Sumber-sumber Hukum Islam

Sumber-sumber Hukum Islam - Sumber hukum Islam ada empat.
1.       Al-Qur'an, adalah kumpulan firman Allah SWT, "(Al-Qur'an) ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini." (QS. 45/Al-Jatsiyah: 20). "Dan demikianlah Kami telah menurunkan (Al-Qur'an) sebagai peraturan (yang benar) dalam bahasa Arab." (QS. 13/Ar- Ro'du: 37). Tentang kemukjizatan dan kebenaran Al-Qur'an selengkapnya simak bab: Kitab Suci Al-Qur'an.
2.       Hadits, adalah segala tutur kata, perbuatan dan taqrir (diam tanda setuju/boleh atas tindakan para sahabat) Nabi Muhammad saw. Firman Allah SWT. "Dan taatlah kepada Allah dan Rosul (Muhammad), agar kamu diberi rahmat." (QS. 3/Ali Imron: 132). Tentang hadits ini secara panjang lebar, simak bab: Hadits/ Sunnah.
3.        Ijma’(kesepakatan), yakni kesepakatan para ulama dalam berijtihad atas suatu hukum Islam yang belum jelas dalam Al-Qur'an dan juga tidak didapati dalam hadits. Ulama yang berijtihad tersebut disebut mujtahid. Firman Allah SWT. "Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rosul (Muhammad), serta ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. "(QS. 4/An-Nisa': 59).
Ulil Amri yang dimaksud dengan dalam ayat tersebut di atas mencakup dua pengertian :
a.       Ulil amri urusan duniawi ialah pemerintah; dan
b.      Ulil amri urusan agama, ialah para ulama.
Ulama usul Fikih menyatakan, bahwa ijma' dipandang sebagai salah satu sumber hukum Islam setelah Al-Qur'an dan hadits jika memenuhi empat unsur berikut ini:
a.       ada sejumlah mujtahid ketika ditetapkan hukum atas suatu kejadian;
b.      kesepakatan mujtahid terhadap syarak mengenai suatu masalah atau kejadian itu lahir tanpa memandang perbedaan kebangsaan atau kelompok;
c.       kesepakatan para mujtahid itu disertai dengan pendapat mereka masing-masing secara jelas tentang suatu kejadian, baik secara ucapan atau qouli (misalnya fatwa tentang suatu kejadian) maupun dalam bentuk fi'li atau perbuatan (misalnya menjatuhkan keputusan tentang hukum suatu kejadian. Setelah masing-masing mengemukakan pendapatnya, haruslah diambil kesepakatan secara kelompok;
d.      kesepakatan semua mujtahid itu dapat diwujudkan dalam suatu hukum. Apabila hanya sebagian besar di antara mereka yang bersepakat, maka ijma' itu tidak bisa diatasnamakan kesepakatan jumlah mayoritas.

4.       Qiyas. Menurut bahasa, qiyas adalah mengukur sesuatu atas lainnya dan mempersamakannya. Sedangkan definisi qiyas menurut ushul fikih, adalah mempersamakan suatu kasus yang tidak ada ketentuan hukumnya dalam Al-Qur'an dengan kasus lain yang ada hukumnya, karena terdapat persamaan dalam alasannya. Contohnya:
a.       mempersamakan hukum minuman keras yang tidak terdapat dalam Al- Qur'an atau hadits seperti: bir bintang, brendy, atau wisky dengan Khamr, sebab semua itu berakibat sama-sama memabukkan;
b.      mempersamakan padi dengan gandum, karena sama-sama makanan pokok;
c.       mempersamakan kerbau dengan sapi (sebab di Arab tidak ada kerbau); dan lain sebagainya.
Qiyas dapat dijadikan dasar hukum dalam di semua bidang, kecuali bidang ibadah dan akidah. Dan ibadah yang didasarkan pada qiyas adalah bid'ah
Rukun qiyas ada tiga, yaitu:
a.       Ashlun, yaitu dasar yang menjadi ukuran persamaan/ menyerupakan (Al-Qur'an dan hadits)
b.      Fir'un, yakni perkara yang diserupakan atau dipersamakan;
c.       Illat, sifat yang menjadi dasar persamaan antara hukum pokok (Qur'an dan Hadits) dengan hukum cabang (hukum sebagai hasil dari qiyas). Maksudnya adalah hukum yang ditetapkan sebagai hukum cabang sesudah tetap hukumnya dari hukum pokok (Qur'an dan Hadits)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Contoh Dakwah Islam - Artikel Populer