Jinayat
yang menjadi bentuk jama’ dari lafadz “jinayah” mencakup pada bentuk
membunuh, memotong anggota badan atau
melukai.
|
جَمْعُ جِنَايَةٍ أَعَمُّ مِنْ أَنْ تَكُوْنَ قَتْلًا أَوْ قَطْعًا أَوْ جُرْحًا
|
Macam-Macam
Pembunuhan
Pembunuhan
ada tiga macam, tidak ada yang ke empat.
|
(الْقَتْلُ عَلَى ثَلَاثَةِ أَضْرُبٍ)
لَا رَابِعَ لَهَا
|
-pertama-
pembunuhan ‘amdun mahdun (murni
sengaja). Lafadz ‘amdun adalah
bentuk masdar dari fi’il madli “’amida” satu wazan dengan lafadz “dlaraba”, dan maknanya adalah sengaja.
|
(عَمْدٌ مَحْضٌ) وَهُوَ مَصْدَرُ
عَمَدَ بِوَزْنِ ضَرَبَ وَمَعْنَاهُ الْقَصْدُ
|
-kedua
dan ketiga- khatha’ mahdlun (murni
tidak sengaja), dan ‘amdun khatha’
(sengaja namun salah).
|
(خَطَأٌ مَحْضٌ وَعَمْدٌ خَطَأٌ)
|
Mushannif
menjelaskan tafsiran al ‘amdu di dalam perkataan beliau,
|
وَذَكَرَ
الْمُصَنِّفُ تَفْسِيْرَ الْعَمْدِ فِيْ قَوْلِهِ
|
‘Amdun
Mahdlun
Al ‘amdu al mahdu adalah
pelaku sengaja memukul korban dengan menggunakan sesuatu yang biasanya bisa
membunuh.
|
(فَالْعَمْدُ الْمَحْضُ هُوَ أَنْ
يَعْمِدَ) الْجَانِيْ (إِلَى ضَرْبِهِ) أَيِ الشَّخْصِ (بِمَا) أَيْ بِشَيْئٍ (يَقْتُلُ
غَالِبًا)
|
Dalam
sebagian redaksi menggunakan bahasa, “di dalam kebiasaannya.”
|
وَفِيْ بَعْضِ
النُّسَحِ فِيْ الْغَالِبِ
|
Dan
pelaku sengaja untuk membunuh korban dengan sesuatu tersebut.
|
(وَيَقْصِدَ) الْجَانِيْ (قَتْلَهُ)
أَيِ الشَّخْصِ (بِذَلِكَ) الشَّيْئِ
|
Dan
ketika demikian, maka sang pelaku wajib di-qishash.
|
وَحِيْنَئِذٍ
(فَيَجِبُ الْقَوَدُ) أَيِ الْقِصَاصُ (عَلَيْهِ) أَيِ الشَّخْصِ الْجَانِيْ
|
Penjelasan
mushannif bahwa harus mempertimbangkan kesengajaan untuk membunuh adalah
pendapat yang lemah. Sedangkan pendapat yang kuat adalah tidak perlu ada
kesengajaan untuk membunuh.
|
وَمَا ذَكَرَهُ
الْمُصَنِّفُ مِنِ اعْتِبَارِ قَصْدِ الْقَتْلِ ضَعِيْفٌ وَالرَّاجِحُ خِلَافُهُ
|
Penetapan
qishash disyaratkan bahwa orang
yang terbunuh atau terpotong anggota badannya harus islam atau memiliki
ikatan aman.
|
وَيُشْتَرَطُ
لِوُجُوْبِ الْقِصَاصِ فِيْ نَفْسِ الْقَتِيْلِ أَوْ قَطْعِ أَطْرَافِهِ إِسْلَامٌ
أَوْ أَمَانٌ
|
Sehingga
untuk kafir harbi dan orang murtad, maka tidak ada kewajiban qishash ketika dibunuh oleh orang
islam.
|
فَيُهَدَّرُ
الْحَرْبِيُّ وَالْمُرْتَدُّ فِيْ حَقِّ الْمُسْلِمِ
|
Kemudian,
jika korban memaafkan pelaku di dalam kasus ‘amdun mahdlun, maka pembunuh wajib membayar diyat mughaladhah (yang
diberatkan) dengan seketika dan diambilkan dari harta si pembunuh.
|
(فَإِنْ عَفَا عَنْهُ) أَيْ عَفَا
الْمَجْنِيُّ عَلَيْهِ عَنِ الْجَانِيْ فِيْ صُوْرَةِ الْعَمْدِ الْمَحْضِ (وَجَبَتْ)
عَلَى الْقَاتِلِ (دِيَّةٌ مُغَلَّظَةٌ حَالَةً فِيْ مَالِ الْقَاتِلِ)
|
Mushannif
akan menyebutkan tentang penjelasan taghlidh
diyat tersebut,
|
وَسَيَذْكُرُ
الْمُصَنِّفُ بَيَانَ تَغْلِيْظِهَا
|
Khatha’ Mahdlun
Khatha’ mahdlun adalah
seseorang melempar sesuatu seperti binatang buruan, namun kemudian mengenai
seorang laki-laki hingga menyebabkan meninggal dunia.
|
(وَالْخَطَاءُ الْمَحْضُ أَنْ يَرْمِيَ
إِلَى شَيْئٍ) كَصَيْدٍ (فَيُصِيْبُ رَجُلًا فَيَقْتُلُهُ
|
Maka
tidak ada kewajiban qishash bagi
orang yang melempar, akan tetapi ia wajib membayar diyat mukhaffafah (yang diringankan) yang dibebankan kepada ahli
waris ashabah si pelaku dengan cara ditempo selama tiga tahun. Dan mushannif
akan menyebutkan penjelasannya,
|
فَلَا قَوَدَ
عَلَيْهِ) أَيِ الرَّامِيْ (بَلْ يَجِبُ عَلَيْهِ دِيَّةٌ مُخَفَّفَةٌ) وَسَيَذْكُرُ
الْمُصَنِّفُ بَيَانَ تَخْفِيْفِهَا (عَلَى الْعَاقِلَةِ مُؤَجَّلَةٌ) عَلَيْهِمْ
(فِيْ ثَلَاثِ سِنِيْنَ)
|
Setiap
satu tahun dari masa itu diambil kira-kira sepertiga dari seluruh diyat.
|
يُؤْخَذُ
آخِرَ كُلِّ سَنَةٍ مِنْهَا قَدْرُ ثُلُثِ دِيَّةٍ كَامِلَةٍ
|
Bagi
waris ashabah yang kaya dan memiliki emas, maka setiap akhir tahun wajib
membayar setengah dinar. Dan bagi yang memiliki perak wajib membayar enam
dirham sebagaimana yang telah jelaskan oleh imam al mutawalli dan yang lain.
|
وَ عَلَى
الْغَنِيِّ مِنَ الْعَاقِلَةِ مِنْ أَصْحَابِ الذَّهَبِ آخِرَ كُلِّ سَنَةٍ نِصْفُ
دِيْنَارٍ وَمِنْ أَصْحَابِ الْفِضَّةِ سِتَّةُ دَرَاهِمَ كَمَا قَالَهُ الْمُتَوَلِّيُّ
وَغَيْرُهُ
|
Yang
dikehendaki dengan al ‘aqilah adalah
ahli waris ashabah si pelaku, bukan orang tua atau anak-anaknya.
|
وَالْمُرَادُ
بِالْعَاقِلَةِ عَصَبَةُ الْجَانِيْ لَا أَصْلُهُ وَفَرْعُهُ .
|
‘Amdul
Khatha’
‘Amdul Khatha’ adalah
pelaku sengaja memukul korban dengan menggunakan sesuatu yang biasanya tidak
sampai membunuh seperti si pelaku memukul korban dengan tongkat yang ringan,
namun kemudian korban yang dipukul meninggal dunia.
|
(وَعَمْدُ الْخَطَأِ أَنْ يَقْصِدَ
ضَرْبَهُ بِمَا لَا يَقْتُلُ غَالِبًا) كَأَنْ ضَرَبَهُ بَعَصًا خَفِيْفَةً (فَيَمُوْتُ)
الْمَضْرُوْبُ
|
Maka
tidak ada kewajiban had atas si pelaku, akan tetapi wajib membayar diyat mughalladhah (diberatkan) yang
dibebankan kepada waris ‘aqilah si
pelaku dengan cara ditempo selama tiga tahun. Dan mushannif akan menyebutkan
penjelasan sisi berat diyat tersebut.
|
(فَلَا قَوَدَ عَلَيْهِ بَلْ تَجِبُ
دِيَّةٌ مُغَلَّظَةٌ عَلَى الْعَاقِلَةِ مُؤَجَّلَةٌ فِيْ ثَلَاثِ سِنِيْنَ) وَسَيَذْكُرُ
الْمُصَنِّفُ بَيَانَ تَغْلِيْظِهَا
|
Kemudian
mushannif beranjak menjelaskan tentang orang yang berhak mendapatkan qishash. Qishash diambil dari iqtishashul
atsar yang bermakna meneliti jejak,
karena sesugguhnya (keluarga) korban akan meneliti kasus kriminal kemudian
akan mengambil balasan sepadannya. Mushannif berkata,
|
ثُمَّ شَرَعَ
الْمُصَنِّفُ فِيْ ذِكْرِ مَنْ يَجِبُ عَلَيْهِ الْقِصَاصُ الْمَأْخُوْذُ مِنِ اقْتِصَاصِ
الْأَثَرِ أَيْ تَتَبُّعِهِ لِأَنَّ الْمَجْنِيَّ عَلَيْهِ يَتَّبَعُ الْجِنَايَةَ
فَيَأْخُذُ مِثْلَهَا فَقَالَ
|
Syarat
Kewajiban Qishah
Syarat
kewajiban qishash dalam kasus
pembunuhan ada empat.
|
(وَشَرَائِطُ وُجُوْبِ الْقِصَاصِ)
فِيْ الْقَتْلِ (أَرْبَعَةٌ)
|
Di
dalam sebagian redaksi dengan menggunakan bahasa, “(fasal) syarat-syarat
wajibnya qishash ada empat.”
|
وَفِيْ بَعْضِ
النُّسَحِ فَصْلُ وَشَرَائِطُ وُجُوْبِ الْقِصَاصِ أَرْبَعٌ
|
Pertama,
si pembunuh sudah baligh. Sehingga tidak ada kewajiban qishash atas anak kecil.
|
الْأَوَّلُ
(أَنْ يَكُوْنَ الْقَاتِلُ بَالِغًا) فَلَا قِصَاصَ عَلَى صَبِيٍّ
|
Seandainya
si pembunuh berkata, “saya saat ini
masih bocah (belum baligh)”, maka ia dibenarkan tanpa harus bersumpah.
|
وَلَوْ قَالَ
أَنَا الْآنَ صَبِيٌّ صُدِّقَ بِلَا يَمِيْنٍ
|
Kedua,
si pembunuh adalah orang yang berakal.
|
الثَّانِيْ
أَنْ يَكُوْنَ الْقَاتِلُ (عَاقِلًا)
|
Sehingga
qishash tidak boleh dilakukan pada
orang gila kecuali gilanya terputus-putus, maka dia diqishash pada waktu sembuh.
|
فَيُمْتَنَعُ
الْقِصَاصُ مِنْ مَجْنُوْنٍ إِلَّا إِنْ تَقَطَّعَ جُنُوْنُهُ فَيُقْتَصُّ مِنْهُ
زَمَنَ إِفَاقَتِهِ
|
Qishash wajib dilaksanakan pada
orang yang hilang akalny sebab meminum minumam memabukkan akibat kecorobohan
saat meminumnya.
|
وَيَجِبُ
الْقِصَاصُ عَلَى مَنْ زَالَ عَقْلُهُ بِشُرْبِ مُسْكِرٍ مُتَعَدٍّ فِيْ شُرْبِهِ
|
Maka
mengecualikan orang yang tidak ceroboh, seperti ia meminum sesuatu yang ia
kira tidak memabukkan, namun ternyata kemudian akalnya hilang, maka tidak ada
kewajiban qishash atas dirinya.
|
فَخَرَجَ
مَنْ لَمْ يَتَعَدَّ بِأَنْ شَرِبَ شَيْئًا ظَنَّهُ غَيْرَ مُسْكِرٍ فَزَالَ عَقْلُهُ
فَلَا قِصَاصَ عَلَيْهِ
|
Ketiga,
si pembunuh bukan orang tua korban yang dibunuh.
|
(وَ) الثَّالِثُ (أَنْ لَا يَكُوْنَ)
الْقَاتِلُ (وَالِدًا لِلْمَقْتُوْلِ)
|
Maka
tidak ada kewajiban qishash atas
orang tua yang membunuh anaknya sendiri, walaupun anak hingga ke bawah
(cucu).
|
فَلَا قِصَاصَ
عَلَى وَالِدٍ بِقَتْلِ وَلَدِهِ وَإِنْ سَفُلَ الْوَلَدُ
|
Ibn
Kajj berkata, “seandainya seorang hakim
memutuskan menghukum mati orang tua yang telah membunuh anaknya, maka putusan
hukum hakim tersebut batal.”
|
قَالَ ابْنُ
كَجٍّ وَلَوْ حَكَمَ حَاكِمٌ بِقَتْلِ وَالِدٍ بِوَلَدِهِ نُقِضَ حُكْمُهُ.
|
Ke
empat, korban yang terbunuh statusnya tidak sebawah status si pembunuh,
sebab kafir atau status budak.
|
(وَ) الرَّابِعُ (أَنْ لَا يَكُوْنَ
الْمَقْتُوْلُ أَنْقَصَ مِنَ الْقَاتِلِ بِكُفْرٍ أَوْ رِقٍّ)
|
Sehingga
orang muslim tidak boleh dihukum mati sebab membunuh orang kafir harbi,
dzimmi atau kafir mu’ahhad.
|
فَلَا يُقْتَلُ
مُسْلِمٌ بِكَافِرٍ حَرْبِيًّا كَانَ أَوْ ذِمِّيًا أَوْ مُعَاهَدًا
|
Orang
merdeka tidak boleh dihukum mati sebab membunuh seorang budak.
|
وَلَا يُقْتَلُ
حُرٌّ بِرَقِيْقٍ
|
Seandainya
korban yang terbunuh memiliki nilai kekurangan dibanding dengan si pembunuh
sebab tua, kecil, tinggi, atau pendek semisal, maka semua itu tidaklah
dianggap.
|
وَلَوْ كَانَ
الْمَقْتُوْلُ أَنْقَصَ مِنَ الْقَاتِلِ بِكِبَرٍ أَوْ صِغَرٍ أَوْ طُوْلٍ أَوْ قَصْرٍ
مَثَلًا فَلَا عِبْرَةَ بِذَلِكَ
|
Sekelompok
orang wajib dihukum mati sebab membunuh satu orang, jika satu orang tersebut
sepadan dengan status para pembunuhnya, dan perbuatan masing-masing dari
mereka seandainya hanya sendirian niscaya akan bisa membunuh si korban.
|
(وَتُقْتَلُ الْجَمَاعَةُ بِالْوَاحِدِ)
إِنْ كَافَأَهُمْ وَكَانَ فِعْلُ كُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمْ لَوِ انْفَرَدَ كَانَ قَاتِلًا
|
Kemudian
mushannif memberi isyarah satu bentuk kaidah
dengan perkataan beliau,
|
ثُمَّ أَشَارَ
الْمُصَنِّفُ لِقَاعِدَةٍ بِقَوْلِهِ
|
Setiap
dua orang yang bisa terlaku hukum qishash
di antara keduanya dalam kasus pembunuhan, maka hukum qishash-pun terlaku di antara keduanya dalam kasus pemotongan
anggota badan.
|
(وَكُلُّ شَخْصَيْنِ جَرَى الْقِصَاصُ
بَيْنَهُمَا فِيْ النَّفْسِ يَجْرِى بَيْنَهُمَا فِيْ الْأَطْرَافِ) الَّتِيْ لِتِلْكَ
النَّفْسِ
|
Sebagaimana
disyaratkan orang yang membunuh harus mukallaf, orang yang memotong anggota
badan juga disyaratkan harus mukkalaf.
|
فَكَمَا يُشْتَرَطُ
فِيْ الْقَاتِلِ كَوْنُهُ مُكَلَّفًا يُشْتَرَطُ فِيْ الْقَاطِعِ لِطَرَفٍ كَوْنُهُ
مُكَلَّفًا
|
Kalau
demikian, orang yang tidak dihukum mati sebab membunuh seseorang, maka tidak
berhak dihukum potong sebab memotong anggota orang tersebut.
|
وَحِيْنَئِذٍ
فَمَنْ لَا يُقْتَلُ بِشَخْصٍ لَا يُقْطَعُ بِطَرَفِهِ
|
Syarat
Hukum Potong Anggota Badan
Syarat
wajibnya qishash di dalam kasus
memotong anggota badan ada dua, setelah mempertimbangkan juga syarat-syarat
yang disebutkan di dalam qishash
pembunuhan.
|
(وَشَرَائِطُ وُجُوْبِ الْقِصَاصِ
فِيْ الْأَطْرَافِ بَعْدَ الشَّرَائِطِ الْمَذْكُوْرَةِ) فِيْ قِصَاصِ النَّفْسِ
(اثْنَانِ)
|
Salah
satunya adalah isytirak (sama) di
dalam nama khusus bagi anggota yang dipotong.
|
أَحَدُهُمَا
(الْاِشْتِرَاكُ فِيْ الْاِسْمِ الْخَاصِّ) لِلطَّرَفِ الْمَقْطُوْعِ
|
Mushannif
menjelaskan hal itu dengan perkataan beliau, “ anggota sebelah kanan dipotong
sebab anggota yang kanan juga, maksudnya anggota sebelah kanan semisal
telinga, tangan, atau kaki harus dipotong sebab memotong sebelah kanan dari
anggota-anggota badan tersebut. Dan bagian kiri dari anggota-anggota badan
itu berhak dipotong sebab memotong bagian kiri dari anggota-anggota badan
tersebut.
|
وَبَيَّنَهُ
الْمُصَنِّفُ بِقَوْلِهِ (الْيُمْنَى بِالْيُمْنَى) أَيْ تُقْطَعُ الْيُمْنَى مَثَلًا
مِنْ أُذُنٍ أَوْ يَدٍّ أَوْ رِجْلٍ بِالْيُمْنَى مِنْ ذَلِكَ (وَالْيُسْرَى) مِمَّا
ذُكِرَ (بِالْيُسْرَى) مِمَّا ذُكِرَ
|
Kalau
demikian, maka anggota sebelah kanan tidak boleh dipotong sebab telah
memotong anggota sebelah kiri, dan tidak boleh juga sebaliknya.
|
وَحِيْنَئِذٍ
فَلَا تُقْطَعُ يُمْنَى بِيُسْرَى وَلَا عَكْسُهُ.
|
Yang
kedua, salah satu dari dua anggota yang dipotong tidak bermasalah (masih berfungsi).
|
(وَ) الثَّانِيْ (أَنْ لَا يَكُوْنَ
بِأَحَدِ الطَّرَفَيْنِ شَلَلٌ)
|
Sehingga
tangan atau kaki yang sehat tidak boleh dipotong sebab memotong tangan atau
kaki yang syala’. Anggota yang syala’ adalah anggota badan yang sudah
tidak berfungsi.
|
فَلَا تُقْطَعُ
يَدٌّ أَوْ رِجْلٌ صَحِيْحَةٌ بِشَلاَّءٍ وَهِيَ الَّتِيْ لَا عَمَلَ لَهَا
|
Adapun
anggota badan yang syala’ berhak
dipotong sebab memotong anggota yang sehat menurut pendapat al masyhur.
|
أَمَّا الشَّلاَّءُ
فَتُقْطَعُ بِالصَّحِيْحَةِ عَلَى الْمَشْهُوْرِ
|
Kecuali
jika ada dua orang adil dari ahli
khubrah (pakar ahli) yang berkata bahwa sesungguhnya anggota yang tidak
berfungsi tersebut ketika dipotong maka darahnya tidak akan berhenti, bahkan
ujung-ujung urat akan terbuka dan tidak bisa tertutup dengan di cos.
|
إِلَّا أَنْ
يَقُوْلَ عَدْلَانِ مِنْ أَهْلِ الْخُبْرَةِ إِنَّ الشَّلاَّءَ إِذَا قُطِعَتْ لَا
يَنْقَطِعُ الدَّمُّ بَلْ تَنْفَتِحُ أَفْوَاهُ الْعُرُوْقِ وَلَا تَنْسَدُّ بِالْحَسْمِ
|
Di
samping hal ini, orang yang berhak atas anggota tersebut mau menerima dan tidak
menuntut ganti rugi karena cacatnya anggota tersebut.
|
وَيُشْتَرَطُ
مَعَ هَذَا أَنْ يَقْنَعَ بِهَا مُسْتَوْفِيْهَا وَلَا يَطْلُبُ أُرْشًا لِلشَّلَلِ
|
Kemudian
mushannif memberi isyarah suatu bentuk kaidah dengan perkataan beliau,
|
ثُمَّ أَشَارَ
الْمُصَنِّفُ لِقَاعِدَةٍ بِقَوْلِهِ.
|
Setiap
anggota badan yang bisa diambil, maksudnya dipotong dari persendian seperti
siku dan pergelangan tangan, maka pada anggota tersebut berlaku hukum qishash.
|
(وَكُلُّ عُضْوٍ اُخِذَ) أَيْ قُطِعَ
(مِنْ مَفْصَلٍ) كَمِرْفَقٍ وَكُوْعٍ (فَفِيْهِ الْقِصَاصُ)
|
Sedangkan
anggota yang tidak memiliki persendian, maka tidak berlaku hukum qishash pada anggota badan tersebut.
|
وَمَا لَا
مَفْصَلَ لَهُ لَا قِصَاصَ فِيْهِ
|
Luka di
Wajah dan Kepala
Ketahuilah
sesungguhnya luka di kepala dan wajah ada sepuluh macam.
|
وَاعْلَمْ
أَنَّ شُجَاجَ الرَّأْسِ وَالْوَجْهِ عَشْرَةٌ
|
Harishah dengan menggunakan
huruf-huruf yang tidak memiliki titik. Harishah
adalah luka yang menyobek kulit sedikit.
|
حَارِصَةٌ
بِمُهْمَلَاتٍ وَهِيَ مَا تَشُقُّ الْجِلْدَ قَلِيْلًا
|
Damiyah, yaitu luka yang
mengeluarkan darah di kulit.
|
وَدَامِيَّةٌ
تُدْمِيْهِ
|
Badli’ah, adalah luka yang hingga
memotong daging.
|
وَبَاضِعَةٌ
تَقْطَعُ اللَّحْمَ
|
Mutalahimah, yaitu
luka yang hingga masuk ke dalam daging.
|
وَمُتَلاَحِمَةٌ
تَغُوْصُ فِيْهِ
|
Simhaq, yaitu luka yang sampai
hingga ke kulit diantara daging dan tulang.
|
وَسِمْحَاقٌ
تَبْلُغُ الْجِلْدَةَ الَّتِيْ بَيْنَ اللَّحْمِ وَالْعَظْمِ
|
Mudlihah, yaitu luka yang hingga
menampakkan tulang yang berada di balik daging.
|
وَمُوْضِحَةٌ
تُوْضِحُ الْعَظْمَ مِنَ اللَّحْمِ
|
Hasyimah, yaitu luka yang hingga
memecahkan tulang, baik sampai menampakkan tulang ataupun tidak.
|
وَهَاشِمَةٌ
تَكْسُرُ الْعَظْمَ سَوَاءٌ أَوْضَحَتْهُ أَمْ لاَ
|
Munaqqilah, yaitu
luka yang memindahkan posisi tulang dari satu tempat ke tempat yang lain.
|
وَمُنَقِّلَةٌ
تُنَقِّلُ الْعَظْمَ مِنْ مَكَانٍ إِلَى مَكَانٍ آخَرَ
|
Ma’munah, yaitu luka yang sampai ke
kantong otak yang disebut dengan ummu
ra’s (pusat kepala).
|
وَمَأْمُوْنَةٌ
تَبْلُغُ خَرِيْطَةَ الدِّمَاغِ الْمُسَمَّةَ اُمَّ الرَّأْسِ
|
Damighah dengan huruf ghin yang
diberi titik satu di atasnya, yaitu luka yang sampai membenyobek kantong otak
tersebut dan sampai hingga ke ummu ra’s.
|
وَدَامِغَةٌ
بِغَيْنٍ مُعْجَمَةٍ تُخْرِقُ تِلْكَ الْخَرِيْطَةَ وَتَصِلُ إِلَى أُمِّ الرَّأْسِ
|
Dari
sepuluh bentuk luka ini, mushannif mengecualikan apa yang terangkum di dalam
perkataan beliau,
|
وَاسْتَثْنَى
الْمُصَنِّفُ مِنْ هَذِهِ الْعَشْرَةِ مَا تَضَمَّنَهُ قَوْلُهُ
|
Tidak
ada hukum qishash di dalam kasus
luka, maksudnya luka-luka yang telah disebutkan di atas, kecuali luka mudlihah saja, tidak yang lainya dari
sepuluh luka tersebut.
|
(وَلَا قِصَاصَ فِيْ الْجُرُوْحِ)
أَيْ الْمَذْكُوْرَةِ (إِلَّا فِيْ الْمُوْضِحَةِ) فَقَطْ لَا فِيْ غَيْرِهَا مِنْ
بَقِيَّةِ الْعَشْرَةِ.
|
(Sumber : Kitab Fathul Qorib)
Baca juga artikel kami lainnya : Sejarah Perkembangan Manusia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar