karena berbagai sebab dan penghalang yang di munculkan oleh syetan di dalam hati.Sehingga mereka tidak bisa melihat keajaiban-keajaiban rahasia Al Qur’an.Diantara sesuatu yang menghalangi untuk memahami Al Qur’an adalah, tujuannya hanya tercurah untuk men-tahqiqmemperjelas- setiap bacaan huruf dengan mengeluarkannya dari mahrojnya. Hal ini di lakukan oleh syetan yang di pasrahi untuk menggoda para pembaca Al Qur’an agar mereka berpaling dari tujuan memahami makna-makna Kalamullah Azza waJalla. Tidak henti-hentinya syetan mendorong mereka agar mengulang-ulang bacaan huruf, dengan mengesankan seakan mahroj huruf tersebut belum tepat.Maka pikiran orang seperti ini hanya tersibukkan untuk mengurusi makhroj-makhroj huruf saja, sehingga bagaimana bisa makna-makna Al Qur’an terbuka padanya.Sesuatu yang sangat membahagiakan syetan adalah orang yang mau menuruti tipuan seperti ini.

Ketujuh, takhsis yaitu mengira-ngirakan seakan dirinyalah yang di tujuh dengan setiap kalam khitob di dalam Al Qur’an.Ketika mendengar ayat perintah atau larangan, maka mengira-ngirakan sekaan dirinya lah yang di perintah atau di larang.Begitu pula Ketika mendengar ayat janji atau ancaman. Ketika mendengar kisah orang-orang terdahulu dan para Nabi, maka hendaknya mengerti bahwa tujuannya itu bukan sekedar cerita,akan tetapi agar kamu mengambil teladan dan hal-hal yang kau butuhkan. Tidak ada satupun kisah di dalam Al Qur’an, kecuali susunannya mengandung faedah bagi Nabi Muhammad Saw dan umat-Nya. Oleh sebab itu Allah Swt berfirman dalam surat Huud ayat 120 :

Artinya :“dan semua kisah dari Rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman”

Maka hendaknya seorang hamba mengira-ngirakan bahwa sesungguhnya Allah swt menguatkan hatinya dengan apa yang di kisahkan Allah Swt padanya tentang  keadaan para Nabi, ketabahan mereka atas siksaan dan gangguan dari musuh, serta keteguhan mereka di dalam urusan agama demi menanti pertolongan Allah Swt.

Bagaimana bisa seorang hamba tidak mengira-ngirakan bahwa dirinya lah yang di khitobi, sedangkan al Qur’an memang tidak hanya di turunkan untuk baginda Nabi Muhammad Saw saja, akan tetapi Al Qur’an adalah obat, petunjuk, rahmat dan cahaya bagi seluruh alam semesta.Oleh sebab itu, Allah Swt memerintahkan kepada seluruh alam semesta agar bersyukur atas nikmat berupa Al Qur’an. Allah Swt berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 231 :


Artinya :“dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu Yaitu Al kitab dan Al Hikmah (As Sunnah). Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu. dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya Allah Maha mengetahui segala sesuatu”.

Ketika khitob di tujukan kepada seluruh manusia maka khitob di tujukan kepada setiap orang, sebagaimana firman Allah Swt di dalam surat Al An’am ayat 19 :

artinya :“ Katakanlah: "Siapakah yang lebih kuat persaksiannya?" Katakanlah: "Allah". Dia menjadi saksi antara aku dan kamu.dan Al Quran ini diwahyukan kepadaku supaya dengan Dia aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai Al-Quran (kepadanya). Apakah Sesungguhnya kamu mengakui bahwa ada tuhan-tuhan lain di samping Allah?" Katakanlah: "Aku tidak mengakui." Katakanlah: "Sesungguhnya Dia adalah Tuhan yang Maha Esa dan Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan (dengan Allah)"

Imam Muhammad Al Qordhi berkata,“barang siapa ayat-ayat Al Qur’an sampai padanya, maka seakan-akan Allah Swt berfirman padanya.

Ketika seorang hamba mengira-ngirakan seperti itu, maka dia tidak hanya menjadikan membaca Al Qur’an hanya sekedar aktifitas, bahkan dia membaca Al Qur’an seperti seorang budak yang membaca surat dari rajanya agar di renungkan dan amalkan isinya. 

Oleh sebab itu sebagian ulama’ berkata,“Al Qur’an ini merupakan risalah yang datang pada kita dari Tuhan kita Azza waJalla, dengan janji-janji di dalamnya yang kita renungkan ketika sholat dan kita laksanakan dalam bentuk ketaatan.”

Kedelapan, ta’atsuryaitu bacaan Al Qur’an memberikan dampak di dalam hati dengan dampak yang berbeda-beda, sesuai dengan ayat-ayat yang di baca. Maka sesuai dengan setiap pemahaman, orang yang membaca al Qur’an akan mengalami keadaan dan perasaan di dalam hatinya, baik rasa sedih, takut, mengharap atau yang lain.

Ketika ma’rifat seorang yang membaca Al Qur’an sempurna, maka rasa takut akan menguasai hatinya, karena kebanyakan ayat-ayat di dalam Al Qur’an isinya adalah hal-hal yang sulit dan berat. Kamu tidak akan melihat ayat yang menerangkan maghfirah dan rahmat, kecuali di sertai dengan syarat-syarat yang sangat sulit di penuhi oleh orang yang  ma’rifat (mengatahuinya).Seperti firman Allah Swt yang berbunyi,"وَإِنِّيْ لَغَفَّارٌ"“ sesungguhnya aku maha pengampun.Namun kemudian Allah Swt menyertakan empat syarat pada pengampunan tersebut di dalam firman-Nya yang berbunyi,"لِمَنْ تَابَ وَأَمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَى"“bagi orang yang mau bertaubat, beriman, beramal sholeh kemudian mendapatkan hidayah. Dan seperti firman Allah Swt di dalam surat Al Ashr :


Artinya :“demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, . kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
Dimana Allah Swt menyebutkan empat syarat dalam surat di atas. Ketika Allah Swt ingin meringkas, maka Allah Swt menyebutkan satu syarat yang mencakup semuanya, seperti firman-Nya di dalam surat Al A’raaf ayat 56 :


Artinya :“Sesungguhnya rahmat Allah Amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik”.

Ihsan adalah satu kata yang mencakup semua syarat-syarat yang ada. Begitulah Al Qur’an, bagi orang yang mau menelitinya dari awal sampai akhir, maka dia akan tahu bahwa kandungan di dalam Al Qur’an banyak yang berat. Barang siapa memahami hal itu, maka selayaknya jika keadaannya selalu diliputi rasa takut dan sedih. Jika tidak demikian, maka yang dia dapat dari membaca Al Qur’an hanyalah gerakan lisan, serta keterangan yang jelas-jelas melaknat diri sendiri, seperti firman Allah dalam surat Huud ayat 18 :

Artinya :“Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim.”

Firman-Nya dalam surat Ash Shaf ayat 3 :

Artinya :“Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”. 

Firmannya dalam surat ayat An Najm ayat 29 :

Artinya :“Maka berpalinglah (hai Muhammad) dari orang yang berpaling dari peringatan Kami, dan tidak mengingini kecuali kehidupan duniawi”.

Dan firmannya di dalam surat Al Hujuraat ayat 11 :

Artinya :“Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim”.
Dan firman Allah Swt dalam ayat-ayat yang lain. Maka tujuan Al Qur’an di turunkan adalah agar di amalkan kandungannya.Sedangkan kalau hanya gerakan lisan itu tidak begitu ada faedahnya.Membaca Al Qur’an secara hakikat adalah lisan, pikiran dan hati sama-sama berperan saat membacanya. Bagian lisan adalah membenarkan bacaan huruf dengan cara tartil, bagian pikiran / akal adalah menjelaskan makna, dan bagian hati adalah mengambil teladan dan menerima dampak dari bacaan Al Qur’an, dengan meninggalkan hal yang di larang dan melaksanakan perintah. Maka lisan yang membaca dengan tartil, akal pikiran yang menterjemah dan hati yang mengambil teladan serta mauidloh.

(Sumber : BEKAL DAKWAH AL-GHOZALI jilid 1)

Baca juga artikel kami lainnya :  Arti Mukmin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Contoh Dakwah Islam - Artikel Populer