Cerita Rasulullah saw

Cerita Rasulullah saw - Ummul Mukminin 

Ummul Mukminin adalah gelar kehormatan yang diberikan kepada setiap istri Nabi Muhammad Rosulullah saw. Istilah tersebut berasal dari kata Arab ummu yang berarti ibu, dan al-mu'minin yang artinya orang-orang beriman. Jadi ummul mukminin berarti ibu dari orang-orang yang beriman. Bentuk jamaknya, ummahat al-mu'minin.

Sebutan ummul mukminin ditetapkan oleh Allah SWT dalam Al-Qur'an. "Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin dibandingkan diri mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka." (QS. 33/Al-Ahzab: 6) Yang dimaksud "Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin dibandingkan diri mereka sendiri" adalah orang-orang mukmin itu mencintai Nabi mereka, lebih dari mencintai diri mereka sendiri dalam segala urusan.

Gelar ummul mukminin itu menegaskan, bahwa para istri Nabi Muhammad Rosulullah saw. adalah para wanita yang terpilih dan dimuliakan oleh Allah SWT. Dan karena mereka ibu orang-orang beriman, maka tidak boleh dinikahi oleh siapa pun setelah Nabi saw. wafat. "Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rosulullah dan tidak boleh pula menikahi istri-istrinya selama-lamanya setelah (Nabi wafat). Sungguh, yang demikian itu sangat besar (dosanya) di sisi Allah." (QS. 3,'Al-Ahzab: 53)

Istri-Istri Nabi Muhammad Saw

Nabi Muhammad Rosulullah saw. menikahi 12 orang wanita. Tentu saja hal itu Nabi lakukan bukan untuk menyalurkan nafsu seks, sebab sepuluh di antara sebelas wanita itu Nabi nikahi ketika mereka sudah menjanda dan telah tua-renta. Jadi tujuan Nabi saw menikahi mereka adalah semata-mata untuk pengajaran. Yakni guna menyebarkan hukum-hukum Islam yang berkaitan erat dengan masalah kewanitaan, antara lain masalah haid atau menstruasi, nifas, melahirkan, dan sebagainya. Dengan kata lain untuk mencetak guru-guru wanita dalam bidang hukum-hukum syara' yang sangat dibutuhkan kaum wanita saat itu.

Mengapa? Karena pada masa itu wanita merasa malu bertanya langsung kepada Nabi Muhammad saw. tentang masalah kewanitaan dan keluarga. Selain itu, menikah sampai sebelas ini merupakan pengecualian bagi Rosulullah saw, sedangkan umatnya tidak diperbolehkan. Allah SWT berfirman, "Wahai Nabi, sungguh Kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu yang telah engkau berikan maskawinnya dan hamba sahaya yang engkau miliki, termasuk apa yang engkau peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (begitu pula) anak-anak wanita dari saudara pria bapakmu, anak-anak wanita dari saudara wanita bapakmu, anak-anak wanita dari saudara pria ibumu dan anak-anak wanita dari saudara wanita ibumu yang turut hijrah bersamamu, dan wanita mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi ingin menikahinya sebagai kekhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin." (QS. 33/Al-Ahzab: 50)

Dua belas istri Rosulullah saw. tersebut, ialah:

1. Khodijah binti Khuwailid (Mekah, 556-619)

Ia seorang janda kaya-raya, dan terkenal berakhlak mulia. Pada masa jahiliyah (sebelum kedatangan Islam), ia mendapat gelar Ath-Thohiroh (yang bersih suci) Sebelumnya Khodijah sudah dua kali menikah. Pertama ia menikah dengan Abu Halal Annabbasy bin Zuroroh. Pernikahan mereka dikarunia seorang anak bernama Hall. Setelah Abu Halal meninggal, ia menikah dengan Atiq bin Abid al-Makhzumi. Sesudah suami keduanya meninggal, beberapa pemuka Suku Quraisy melamarnya. Namun Khodijah menolaknya dengan baik lantaran mereka hanya memandang kekayaannya dan kedudukannya sebagai wanita terpandang.

Setelah mengetahui ketampanan dan keagungan pribadi Nabi Muhammad saw, Khodijah menyatakan rasa kagum, cinta, dan melamarnya. Pernikahan mereka disaksikan oleh Abu Tholib dari pihak Muhammad saw. dan Umar bin Asad dari pihak Khodijah. Usia Khodijah kala itu 40 tahun, sedangkan Nabi saw. berumur 25 tahun. Perkawinan mereka berlangsung selama 25 tahun, dan dikaruniai tujuh anak: tiga putra (Al-Qosim, Abdullah, dan Thoyyib) yang meninggal dunia sewaktu masih kecil dan empat putri (Zainab, Ruqoyyah, Ummi Kaltsum, dan Fatimah).

Rosulullah saw. menegaskan bahwa Khodijah adalah wanita terbaik umat ini. Ali ra. menuturkan, Muhammad Rosulullah saw. bersabda, "Wanita dunia yang terbaik pada masanya ialah Maryam binti Imron. Dan perempuan terbaik umat ini adalah Khodijah". (HR. Bukhori) Gelar "wanita terbaik umat ini" yang Rosulullah saw. berikan kepada Khodijah tidaklah berlebihan.

Mengapa?

Khodijah adalah wanita pertama yang beriman kepada Rosulullah, dan menyumbangkan harta kekayaannya untuk mensyiarkan Islam. Ia wafat pada usia enam puluh lima tahun, sebelum nabi saw hijrah. Ialah wanita yang paling dicintai oleh Nabi karena kemuliaannya, ketinggian akhlaknya, kesempurnaannya, dan orang pertama yang beriman kepadanya. Sedemikian besar cinta Nabi kepada Khodijah, hingga beliau berkata, "Sewaktu aku miskin, ia memberiku kekayaan. Kala orang-orang menganggapku gila, ia tetap percaya kepadaku". Karena itu selama beberapa tahun setelah kewafatan Khodijah, Nabi saw. tidak segera menikah lagi. Lebih dari itu di kemudian hari Nabi sering memuji keteladanan Khodijah di hadapan istri-istrinya yang lain.

Pujian Nabi Muhammad saw. terhadap Khodijah, pernah membuat 'Aisyah cemburu karenanya. 'Aisyah ra. mengungkapkan, "Saya tidak pernah cemburu terhadap istri-istri Nabi saw. yang lain, kecuali terhadap Khodijah ra. Padahal saya tidak pernah berjumpa dengannya, tetapi karena Nabi sering menyebut-nyebutnya. Beliau juga sering menyembelih kambing kemudian memotongnya menjadi beberapa bagian, dan mengirimkannya kepada kenalan-kenalan Khodijah. Saya sering menyatakan kepada beliau: 'Seolah-olah di dunia ini tidak ada wanita selain Khodijah'. Maka beliau menjawab: "Sesungguhnya Khodijah itu begini dan begitu. Juga hanya dengan dialah aku dikaruniai anak". (HR. Bukhori dan Muslim).

2. Saudah binti Zam'ah, seorang janda dari Sakron bin 'Amr bin Abdi Syams (menurut sumber lain, Sakron bin Umar al-Amiri). Mereka termasuk pasangan suami istri yang pertama beriman kepada risalah Nabi Muhammad saw dan turut hijrah ke Habasyah (Ethiopia). Ketika dalam perjalanan kembali ke Mekah, Sakron meninggal dunia.

Atas usulan Khoulah binti Hakim, sahabat Khodijah ra., Nabi Muhammad saw. menikahinya. Warga Kota Mekkah saat itu tidak percaya saat mendengar kabar Rosulullah saw. melamar Saudah. Sebab selain dia seorang janda yang sudah tua (telah berusia 55 tahun), dia juga tidak seterhormat dan tidak secantik Khodijah. Bahkan beberapa buku menuliskan Saudah kala itu sudah gemuk hingga kesulitan berjalan, dan tidak ada lagi daya tariknya bagi seorang pria mana pun.

Saudah sendiri menyadari bahwa Rosulullah saw. menikahinya semata-mata karena belas kasihan atas penderitaannya. Sebab dia tidak mempunyai pekerjaan dan keluarga yang melindunginya dari tekanan kaum musyrik. Dan Nabi saw. juga seorang duda yang memerlukan pendamping untuk merawat putra-putrinya masih kecil-kecil. Karena itu Saudah berkata kepada Rosulullah saw., "Demi Allah, sebenarnya saya tidak ingin bersuami lagi. Saya bersedia menikah dengan engkau, karena saya ingin agar pada hari kiamat kelak, Allah SWT membangkitkan saya kembali sebagai istri engkau."

Saudah pun menyadari bahwa ia tidak bisa melakukan kewajibannya sebagai seorang istri. Karena itu Saudah menyatakan kepada Rosulullah saw. "Ya Rosulullah, kuberikan malam giliranku kepada 'Aisyah, karena aku memang tidak menginginkan apa yang diinginkan oleh para istri engkau yang lain."

Sebagai ummul mukminin, Saudah terkenal banyak beribadah dan bersedekah. 'Aisyah pun menyebutnya sebagai orang yang banyak jasa dan kebaikannya. Ia wafat pada masa Kekholifahan Umar bin Khoththob ra.

3. Aisyah binti Abu Bakar Ash-shiddiq, (Mekah 614 - Madinah 678) putri Abu Bakar Ash-shiddiq. Ialah satu-satunya wanita yang masih gadis ketika dinikahi oleh Nabi saw. Sebelum menjadi istri Rosulullah saw., ia pernah dilamar oleh al-Mut'im bin Adi untuk dijodohkan dengan anaknya bernama Jubair yang saat itu masih kafir. Tentu saja Abu Bakar Ash-Shiddiq ra. menolaknya.

Khoulah binti Hakim juga yang mengusulkan agar Nabi Muhammad saw. berkenan menikahi Aisyah. Sebab kala itu ia masih melihat kesedihan beliau karena wafatnya Khodijah ra. Jadi pertimbangannya supaya terbangun suasana baru dalam rumah tangga beliau. Selain itu untuk memberikan perlindungan kepada Aisyah. Rosulullah saw. menerima usul tersebut, dan Abu Bakar ra. menyetujuinya. Dengan pernikahan tersebut, maka Aisyah pun menjadi ummul mukminin.

Aisyah ra. terkenal cerdas, dan kuat ingatannya. Maka tidaklah mengherankan jika banyak sahabat yang menanyakan hukum-hukum Islam kepadanya. Sedemikian luas dan mendalam pengetahuan agamanya serta begitu hebat hafalan Aisyah, hingga Nabi Muhammad saw pernah bersabda, "Ambillah sebagian dari agamamu dari si wanita merah (panggilan sayang Nabi bagi Aisyah)."Ia mendapat julukan wanita merah, karena kulitnya kemerah-merahan.

'Aisyah tidak hanya menjadi guru agama bagi kaum wanita, melainkan juga bagi para sahabat. Hal ini dikuatkan dengan pengakuan sebagian sahabat, antara lain dikemukakan oleh Abu Musa ra. "Apabila kami, para sahabat mengalami kesulitan untuk memecahkan suatu masalah, maka kami menanyakannya kepada 'Aisyah."

Bukan itu saja, 'Aisyah juga terkenal sangat dermawan. Diceritakan bahwa ia pernah mendapatkan uang sebesar 100.000 dirham. Lalu ia menyuruh pembantunya membagi-bagikan uang tersebut, hingga tak tersisa satu dirham pun. Padahal kala itu ia tidak ada persediaan yang layak untuk sekadar berbuka puasa.
Sedemikian sayang Nabi Muhammad saw. kepada 'Aisyah, hingga para istri nabi yang lain cemburu kepadanya. Menanggapi hal ini, Nabi saw. bersabda, "Jangan ganggu aku mengenai 'Aisyah, karena demi Allah tidaklah turun wahyu kepadaku dalam selimut seorang wanita di antara kalian, melainkan ketika aku bersama dia."

4. Hafshoh binti 'Umar ra.

Ia seorang janda dari Khunais bin Hudzafah bin Qois bin 'Adiy as-Sahmiy al-Qurosyiy, seorang yang turut hijrah ke Habasyah (Ethiopia), dan berjasa dalam Perang Uhud.

Setelah Hafshoh menjanda, Umar ra. sering duduk menyendiri dirundung sedih melihat nasib putrinya yang baru berusia delapan belas tahun. Lalu terpikir olehnya untuk menjodohkannya dengan temannya sendiri dan sahabat utama, yaitu Abu Bakar ra. Baginya perbedaan usia yang jauh antara Hafshoh dan Abu Bakar bukanlah masalah, karena bukan suatu hal yang aneh dalam masyarakat Arab kala itu. Tetapi beberapa kali usaha Umar mengarahkan pembicaraan agar Abu Bakar mau memperistri Hafshoh, tidak mendapat tanggapan. Akhirnya ia menawarkan putrinya kepada Utsman bin Affan ra. yang belum lama menduda, namun akhirnya mendapat jawaban, "Untuk saat ini saya belum ingin beristri."

Habislah kesabaran Umar ra. Lalu ia mengadukan kekecewaannya atas penolakan kedua sahabat itu kepada Nabi Muhammad saw. Menanggapi hal itu, beliau bersabda, "Hafshoh akan mempunyai suami yang lebih baik daripada Abu Bakar, dan Utsman akan mempunyai istri yang lebih baik daripada Hafshoh." Jawaban Nabi saw. itu semakin membuat bingung Umar ra. Dalam hati ia bertanya-tanya, "Adakah seorang pria yang lebih baik dari Abu Bakar dan Utsman?" Akhirnya ia bisa menebak, bahwa pria yang lebih baik dari keduanya tidak lain adalah Nabi Muhammad saw. sendiri. Maka bergembiralah dia.

Beberapa waktu kemudian, dilangsungkanlah pernikahan Nabi Muhammad Rosulullah saw. dengan Hafshoh binti Umar. Beliau menikahinya karena dua alasan. Pertama, karena rasa tanggung jawab untuk melindungi dan menghiburnya setelah kehilangan suami yang telah syahid ketika membela agama Allah SWT. Kedua karena kecintaan beliau kepada Umar ra., ayah Hafshoh.

Suatu hari karena masalah akibat kecemburuan Hafshoh kepada Aisyah, Umar ra. menasehatinya, "Wahai anakku, janganlah engkau iri hati kepada wanita yang bangga karena kecantikannya dan karena kecintaan Rosulullah saw. kepadanya Demi Allah engkau tentu tahu bahwa Rosulullah tidak mencintaimu, dan kalau bukan karena aku tentu engkau sudah dicerai." Umar ra juga pernah berkata kepada Hafshoh, "Wahai anakku, sadarilah apa arti dirimu disebandingkan dengan 'Aisyah, dan apalah arti ayahmu dibandingkan dengan Abu Bakar?"

Hafshoh adalah ummul mukminin yang turut berjasa menyimpan mushof Al-Qur'an yang dihimpun dan dititipkan kepadanya oleh Kholifah Abu Bakar ra. Hafshoh juga telah meriwayatkan beberapa hadits.

5. Zainab binti Khuzaimah bin Al-Harits bin Abdullah bin Amr bin Abdi Manaf bin Hilal bin 'Amir bin Sho'sho'ah.

Suami Zainab yang pertama bernama Thufail bin Al-Harits. Setelah diceraikan, dia dinikahi oleh iparnya bernama Ubaidah bin Harits bin Abdul Mutholib. Suami keduanya itu syahid dalam Perang Badar. Lalu Rosulullah saw. menikahinya pada bulan Romadhon tahun ke-4 Hijriyah (sumber lain menyatakan tahun ke-3).

Sedikit sekali sumber yang mengungkapkan kehidupan Zainab binti Khuzaimah selama menjadi istri Muhammad Rosulullah saw. Barangkali karena singkatnya usia pernikahan tersebut. Konon dia mendampingi Nabi saw. hanya selama tiga bulan, kemudian wafat akibat penyakit yang dideritanya. Sumber lain menyatakan pernikahan ketiganya itu berlangsung selama delapan bulan. Tetapi dalam satu hal para ulama sepakat, bahwa Zainab binti Khuzaimah mendapat gelar Ummul Masakin (ibu orang-orang miskin) karena kasih sayangnya kepada orang-orang miskin.

6. Ummu Salamah (Hindun binti Abi Umayyah bin Mughiroh bin Abdullah bin Amr bin Mahzum).

Ia dan suaminya, Abdullah bin Asad bin Mughiroh (kemudian terkenal dengan sebutan Abu Salamah), termasuk suami istri yang pertama-tama masuk Islam (as-Sabiqun al-awwalun). Mereka berdua turut hijrah ke Habasyah (Ethiopia), dan melahirkan buah cinta yang pertama, bayi lelaki yang diberi nama Salamah (artinya: Selamat). Mereka pun turut serta hijrah ke Madinah. Di sana mereka dikarunia tiga anak lagi, ialah Umar, Ruqoyyah, dan Zainab.

Dalam Perang Uhud, Abu Salamah menderita cukup parah, dan beberapa waktu kemudian beliau wafat. Setelah mengucap istirja' Ummu Salamah berdoa, "Ya Allah berilah balasan kebaikan untukku dalam musibahku ini, dan gantilah bagiku dalam musibah ini, sesuatu yang lebih baik darinya."

Hidup menjanda dengan empat orang anak, tentu tidaklah mudah. Tetapi ketika Nabi Muhammad saw melamarnya, Ummu Salamah tidak menerimanya begitu sana. Dengan jujur dia berkata: "Aku wanita tua yang sudah tidak pantas dinikahi, dan tidak mungkin bisa punya anak. Selain itu aku orang miskin yang punya tanggungan (menafkahi anak-anak), dan wanita yang sangat pencemburu." Mendengar pengakuannya, Nabi Muhammad Rosulullah saw. bersabda, "Aku lebih tua darimu. Masalah nafkah kita serahkan kepada Allah SWT. Tentang kecemburuanmu, aku berdoa kepada Allah agar dihilangkan darimu."
Jelaslah, bahwa perkawinan Nabi hanyalah untuk melindungi para janda dan memperkuat barisan wanita Islam.

7. Zainab binti Jahsyin bin Ri'ah bin Ja'mur bin Sabroh bin Murroh.

Nabi Muhammad Rosulullah saw. menikahi Zainab setelah ia diceraikan oleh Zaid bin Haritsah. Mereka bercerai karena kehidupan rumah tangga yang semakin lama semakin memburuk. Zainab memang keturunan orang-orang kaya dan terhormat, sedangkan Zaid adalah seorang hamba sahaya yang kemudian diangkat anak oleh Nabi sehingga mendapat julukan Zaid bin Muhammad.

Setelah menjadi Ummul Mukminin, kadang Zainab membanggakan diri kepada para madunya bahwa dia dan Rosulullah saw. dijodohkan oleh Allah SWT. Yakni dengan turunnya firman Allah, "Maka setelah Zaid mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikan Zainab), Kami nikahkan engkau dengan dia, agar tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (menikahi) istri-istri anak angkat mereka, apabila anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya terhadap istrinya. Dan ketetapan Allah itu pasti terjadi." (33/ Al-Ahzab: 37) Tentu saja pernikahan itu dilangsungkan setelah habis masa iddah Zainab.

Ketika Rosulullah saw. menikahi Zainab, orang-orang munafik di Madinah mengejek beliau, "Bagaimana mungkin orang itu menikahi janda anaknya sendiri?" Lalu turunlah firman Allah SWT, "Muhammad itu bukanlah bapak dari seseorang di antara kamu, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS. 33/Al-Ahzab: 40)

Ayat ini menegaskan bahwa Nabi Muhammad saw. bukan ayah dari salah seorang sahabat, dan anak angkat bukanlah anakkandung. Karena itu janda Zaid (yaitu Zainab) dapat dinikahi oleh Rosulullah saw. yang menjadi bapak angkat Zaid.

Sebagai ummul mukminin, Zainab benar-benar seorang wanita takwa, dan patut dibanggakan. 'Aisyah ra., istri Rosulullah saw. yang lain menuturkan, "Aku tidak pernah melihat seorang wanita yang keyakinan agamanya lebih baik dari Zainab. Begitu pula ketakwaannya kepada Allah, kesungguhan kata-katanya, dan keeratan hubungan persaudaraannya, serta banyaknya bersedekah."

8. Juwairiyah binti Harits bin Abi Dhiror, seorang janda Musafi' bin Shofwan yang gugur dalam Perang Al-Muraisi pada tahun ke-6H. Semula dia salah seorang pemimpin Kabilah Bani Mustaliq yang termasuk cukup keras dalam memusuhi kaum muslim. Bahkan Harits bin Dhiror, sebagai pemimpin kaumnya pernah berencana membunuh Nabi, namun gagal.

Pada tahun 6 H Bani Mustaliq menyerang kaum muslimin, tetapi akhirnya dapat dikalahkan. Sebanyak seratus orang dari mereka menjadi tawanan perang, termasuk di antaranya Juwariyah yang menjadi tawanan Qois bin Sabit. Sebagai tawanan ia akan dibebaskan jika dapat membayar uang tebusan. Karena ia gagal mengusahakan uang tebusan, maka menghadaplah ia kepada Nabi Muhammad Rosulullah saw. dan mengadukan nasibnya.

"Apakah engkau menginginkan supaya aku membayar tebusan untuk kebebasanmu kemudian aku menikahimu?" Tanya Rosulullah saw. Juwairiyah mengiyakan, dan beliau pun menikahinya untuk melunakkan hati kaumnya kepada Islam. Tepatlah keputusan Nabi saw. menikahinya. Sebab setelah Juwariyah menjadi ummul mukminin, semua orang mukmim membebaskan seluruh tawanan dari Bani Mustaliq. Dan sejak itu terciptalah hubungan baik antara Bani Mustaliq dan kaum muslimin di Madinah.

Juwairiyah adalah nama pemberian Nabi Muhammad Rosulullah saw., nama aslinya adalah Barroh. Dia membawa berkah bagi kaumnya. Selain karena membebaskan mereka sebagai tawanan, juga menjadi pintu hidayah kaumnya untuk memeluk Islam. Wafat dalam usia 65 tahun, tepatnya pada tahun 56 H.

9. Shofiah binti Huyai bin Akhthob. Dia adalah anak seorang pemimpin Yahudi Bani Quroizah, Huyai bin Akhthob. Dia juga keturunan dari Harun bin Imron, saudara Nabi Musa as.

Sebelum menjadi ummul mukminin, Shofiah pernah menikah dua kali. Pertama, dia menikah dengan Salam bin Musykam. Setelah diceraikan, dia menikah dengan Kinanah bin Rubai, pemilik benteng Yahudi "Qumus" yang terkenal amat kuat. Suami Shofiah gugur dalam Perang Khoibar ketika melawan kaum Muslim. Kekalahan Bani Quroizah dari Pasukan Muslimin, maka kemuliaan dan kekuasaan Shofiyah berakhir. Karena dia pun menjadi salah seorang tawanan perang kaum muslimin.

Nabi Muhammad Rosulullah saw. mengetahui keadaan Shofiyah yang terpukul dan menderita. Maka Shofiah yang semula termasuk tawanan perang milik Dihyah Al-Kalbi, lalu Rosulullah saw. memberikan tawanan lain kepada Dihyah sebagai gantinya. Lalu beliau menawarkan kepadanya untuk memilih antara masuk Islam dan beliau nikahi atau tetap beragama Yahudi dan dibebaskan. Shofiah memilih masuk Islam dan menjadi istri beliau. Setelah menjadi ummul mukminin terangkatlah kembali martabatnya, dan orang-orang musyrik Khoibar masuk Islam.

Suatu ketika Nabi saw. bersabda kepadanya, "Ayahmu seorang Yahudi yang paling keras memusuhiku, hingga Allah membinasakannya." Shofiah menjawab, "Ya Rosulullah, sungguh Allah berfirman dalam Kitab-Nya, bahwa seseorang tidak menanggung dosa orang lain."

Pada waktu yang lain Nabi saw. pernah mendapati Shofiah sedang menangis, maka bertanyalah beliau tentang penyebab kesedihannya. Shofiah pun mengadu, "Aku mendengar Aisyah dan Hafshoh mengatakan bahwa mereka berdua lebih baik dari aku." Dengan lembut dan penuh rasa kasih Nabi Muhammad Rosulullah saw. bersabda, "Kenapa tidak engkau tanyakan, bagaimana mereka bisa lebih baik darimu? (Seharusnya) Katakanlah Ayahku Harun, pamanku Musa, dan suamiku Muhammad saw."

10. Ummu Habibah (Romlah binti Abu Sufyan), seorang janda dariUbaidillah bin Yahsyi al-Asadi, anak paman Rosulullah saw.

Setelah masuk Islam, Ummu Habibah dan suaminya turut berhijrah ke Habasyah. Dalam perjalanan hijrah itulah ia melahirkan anak pertamanya. Hanya yang patut disayangkan, suaminya murtad lalu meninggalkannya. Meskipun kehidupannya di pengungsian sangat menderita, namun ia tetap teguh sebagai muslimah.

Begitu mengetahui penderitaan    Habibah, NabiMuhammad Rosulullah saw. menyuruh seseorang membawakan bekal hidup baginya dan menyampaikan lamaran kepadanya. Ummu Habibah menerima lamaran beliau dengan senang hati, dan kemudian menjadi ummul mukminin.

Ummu Habibah adalah istri Nabi Muhammad saw. yang mendapatkan maskawin (mahar) paling banyak. Ummu Habibah ra. menceritakan, bahwa dulu ia menjadi istri Ubaidillah ibnu Jahsy. Suaminya itu meninggal dunia di negeri Habsyah. Lalu Raja Najasyi menikahkannya dengan Nabi saw. dan membayarkan maskawinnya sebesar empat ribu dirham. Raja Najasyi mengirimkan Ummu Habibah kepada Nabi saw. dengan dikawal oleh Syurohbil ibnu Hasanah. (HR. Abu Dawud, Nasai, dan Ahmad)

Suatu hari setelah ia menjadi ummul mukminin, datanglah ayahnya Abu Sofyan mengunjunginya. Kala itu dia akan duduk di tikar Nabi Muhammad saw., namun Ummu Habibah segera menggulungnya. Seketika bertanyalah Abu Sofyan, "Anakku, aku tidak mengerti apakah engkau tidak suka aku duduk di tikar itu atau engkau benci kepadaku?" Ummu Habibah menjawab, "Ini tikar tempat Rosulullah saw., sedangkan ayah seorang musyrik. Karena itu aku tidak senang ayah mendudukinya."

11. Mariyah binti Syam'un, dari Qibthi (Mesir).

Pernikahan Nabi Muhammad Rosulullah saw. dengan Mariah dikaruniai seorang anak bernama Ibrohim. Hanya saja sebelum genap usia dua tahun, Ibrohim menderita sakit cukup lama dan wafat dalam sakitnya. Kematian Ibrohim membuat Mariah terpusar dalam kesedihan yang mendalam. Rasa kehilangannya itu agak terobati setelah Nabi saw. dengan lembut bersabda, "Ibrohim adalah anakku, ia meninggal ketika masih dalam usia menyusu. Di surga ia akan mendapat dua orang pengasuh yang penuh kasih sayang."

Setelah dimandikan dan dikafani, jenazah Ibrohim dimakamkan di pekuburan Baqi'. Kala itu Nabi Muhammad Rosulullah saw. sendiri yang turun ke liang lahat dan membaringkannya. Usai pemakaman Ibrohim, terjadilah gerhana matahari. Banyak orang menyatakan bahwa gerhana matahari itu terjadi karena kewafatan Ibrohim. Mendengar pembicaraan berbau takhayul seperti itu, Rosulullah saw. bersabda, "Matahari dan Bulan adalah tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana matahari atau bulan terjadi bukan karena kematian atau kelahiran seseorang." (HR. Milslim dari berbagai sumber, antara lain dari Jabir bin Abdullah ra).

Mariyah wafat pada tahun ke-16 Hijriyah. Kholifah Umar bin Khoththob ra. memerintahkan kaum muslimin mengurus jenazahnya dan menguburkannya di Pemakaman Baqi sebagaimana ummul mukmini yang lain.

12. Maimunah binti Harits Al-Hilaliyah, (w. Madinah 61 H/681 M), istri terakhir Nabi, seorang janda dari Aba Rohim bin Abdi 'I-'Izzi.

Pada saat penaklukan kota Mekah (Fath Makkah,) semua orang bergembira karena tidak terjadi pertumpahan darah sebagaimana yang mereka khawatirkan. Pada saat itulah, Maimunah, yang sudah menjanda meminta tolong iparnya bernama Abbas agar menyampaikan keinginannya menyerahkan diri kepada Rosulullah saw. untuk menjadi istri beliau.

Nabi Muhammad Rosulullah saw. menikahi Maimunah sebagai penghormatan bagi keluarganya yang telah saling tolong-menolong dengannya. Pernikahan tersebut juga Rosulullah saw maksudkan untuk memupus rasa malu Maimunah yang telah mengumumkan secara terbuka ingin menjadi istri beliau.

Dari data wanita-wanita yang dinikahi oleh Nabi Muhammad Rosulullah saw., jelaslah bahwa tujuan beliau beristri lebih dari satu adalah untuk pengajaran, pensyari'atan, dan memperkuat barisan wanita Islam. Dengan demikian jika ada yang menuduh, bahwa Nabi Muhammad menikahi dua belas wanita untuk menyalurkan syahwatnya, itu adalah fitnah paling keji.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Contoh Dakwah Islam - Artikel Populer