Lafadz
al hudud adalah bentuk jama’ dari lafadz “had”. Had secara bahasa bermakna
mencegah.
|
جَمْعُ حَدٍّ
وَهُوَ لُغَةً الْمَنْعُ
|
Disebut
dengan nama Had, karena bisa mencegah dari melakukan perbuatan-perbuatan
keji.
|
وَسُمِّيَتِ
الْحُدُوْدُ بِذَلِكَ لِمَنْعِهَا مِنِ ارْتِكَابِ الْفَوَاحِشِ
|
Had Zina
Mushannif
memulai penjelasan macam-macam had dengan had zina di dalam pertengahan
perkataan beliau.
|
وَبَدَأَ
الْمُصَنِّفُ مِنَ الْحُدُوْدِ بِحَدِّ الزِّنَا الْمَذْكُوْرِ فِيْ أَثْنَاءِ قَوْلِهِ
|
Zina
ada dua macam, zina muhshan dan gairu muhshan.
|
(وَالزِّنَى عَلَى ضَرْبَيْنِ مُحْصَنٍ
وَغَيْرِ مُحْصَنٍ
|
Zina muhshan hukumannya adalah diranjam
dengan batu yang standar, tidak dengan kerikil kecil dan tidak dengan batu
yang terlalu besar.
Dan
sebentar lagi akan dijelaskan bahwa sesungguhnya orang yang muhshan adalah orang yang sudah
baligh, berakal, dan merdeka yang telah memasukkan hasyafahnya atau kira-kira
hasyafahnya orang yang terpotong hasyafahnya ke vagina di dalam nikah yang
sah.
|
فَالْمُحْصَنُ)
وَسَيَأْتِيْ قَرِيْبًا أَنَّهُ الْبَالِغُ الْعَاقِلُ الْحُرُّ الَّذِيْ غَيَّبَ
حَشَفَتَهُ أَوْ قَدْرَهَا مِنْ مَقْطُوْعِهَا بِقُبُلٍ فِيْ نِكَاحٍ صَحِيْحٍ (حَدُّهُ
الرَّجْمُ) بِحِجَارَةٍ مُعْتَدِلَةٍ لَا
بِحَصًى صَغِيْرَةٍ وَلَا بِصَخْرٍ
|
Hukuman
zina ghairul muhshan dari orang
laki-laki atau perempuan adalah seratus kali cambukan.
|
(وَغَيْرُ الْمُحْصَنِ) مِنْ رَجُلٍ
أَوِ امْرَأَةٍ (حَدُّهُ مِائَةُ جَلْدَةٍ)
|
Disebut
dengan jaldah, karena pukulan itu
mengenai kulit.
|
سُمِّيَتْ
بِذَلِكَ لِاتِّصَالِهَا بِالْجِلْدِ
|
Dan
mengucilkan selama setahun ke tempat yang berjarak masafatul qasri atau lebih sesuai dengan kebijakan imam.
|
(وَتَغْرِيْبُ عَامٍ إِلَى مَسَافَةِ
الْقَصْرِ) فَأَكْثَرَ بِرَأْيِ الْإِمَامِ
|
Masa
setahun terhitung dari awal perjalanan orang yang zina, tidak sejak sampainya
dia ketempat pengucilan.
|
وَتُحْسَبُ
مُدَّةُ الْعَامِ مِنْ أَوَّلِ سَفَرِ الزَّانِيْ لَا مِنْ وُصُوْلِهِ مَكَانَ التَّغْرِيْبِ
|
Yang
lebih utama pengucilan tersebut setelah hukuman jilid dilaksanakan.
|
وَالْأَوْلَى
أَنْ يَكُوْنَ بَعْدَ الْجِلْدِ.
|
Syarat-Syarat
Muhshan
Syarat ihshan ada empat.
|
(وَشَرَائِطُ الْإِحْصَانِ أَرْبَعٌ)
|
Yang
pertama dan kedua adalah baligh dan berakal.
|
الْأَوَّلُ
وَالثَّانِيْ (الْبُلُوْغُ وَالْعَقْلُ)
|
Sehingga
tidak ada had bagi anak kecil dan orang gila, bahkan keduanya berhak diberi
pengajaran dengan sesuatu yang membuat keduanya jerah untuk melakukan zina.
|
فَلَا حَدَّ
عَلَى صَبِيٍّ وَمَجْنُوْنٍ بَلْ يُؤَدَّبَانَ بِمَا يُزْجِرُهُمَا عَنِ الْوُقُوْعِ
فِيْ الزِّنَا
|
Yang
ketiga adalah merdeka.
|
(وَ) الثَّالِثُ (الْحُرِّيَّةُ)
|
Sehingga
budak, budak muba’adl, mukatab, dan ummi walad bukan orang yang muhshan, walaupun masing-masing dari
mereka pernah melakkan wathi’ di dalam nikah yang sah.
|
فَلَا يَكُوْنُ
الرَّقِيْقُ وَالْمُبَعَّضُ وَالْمُكَاتَبُ وَأُمُّ الْوَلَدِ مُحْصَنًا
وَإِنْ وَطِئَ كُلٌّ مِنْهُمْ فِيْ نِكَاحٍ صَحِيْحٍ
|
Yang ke
empat adalah wujudnya wathi’ dari orang islam atau kafir dzimmi di dalam
nikah yang sah.
|
(وَ) الرَّابِعُ (وُجُوْدُ الْوَطْءٍ)
مِنْ مُسْلِمٍ أَوْ ذِمِيٍّ (فِيْ نِكَاحٍ صَحِيْحٍ)
|
Dan di
dalam sebagian redaksi menggunakan lafadz, “fi an nikah ash shahih.”
|
وَفِيْ بَعْضِ
النُّسَخِ فِيْ النِّكَاحِ الصَّحِيْحِ
|
Yang
kehendaki mushannif dengan wathi’ adalah memasukkan hasyafah atau kira-kira
hasyafahnya orang yang terpotong hasyafahnya ke dalam vagina.
|
وَأَرَادَ
بِالْوَطْءِ تَغْيِيْبَ الْحَشَفَةِ أَوْ قَدْرِهَا مِنْ مَقْطُوْعِهَا بِقُبُلٍ
|
Dengan
keterangan, “di dalam nikah yang sah,”
mengecualikan wathi’ di dalam nikah yang fasid. Maka ihshan tidak bisa hasil dengan wathi’ tersebut.
|
وَخَرَجَ
بِالصَّحِيْحِ الْوَطْءُ فِيْ نِكَاحٍ فَاسِدٍ فَلَا يَحْصُلُ بِهِ التَّحْصِيْنُ
|
Had
budak laki-laki dan perempuan adalah separuh had orang merdeka.
|
(وَالْعَبْدُ وَالْأَمَّةُ حَدُّهُمَا
نِصْفُ حَدِّ الْحُرِّ)
|
Sehingga
masing-masing dari keduanya dihukum sebanyak lima kali cambukan dan
dikucilkan selama setengah tahun.
|
فَيُحَدُّ
كُلٌّ مِنْهُمَا خَمْسِيْنَ جَلْدَةً وَيُغَرَّبُ نِصْفَ عَامٍ
|
Seandainya
mushannif mengatakan, “orang yang
memiliki sifat budak, maka hadnya ....”, niscaya akan lebih baik, karena
mencakup budak mukatab, muba’adl, dan ummu walad.
|
وَلَوْ قَالَ
الْمُصَنِّفُ وَمَنْ فِيْهِ رِقٌّ حَدُّهُ إِلَخْ كَانَ أَوْلَى لِيَعُمَّ الْمُكَاتَبَ
وَالْمُبَعَّضَ وَأُمَّ الْوَلَدِ .
|
Sodomi
Hukum
sodomi dan menyetubuhi binatang adalah seperti hukumnya zina.
|
(وَحُكْمُ اللِّوَاطِ وَإِتْيَانِ
الْبَهَائِمِ كَحُكْمِ الزِّنَا)
|
Sehingga,
barang siapa melakukan sodomi dengan seseorang, dengan arti mewathinya pada
dubur, maka ia berhak dihad menurut pendapat al madzhab.
|
فَمَنْ لَاطَ
بِشَخْصٍ بِأَنْ وَطِئَهُ فِيْ دُبُرِهِ حُدَّ عَلَى الْمَذْهَبِ
|
Dan
barang siapa menyetubuhi binatang, maka harus dihad sebagaimana penjelasan
mushannif, akan tetapi menurut pendapat yang kuat sesungguhnya orang tersebut
berhak dita’zir.
|
وَمَنْ أَتَى
بَهِيْمَةً حُدَّ كَمَا قَالَ الْمُصَنِّفُ لَكِنِ الرَّاجِحُ أَنَّهُ يُعَزَّرُ
|
Barang
siapa mewathi wanita lain pada anggota selain farji, maka ia berhak dita’zir.
|
(وَمَنْ وَطِئَ) أَجْنَبِيَّةً
(فِيْمَا دُوْنَ الْفَرْجِ عُزِّرَ
|
Bagi
imam tidak diperkenankan menta’zir hingga mencapai minimal had.
|
وَلَا يُبَلِّغُ)
الْإِمَامُ (بِالتَّعْزِيْرِ أَدْنَى الْحُدُوْدِ)
|
Sehingga,
jika imam menta’zir seorang budak laki-laki, maka di dalam menta’zirnya,
wajib kurang dari dua puluh cambukan.
|
فَإِنْ عَزَّرَ
عَبْدًا وَجَبَ أَنْ يَنْقُصَ فِيْ تَعْزِيْرِهِ عَنْ عِشْرِيْنَ جَلْدَةً
|
Atau
menta’zir orang merdeka, maka di dalam menta’zirnya wajib kurang dari empat
puluh cambukan, karena sesungguhnya itu adalah batas minimal had
masing-masing dari keduanya.
|
أَوْ عَزَّرَ
حُرًّا وَجَبَ أَنْ يَنْقُصَ فِيْ تَعْزِيْرِهِ عَنْ أَرْبَعِيْنَ جَلْدَةً لِأَنَّهُ أَدْنَى حَدِّ كُلٍّ مِنْهُمَا
|
(Sumber : Kitab Fathul Qorib)
Baca juga artikel kami lainnya : Sifat Dasar Manusia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar