1.
Al-Qur'an, adalah kumpulan firman
Allah SWT, "(Al-Qur'an) ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan
rahmat bagi kaum yang meyakini." (QS. 45/Al-Jatsiyah: 20). "Dan
demikianlah Kami telah menurunkan (Al-Qur'an) sebagai peraturan (yang benar)
dalam bahasa Arab." (QS. 13/Ar- Ro'du: 37). Tentang kemukjizatan dan
kebenaran Al-Qur'an selengkapnya simak bab: Kitab Suci Al-Qur'an.
2.
Hadits, adalah segala tutur kata,
perbuatan dan taqrir (diam tanda setuju/boleh atas tindakan para sahabat) Nabi
Muhammad saw. Firman Allah SWT. "Dan taatlah kepada Allah dan Rosul
(Muhammad), agar kamu diberi rahmat." (QS. 3/Ali Imron: 132). Tentang
hadits ini secara panjang lebar, simak bab: Hadits/ Sunnah.
3.
Ijma’(kesepakatan), yakni kesepakatan para
ulama dalam berijtihad atas suatu hukum Islam yang belum jelas dalam Al-Qur'an
dan juga tidak didapati dalam hadits. Ulama yang berijtihad tersebut disebut
mujtahid. Firman Allah SWT. "Wahai orang-orang yang beriman, taatilah
Allah dan taatilah Rosul (Muhammad), serta ulil amri (pemegang kekuasaan) di
antara kamu. "(QS. 4/An-Nisa': 59).
Ulil Amri yang dimaksud dengan dalam ayat
tersebut di atas mencakup dua pengertian :
a.
Ulil amri urusan duniawi ialah
pemerintah; dan
b.
Ulil amri urusan agama, ialah para
ulama.
Ulama usul Fikih menyatakan, bahwa ijma'
dipandang sebagai salah satu sumber hukum Islam setelah Al-Qur'an dan hadits
jika memenuhi empat unsur berikut ini:
a.
ada sejumlah mujtahid ketika
ditetapkan hukum atas suatu kejadian;
b.
kesepakatan mujtahid terhadap
syarak mengenai suatu masalah atau kejadian itu lahir tanpa memandang perbedaan
kebangsaan atau kelompok;
c.
kesepakatan para mujtahid itu
disertai dengan pendapat mereka masing-masing secara jelas tentang suatu
kejadian, baik secara ucapan atau qouli (misalnya fatwa tentang suatu kejadian)
maupun dalam bentuk fi'li atau perbuatan (misalnya menjatuhkan keputusan
tentang hukum suatu kejadian. Setelah masing-masing mengemukakan pendapatnya,
haruslah diambil kesepakatan secara kelompok;
d.
kesepakatan semua mujtahid itu
dapat diwujudkan dalam suatu hukum. Apabila hanya sebagian besar di antara
mereka yang bersepakat, maka ijma' itu tidak bisa diatasnamakan kesepakatan
jumlah mayoritas.
4. Qiyas. Menurut bahasa, qiyas adalah mengukur sesuatu atas lainnya dan mempersamakannya. Sedangkan definisi qiyas menurut ushul fikih, adalah mempersamakan suatu kasus yang tidak ada ketentuan hukumnya dalam Al-Qur'an dengan kasus lain yang ada hukumnya, karena terdapat persamaan dalam alasannya. Contohnya:
a.
mempersamakan hukum minuman keras
yang tidak terdapat dalam Al- Qur'an atau hadits seperti: bir bintang, brendy,
atau wisky dengan Khamr, sebab semua itu berakibat sama-sama memabukkan;
b.
mempersamakan padi dengan gandum,
karena sama-sama makanan pokok;
c.
mempersamakan kerbau dengan sapi
(sebab di Arab tidak ada kerbau); dan lain sebagainya.
Qiyas dapat dijadikan dasar hukum dalam di
semua bidang, kecuali bidang ibadah dan akidah. Dan ibadah yang didasarkan pada
qiyas adalah bid'ah
Rukun qiyas ada tiga, yaitu:
a.
Ashlun, yaitu dasar yang menjadi
ukuran persamaan/ menyerupakan (Al-Qur'an dan hadits)
b.
Fir'un, yakni perkara yang
diserupakan atau dipersamakan;
c.
Illat, sifat yang menjadi dasar
persamaan antara hukum pokok (Qur'an dan Hadits) dengan hukum cabang (hukum
sebagai hasil dari qiyas). Maksudnya adalah hukum yang ditetapkan sebagai hukum
cabang sesudah tetap hukumnya dari hukum pokok (Qur'an dan Hadits)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar