Penjelasan ke-1, jika mempunyai harta berupa tabungan atau uang, maka sebaiknya diqiyas dengan perak atau emas. Hal tersebut disebabkan status perak dan emas adalah mata uang pada masa lalu. Maka harta berupa uang bisa disamakan qiyasnya dengan perak atau emas. Walaupun demikian perak dan emas mempunyai perhitungan zakat yang tidak sama, dan dilarang untuk di gabung. Maka seandainya seseorang mempunyai emas 80 gram, kurang 5 gram belum masuk hisab dan jika mempunyai perak sebesar 590 gram, walaupun kurang 5 gram juga belum masuk hisabnya, Orang tersebut tidak perlu menggabungkan perak dan emasnya, sehingga tidak perlu berzakat
An-Nawawi berkata,
لا يضم الذهب إلى الفضة , ولا هي إليه في إتمام النصاب بلا خلاف ـ في المذهب ـ ، كما لا يضم التمر إلى الزبيب..
"Tidak boleh menggabungkan emas dengan perak untuk menggenapkan nilai nishab, tanpa ada perselisihan – dalam madzhab syafii -, sebagaimana kurma tidak dicampur dengan zabib (untuk mengejar nishab)." (al-Majmu', 5:504).
Penjelasan ke-2 tidak ada keseimbangan dalam nilai
Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, dalam sebuat redaksi berkata,
... فإِذا كانت لك مائتا درهم، وحال عليها الحول؛ فعليها خمسة دراهم، وليس على شيء -يعني في الذهب- حتى يكون لك عشرون ديناراً، فإِذا كان لك عشرون ديناراً وحال عليها الحول؛ ففيها نصف دينار
Jika kamu memiliki 200 dirham, dan sudah disimpan selama satu tahun maka wajib dizakati 5 dirham. Dan tidak ada kewajiban zakat emas, sampai kamu memiliki 20 dinar. Jika kamu punya 20 dinar dan telah disimpan selama setahun maka kewajiban zakatnya 1/2 dinar. (HR. Abu Daud 1391 dan dishahihkan al-Albani).
Dari penjelasan hadist diatas dijelaskan bahwa dirham dan dinar adalah mata uang pada masa lalu. Dijelaskan hadis tersebut nishab perak 200 dirham adalah 595 gram perak, sedangkan nishab emas untuk 20 dinar adalah 85 gram emas.
Pada jaman nabi nilai perak dan emas cenderung seimbang dan stabil. Sehingga emas dan perak dijadikan acuan sebagai alat transaksi dan perdagangan. Perak sejumlah 10 dirham senilai dengan emas 1 dinar. Jadi pada masa silam tersebut 85 gram emas bernilai sama dengan 595 gram nilai perak.
Dalam perjalanan dari waktu ke waktu, stardar harga yang dipilih adalah emas dari pada stadar perak. Karena manusia lebih membutuhkan emas dari pada perak. Akibatnya nilai perak menjadi turun sehingga tidak seimbang dengan nilai emas. Sehingga pada akhirnya stadar perak tidak bisa menjadi suatu acuan dan Cuma menjadi komoditas yang biasa saja. Kalau dilihat pada masa sekarang (Februari 2013), nishab emas bernilai Rp46.000.00 dan nishab perak bernilai Rp4.800.000. Woow nilai yang cenderung sangat terpaut jauh sekali
Penjelasan ke-3 Beberapa ulama dalam masalah nishab zakat terjadi perbedaan pendapat. Ada yang mengikuti nishab perak dan ada juga yang mengikuti nishab emas.
Ulama yang berpendapat nishab harta, cenderung mengikuti nilai nishab yang lebih rendah. Fakir-miskin menjadi titik berat pendapat tersebut dilihat dari semi manfaatnya. Karena dengan menggunakan nishab yang mempunyai nilai rendah, dapat membawa manfaat yang banyak bagi penerima zakat.
Kalau ditinjau dari pendapat mayoritas ulama-ulama kontemporer, menurut pendapat Dr.Khalid Al-Muslih dalam keterangannya pada saat program acara 'yas-alunak' melalui channel yang disiarkan televise : Ar-risalah. Lajnah Daimah memilih pendapat ini sebagai referensi fatwanya, sebagai berikut,
مقدار نصاب الزكاة في الدولار وغيره من العملات الورقية هو ما يعادل قيمته عشرين مثقالًا من الذهب أو مائة وأربعين مثقالًا من الفضة في الوقت الذي وجبت عليك فيه الزكاة في الدولارات ونحوها من العملات، ويكون ذلك بالأحض للفقراء من أحد النصابين، وذلك نظرًا إلى اختلاف سعرها باختلاف الأوقات والبلاد
Ukuran nishab zakat untuk dolar atau mata uang yang lainnya senilai dengan 20 mitsqal emas (85 gr) atau 40 mitsqal perak (595 gr) di waktu ketika anda wajib mengeluarkan zakat, dalam bentuk dolar atau mata uang lainnya. Dan dalam hal ini, nishab yang dipilih adalah yang paling menguntungkan bagi orang miskin. Itu dilakukan dengan menimbang perbedaan harganya, menurut perbedaan waktu dan tempat. (Fatawa Lajnah Daimah, no. 1728).
Jika kita memperhatikan pertimbangan nishab antara emas dan perak untuk perhitungan zakat bila di uangkan, maka nishab perak lebih banyak manfaatnya yang didapatkan atau diperoleh fakir miskin. Nishab perak sebagai acuan didapat nilai kurang dari 5 juta, sehingga efeknya akan semakin banyak para wajib zakat yang akan mengeluarkan dan semakin besar zakat yang harus mereka keluarkan. Karena apa, seseorang yang mempunyai tabungan sejumlah 5 juta sedangkan telah disimpan dalam masa haul/setahun, orang tersebut wajib membayar zakat.
Selain pendapat tersebut di atas, ada pendapat lain nishab zakat harta memilih nishab emas.
Dasar pendapat ini adalah,
1. Untuk invetasi jarang memilih perak kerena perak cenderung turun. Jika dibandingkan emas, emas mempunyai kebalikan dari segi nilai invetasi yang sangat digemari kebanyakan orang terutama pada jaman sekarang.
2. Sebagai standar harga Emas masih bisa bertahan. Sebaliknya perak tidak lagi menjadi standar harga. Jadi dapat disimpulkan bahwa emas masih bisa bersifat sebagai mata uang pada saat ini dibandingkan dengan perak.
3. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika mengutus Muadz radhiyallahu ‘anhu ke Yaman, beliau berpesan agar mengajarkan kewajiban zakat. Salah satu karakter zakat yang disebutkan dalam pesan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Muadz,
تُؤْخَذُ مِنْ غَنِيِّهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فَقِيرِهِمْ
Zakat itu diambil dari orang kaya mereka, untuk dikembalikan kepada orang miskin mereka.. (HR. Bukhari 7372).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa seseorang yang kaya itu mempunyai kewajiban untuk membayar zakat. Tetapi kebanyakan menurut kondisi saat ini orang yang mempunyai uang 5 juta masih belum tergolong kalangan orang kaya.
Diantara ulama yang menguatkan pendapat ini adalah Yusuf Qardhawi (fikih, 1/264) dan yang dipilih Dr. Muhammad Sulaiman al-Asyqar, guru besar fakultas Syariah di Universitas Kuwait. Dalam karyanya terkait zakat kontemporer, beliau menjelaskan,
مال في هذا العصر بعض الفقهاء في هذا العصر، إلى الرجوع إلى التقويم في عروض التجارة والنقود الورقية إلى نصاب الذهب خاصة ، ولذلك وجه بيّن ، وهو ثبات القدرة الشرائية للذهب فإن نصاب الذهب - العشرين ديناراً - كان يشترى بها في عهد النبي صلى الله عليه وسلم عشرون شاة من شياه الحجاز تقريباً وكذلك نصاب الفضة - المئتا درهم - كان يُشتَرى بها عشرون شاةً تقريباً أيضاً
Pada jaman sekarang kebanyakan ulama kembali menyetarakan stadar zakat barang dagangan atau uang kepada emas sebagai bihabnya. Dan alasan yang kuat mendasari penadapat ini stabilitas harga jual emas. Karena pada masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk membeli 20 ekor kambing menggunakan nishab 20 dinar ketika di Madinah. Sedangkan nishab perak utnuk 200 dirham hanya bisa digunakan untuk 20 ekor kambing.
Kemudian beliau melanjutkan,
أما في عصرنا الحاضر فلا تكفي قيمة مئتي درهم من الفضة إلا لشراء شاة واحدة ، بينما العشرون مثقالاً من الذهب تكفي الآن لشراء عشرين شاة من شياه الحجاز أو أقل قليلاً فهذا الثبات في قوة الذهب الشرائية تتحقق به حكمة تقدير النصاب على الوجه الأكمل ، بخلاف نصاب الفضة
Adapun di zaman kita saat ini, 200 dirham perak tidak cukup selain untuk membeli seekor kambing. Sementara 20 dinar emas, masih cukup untuk membeli 20 ekor kambing di Madinah atau kurang sedikit. Nilai yang konstan untuk harga jual emas ini, sesuai tujuan penetapan nishab zakat dalam posisi yang lebih sempurna. Berbeda dengan nishab perak. (Abhats Fiqhiyyah fi Qadhaya zakat Mu’ashirah: 1/30)
Allahu a'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar