(Fasal)
menjelaskan syarat-syarat saksi.
|
(فَصْلٌ) فِيْ شُرُوْطِ الشَّاهِدِ
|
Persaksian
tidak bisa diterima kecuali dari orang yang memiliki lima sifat/ keadaan.
|
(وَلَا تُقْبَلُ الشَّهَادَةُ إِلَّا
مِمَّنْ) أَيِ الشَّخْصِ (اجْتَمَعَتْ فِيْهِ خَمْسُ خِصَالٍ)
|
Salah
satunya adalah islam walaupun sebab mengikut.
|
أَحَدُهَا
(الْإِسْلَامُ) وَلَوْ بِالتَّبْعِيَّةِ
|
Sehingga
tidak bisa diterima persaksian orang kafir terhadap orang islam atau orang
kafir yang lain.
|
فَلَا تُقْبَلُ
شَهَادَةُ كَافِرٍ عَلَى مُسْلِمٍ أَوْ كَافِرٍ
|
Yang
kedua adalah baligh, sehingga tidak bisa diterima persaksian anak kecil
walaupun hampir baligh.
|
(وَ) الثَّانِيْ (الْبُلُوْغُ)
فَلَا تُقْبَلُ شَهَادَةُ صَبِيٍّ وَلَوْ مُرَاهِقًا
|
Yang
ketiga adalah berakal, sehingga tidak bisa diterima persaksian orang gila.
|
(وَ) الثَّالِثُ (الْعَقْلُ) فَلَا
تُقْبَلُ شَهَادَةُ مَجْنُوْنٍ
|
Ke
empat adalah merdeka, walaupun sebab daerahnya.
|
(وَ) الرَّابِعُ (الْحُرِّيَّةُ)
وَلَوْ بِالدَّارِ
|
Sehingga
tidak bisa diterima persaksian seorang budak, baik budak murni, mudabbar atau
mukattab.
|
فَلَا تُقْبَلُ
شَهَادَةُ رَقِيْقٍ قِنًّا كَانَ أَوْمُدَبَّرًا أَوْ مُكَاتَبًا
|
Yang ke
lima adalah adil.
|
(وَ) الْخَامِسُ (الْعَدَالَةُ)
|
Adil
secara bahasa adalah tengah-tengah. Dan secara syara’ adalah watak yang
menancap di dalam hati yang bisa mencegah diri dari melakukan dosa-dosa besar
atau perbuatan-perbuatan mubah yang hina / rendah.
|
وَهِيَ لُغَةً
التَّوَسُّطُ وَشَرْعًا مَلَكَةٌ فِيْ النَّفْسِ تَمْنَعُهَا مِنِ اقْتِرَافِ الْكَبَائِرِ
وَالرَّذَائِلِ الْمُبَاحَةِ.
|
Syarat
Adil
Sifat
adil memiliki lima syarat. Dalam sebagian redaksi dengan bahasa, “khamsu
syurut (lima syarat).”
|
(وَلِلْعَدَالَةِ خَمْسُ شَرَائِطَ)
وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ خَمْسَةُ شُرُوْطٍ
|
Salah
satunya, orang yang adil harus menjauhi perbuatan dosa besar, maksudnya
setiap dosa besar.
|
أَحَدُهَا
(أَنْ يَكُوْنَ) الْعَدْلُ (مُجْتَنِبًا لِلْكَبَائِرِ) أَيْ لِكُلِّ فَرْدٍ
مِنْهَا
|
Sehingga
tidak diterima persaksian orang yang pernah melakukan dosa besar seperti zina
dan membunuh seseorang tanpa ada alasan yang benar.
|
فَلَا تُقْبَلُ
شَهَادَةُ صَاحِبِ كَبِيْرَةٍ كَالزِّنَا وَقَتْلِ النَّفْسِ بِغَيْرِ حَقٍّ
|
Yang
kedua, orang yang adil harus tidak terus menerus melakukan dosa-dosa kecil.
|
وَالثَّانِيْ
أَنْ يَكُوْنَ الْعَدْلُ (غَيْرَ مُصِرٍّ عَلَى الْقَلِيْلِ مِنَ الْصَغَائِرِ)
|
Sehingga
tidak diterima persaksian orang yang melakukan dosa kecil secara terus
menerus.
|
فَلَا تُقْبَلُ
شَهَادَةُ الْمُصِرِّ عَلَيْهَا
|
Untuk
penghitungan dosa-dosa besar telah disebutkan di dalam kitab-kitab yang luas
pembahasannya.
|
وَعَدُّ الْكَبَائِرِ
مَذْكُوْرٌ فِيْ الْمُطَوَّلَاتِ
|
Yang ke
tiga, orang yang adil harus selamat hatinya, maksudnya akidahnya.
|
وَالثَّالِثُ
أَنْ يَكُوْنَ الْعَدْلُ (سَلِيْمَ السَّرِيْرَةِ) أَيِ الْعَقِيْدَةِ
|
Sehingga
tidak bisa diterima persaksian orang yang melakukan bid’ah, baik yang kufur
atau hanya fasiq sebab bid’ahnya.
|
فَلَا تُقْبَلُ
شَهَادَةُ مُبْتَدِعٍ يَكْفُرُ أَوْ يَفْسُقُ بِبِدْعَتِهِ
|
Untuk
yang pertama -yang kufur- seperti orang yang mengingkari bangkit dari kubur.
Dan yang kedua -hanya fasiq- seperti orang yang mencela / mencaci para
sahabat Nabi Saw.
|
فَالْأَوَّلُ
كَمُنْكِرِ الْبَعْثِ وَالثَّانِيْ كَسَابِّ الصَّحَابَةِ
|
Sedangkan
orang yang tidak sampai kufur dan tidak sampai fasiq sebab bid’ahnya, maka
persaksiannya bisa diterima.
|
أَمَّا الَّذِيْ
لَا يَكْفُرُ وَلَا يَفْسُقُ بِبِدْعَتِهِ فَتُقْبَلُ شَهَادَتُهُ
|
Namun
dikecualikan dari ini adalah orang kaum al Khithabiyah, maka persaksiannya
tidak bisa diterima.
|
وَيُسْتَثْنَى
مِنْ هَذَا الْخِطَابِيَّةُ فَلَا تُقْبَلُ شَهَادَتُهُمْ
|
Mereka
adalah golongan yang memperkenankan bersaksi untuk temannya ketika mereka
mendengar temannya tersebut berkata, “saya
berhak atas ini pada si fulan.”
|
وَهُمْ فِرْقَةٌ
يُجَوِّزُوْنَ الشَّهَادَةَ لِصَاحِبِهِمْ إَذَا سَمِعُوْهُ يَقُوْلُ لِيْ عَلَى
فُلَانٍ كَذَا
|
Sehingga,
jika mereka mengatakan, “aku melihat
temanku itu telah menghutangi si fulan barang tersebut,” maka
persaksiannya bisa diterima.
|
فَإِنْ قَالُوْا
رَأَيْنَاهُ يُقْرِضُهُ كَذَا قُبِلَتْ شَهَادَتُهُمْ
|
Yang ke
empat, orang yang adil tersebut harus bisa mengontrol emosi.
|
وَالرَّابِعُ
أَنْ يَكُوْنَ الْعَدْلُ (مَأْمُوْنَ الْغَضَبِ)
|
Dalam
sebagian redaksi, “harus bisa terkontrol ketika emosi.”
|
وَفِيْ بَعْضِ
النُّسَخِ مَأْمُوْنًا عِنْدَ الْغَضَبِ
|
Sehingga
tidak bisa diterima persaksian orang yang tidak bisa mengontrol diri saat
emosi.
|
فَلَا تُقْبَلُ
شَهَادَةُ مَنْ لَايُؤْمَنُ عِنْدَ غَضَبِهِ
|
Yang
kelima, orang yang adil harus bisa menjaga muru’ah (harga diri) sesamanya.
|
وَالْخَامِسُ
أَنْ يَكُوْنَ الْعَدْلُ (مُحَافِظًا عَلَى مُرُوْأَةِ مِثْلِهِ)
|
Al muru’ah adalah
perilaku seseorang yang sesuai dengan orang-orang sesamanya dari orang-orang
yang semasa dengannya dilihat dari waktu dan tempatnya.
|
وَالْمُرُوْأَةُ
تَخَلُّقُ الْإِنْسَانِ بِخُلُقِ أَمْثَالِهِ مِنْ أَبْنَاءِ عَصْرِهِ فِيْ زَمَانِهِ
وَمَكَانِهِ
|
Sehingga
tidak bisa diterima persaksiannya orang yang tidak memiliki muru’ah. Seperti orang yang berjalan
di pasar dengan terbuka kepala atau badannya selain aurat, dan hal itu tidak
pantas baginya.
|
فَلَا تُقْبَلُ
شَهَادَةُ مَنْ لَا مُرُوْأَةَ لَهُ كَمَنْ يَمْشِيْ فِيْ السُّوْقِ مَكْشُوْفَ الرَّأْسِ
أَوِ الْبَدَنِ غَيْرِ الْعَوْرَةِ وَلَا يَلِيْقُ بِهِ ذَلِكَ
|
Adapun
membuka aurat, maka hukumnya adalah haram.
|
أَمَّا كَشْفُ
الْعَوْرَةِ فَحَرَامٌ
|
(Sumber : Kitab Fathul Qorib)
Baca juga artikel kami lainnya : Arti Kafir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar