Tidak pantas jika kenikmatan bermunajat kepada Allah
Swt ini di nilai hal yang sulit di nalar dan di terima.Sebab kenikmatan ini
telah terbukti secara rasional dan berdasar pada dalil naql.
Bukti
secara rasional, coba kau renungkan / lihat bagaimana keadaan orang yang sedang
mencintai seseorang karena kecantikannya, atau mencintai raja karena kebaikan
dan hartanya, maka kenapa dia merasa betah berdua dan bermunajat dengan
kekasihnya hingga lupa tidur sepanjang malam?.
Jika
kau berkata,“sesungguhnya orang yang
cantik itu enak di pandang karena memang kelihatan, sedangkan Allah Swt tidak
bisa terlihat, maka bagaimana bisa nikmat?.” Maka ketahuilah seandainya
kekasihnya yang cantik itu berada di balik tirai atau di rumah yang gelap
gulita, niscaya dia akan merasa senang dengan hanya berada di dekatnya,
walaupun tidak bisa melihatnya dan dia sudah tidak menginginkan hal yang
lain.Dia akan merasa puas dan senang dengan menampakan dan mengungkapkan rasa
cinta di tempat yang bisa terdengar oleh kekasihnya, walaupun hal itu
sebenarnya sudah sangat maklum bagi orang yang dicintainya.
Jika
kau berkata,“orang yang sedang jatuh
cinta pada orang lain kan bisa menanti jawaban dari kekasihnya, sehingga merasa
senang dan nikmat dengan mendengar jawabannya, sedangkan jawaban / kalamnya
Allah Swt kan tidak bisa di dengarnya?.”
Maka ketahuilah seandainya
memang dia mengetahui bahwa Allah Swt tidak menjawab dan diam saja, maka dia
tetap akan merasa puas dan senang karena sudah mencurahkan dan menyampaikan
keinginan dan hajatnya kepada Allah Swt. Sebab dia yaqin, bahwa
setiap apa yang terlintas dalam hatinya saat melakukan munajat pasti di dengar
oleh Allah Swt, sehingga dia sudah merasa senang dengan semua itu. Seperti
orang yang berduaan dengan seorang raja yang di cintainya, dengan
mencurahkan dan menyampaikan segala hajatnya pada raja tersebut di tengah malam, maka dia
akan merasa senang dengan tinggal menanti dan mengharap kebaikan dari raja
tersebut. Padahal pengharapan pada Allah Swt itu lebih bisa di percaya, dan
sesuatu di sisi-Nya lebih kekal serta lebih bermanfaat dari apapun
yang ada di sisi selain-Nya. Maka bagaimana bisa dia tidak
merasa senang dan puas telah mencurahkan dan menyampaikan segala hajatnya saat
berdua dengan Allah Swt.
Sedangkan
dalil naql yang membuktikan
kenikmatan munajat adalah keadaan-keadaan orang-orang yang selalu melakukan qiyam al lail, yang merasakan kenikmatan
ibadah di malam hari. Mereka merasa bahwa malam-malam yang di lewatinya
begitu sebentar dan cepat, sebagaimana seorang pecinta
yang bertemu kekasihnya di malam hari. sehingga ada yang bertanya
pada salah satu diantara mereka, “bagaimanakah keadaanmu dengan malam hari ?.” Dia menjawab, “aku tidak pernah memperhatikan malam sama sekali, aku lihat
permulaannya namun kemudian sudah berakhir tidak terasa sama sekali! .”
Imam ‘Ali bin Bikar
berkata, “selama empat puluh tahun tidak ada sesuatu yang
membuatku sedih selain terbitnya fajar!.”
Imam Al Fudlail bin Iyadl berkata,“ketika matahari terbenam, maka aku
merasa senang karena aku akan berdua dengan Tuhanku. Dan
ketika matahari terbit, maka aku merasa sedih karena
banyak orang yang akan menemuiku!.”
Imam Abu Sulaiman berkata, “orang-orang yang ahli bangun malam maka mereka akan merasakan kesenangan di waktu malam, melebihi rasa
senang ahli lahwi
(foya-foya) saat mereka foya-foya. Seandainya tidak ada malam har,i niscaya
mereka tidak ingin lagi berada di dunia ini! .”
Sebagian ulama’ berkata, “di dunia ini tidak ada waktu yang menyamai
kenikmatan ahli sorga selain apa yang di rasakan orang-orang yang mencintai
Allah di dalam hati mereka, yaitu manisnya kenikmatan
munajat kepada-Nya.”
Sebagian ulama’ berkata, “kenikmatan munajat bukanlah termasuk dari
kenikmatan duniaw,i akan tetapi kenikmatan dari
sorga yang di tampakkan oleh Allah Swt kepada para kekasih-Nya, dan tidak
akan bisa di rasakan oleh selain mereka.”
Imam Ibn Al Munkadir berkata, “tidak ada yang tersisa dari kenikmatan dunia ini
selain tiga hal, yaitu qiyamul lail, bertemu dengan teman-teman dan sholat
berjamaah.”
Sebagian ulama’ di tanya, “bagaimanakah menurutmu malam hari itu ?.” Beliau menjawab, “ malam hari adalah waktu yang mana aku berada di
antara dua keadaan saat itu, yaitu aku merasa gembira saat petang datang dan
aku merasa sedih saat fajar terbit. Kegembiraanku sama sekali belum sempurna
saat terbitnya fajar ”.
(Sumber : BEKAL DAKWAH AL-GHOZALI jilid 1)
Baca juga artikel kami lainnya : Ciri Orang Munafik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar